KOMPAS.com - Sungai Nil menjadi saksi bisu atas perjalanan Mesir dari era peradaban kuno hingga detik ini.
Tak heran Mesir sering diidentikkan dengan Sungai Nil, selain Pyramida dan Spinx.
Namun, jika melihat aliran sungai itu dari hulu ke hilir, Sungai Nil sebenarnya melewati sebelas negara Afrika.
Dengan kawasan yang didominasi oleh padang pasir, wajar jika sekitar 280 juta orang bergantung pada aliran sungai dengan panjang 6.695 kilometer itu.
Maka tak heran jika Sungai Nil kerap menjadi biang memanasnya hubungan antar negara yang dilaluinya, seperti Mesir dan Ethiopia.
Baca juga: Mengenal Kota Sharm el-Sheikh, Bali-nya Mesir
Dilansir dari Aljazeera, pembangunan bendungan Renaissance yang dibangun sejak tahun 2011 di Ethiopia itu membuat kekhawatiran bagi Mesir, selaku hilir dari Sungai Nil.
Bagi Ethiopia, bendungan baru itu akan menambah pasokan listrik negara. Sementara, Mesir berada dalam bayang-bayang kekeringan akibat pembangunan tersebut.
Tak hanya itu, bendungan itu juga diyakini akan membawa kerusakan lingkungan dan kerawanan air.
Sebuah skenario yang dibuat oleh Aljazeera menunjukkan defisit air Mesir akan meningkat 3 miliar meter kubik per tahun jika bendungan itu diisi selama 21 tahun.
Defisit itu diperkirakan akan ditutupi oleh air tanah yang berakibat pada hilangnya 2,5 persen area pertanian.
Jumlah tersebut akan terus meningkat jika waktu pengisian Bendungan Renaissance semakin cepat.
Mesir sendiri memiliki segitiga hijau di utara negara dan sering disebut sebagai Delta Nil.
Dengan luas sekitar 161 kilometer, Delta Nil menjadi salah satu delta terbesar di dunia serta menjadi rumah bagi 40 juta orang. Separuh hasil pertanian Mesir berasal dari kawasan subur ini.
Saat pembangunan Bendungan Aswan, para ilmuwan telah memperingatkan ancaman yang dihadapi Mesir.
Pada 1971, Mesir telah meresmikan Bendungan Aswan yang mampu menghasilkan sekitar setengah dari pasokan listrik Mesir di masa itu.