Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Trending soal Pembalut, Berikut Sejarah, Cara Memilih hingga Haruskah Pembalut Dicuci?

Kompas.com - 16/02/2020, 10:35 WIB
Nur Rohmi Aida,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Jagat dunia maya, khususnya Twitter sempat diramaikan oleh unggahan terkait pembalut.

Bahkan hingga Minggu (16/2/2020) pagi, topik soal pembalut tersebut sempat menjadi trending topic di Twitter.

Berikut ini beberapa hal seputar pertanyaan terkait pembalut, dari sejarah, cara memilih pembalut hingga kapan mengganti pembalut.

Baca juga: Jadi Wanita Paling Berpengaruh di Dunia, Siapa Angela Merkel?

Bagaimana sejarah pembalut?

Pada awal abad ke-4 di Yunani Kuno, pembalut pra-modern telah digunakan. Saat itu, perempuan menggunakan kain untuk menampung darah kewanitaannya.

Selain kain, mereka juga menggunakan kapas atau wol domba dalam pakaian mereka untuk membendung aliran darah menstruasi.

Sementara di China, perempuan menggunakan kain yang diisi pasir. Saat kain cukup basah maka pasir akan dibuang dan kain dicuci.

Di masa Mesir Kuno, para perempuan menggunakan papirus sebagai pembalut. Sebelum digunakan papirus akan direndam dalam air terlebih dahulu.

Abad ke-19, pembalut sekali pakai pertama dibuat oleh perawat Perancis dari perban bubur kayu.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Dibukanya Makam Raja Tutankhamen di Mesir

Masa Perang

Namun tujuan awal dari pembalut tersebut bukanlah untuk darah menstruasi wanita, melainkan untuk pembalut luka di zaman perang.

Para perawat membuat pembalut dari sphagnum moss, tanaman yang mudah menyerap cairan dengan sifat anti mikroba.

Saat perusahaan besar memproduksinya, pada akhir perang tahun 1918, produsen pembalut dengan nama Cullucotton tersebut mengalami surplus pembalut.

Akhirnya pembalut tersebut digunakan para perawat wanita untuk menjadi pembalut menstruasi mereka.

Terinspirasi dari para perawat, perusahaan tersebut kemudian mengembangkan produk komersial yang layak untuk perempuan.

Pembalut tersebut kemudian berganti nama menjadi Kotex pada 1920.

Pada masa itu, para wanita masih banyak yang menggunakan kain flanel, namun flanel memiliki harga yang tinggi.

Sementara beberapa wanita lain menggunakan sabuk menstruasi namun sabuk ini sulit untuk dipakai.

Karena itulah, pembalut menstruasi dengan cepat mendapat popularitas.

Baca juga: 5 Tokoh Perempuan Paling Berpengaruh di Dunia, Siapa Saja Mereka?

Bagaimana cara memilih pembalut?

Melansir dari Kompas.com (04/03/2013) cara pertama untuk memilih pembalut yang pas adalah dengan memilih permukaan pembalut yang halus.

Alasannya, ketika permukaan kasar maka bisa menyebabkan iritasi terutama ketika kondisi kemaluan sangat lembab.

Yang kedua adalah memilih pembalut berdaya serap tinggi agar vagina tidak mudah lembab.

Selain itu, sebaiknya pembalut tidak mengandung pewangi.

Terakhir, pembalut sebaiknya tidak bermaterial terlalu padat supaya sirkulasi udara di sekitar kemaluan tetap terjaga.

Sementara itu, Dr H. Abidinsyah Siregar, DHSM, Mkes sebagaimana dilansir dari Kompas.com (14/12/2010) harga pembalut tidak menjamin kualitas dari pembalut.

Yang terpenting adalah mengamati bahan baku pembalut.

Menurut penelitian, pembalut mengandung dioksin yang bisa memicu timbulnya kanker serviks atau kanker leher rahim, meskipun belum ada data akurat terkait hal itu.

Salah satu tes sederhana untuk menguji apakah pembalut mengandung dioksin adalah menguji lapisan dalam pembalut, dibuka lalu dimasukkan ke dalam air.

Apabila hacur di dalam air dan air berubah keruh maka pembalut tersebut mengandung dioksin. Sedangkan jika tidak maka pembalut aman untuk dipakai.

Mengutip dari Kompas.com (22/06/2012) Dr dr Junita Indarti, SpOg pernah menyampaikan pada dasarnya tak ada jenis pembalut yang lebih baik atau lebih buruk.

Tak ada kategori khusus, yang penting adalah pembalut dapat menyerap darah haid dengan baik dan membuat nyaman.

Baca juga: Kisah Dalia al-Darwish, Perempuan Palestina yang Memiliki Lisensi Mengemudi Truk

Pembalut herbal vs pembalut biasa

Junita sebagaimana dikutip dari Kompas.com (22/06/2012) menjelaskan pembalut herbal dengan pembalut biasa sebenarnya sama saja.

Kandungan antibakteri dan antioksidan sebenarnya tak terlampau perlu.

Pasalnya, kandungan herbal atau antibakteri yang terkandung dalam pembalut hanya bekerja di permukaan vagina, tak sampai masuk ke liang vagina sehingga tak bisa mengobati sampai ke dalam

“Intinya, sih, membuat nyaman. Apakah daya serapnya baik dan ukurannya pas? Itu saja cukup. Karena ada juga, kan, pembalut yang penyerapannya tidak maksimal,” kata dia.

Kapan harus ganti pembalut?

Jumlah darah haid setiap perempuan berbeda-beda, sehingga sebetulnya tak ada aturaan baku terkait jangka waktu penggantian.

Yang terpenting adalah menjaga kebersihan dan kesehatan vagina selama menstruasi dengan rutin mengganti pembalut.

Waktu terbaik adalah mengganti segera ketika sudah merasa lembab, dirasa cukup penuh dan tak nyaman. Umumnya setiap empat hingga enam jam sekali.

Junita mengatakan, tak disarankan menunda penggantian pembalut, pasalnya perempuan menghasilkan bahan sekresi yang bersifat basa saat menstruasi.

Jika darah haid didiamkan telalu lama pembalut bisa menjadi tempat berkembang biak jamur.

Baca juga: Melihat Pelibatan Perempuan dalam Aksi Terorisme...

Apa yang harus dilakukan apabila alergi pembalut?

Dr Susie Rendra, SpKK sebagaimana dikutip dari Kompas.com (04/03/2013) pernah menyampaikan alergi atau iritasi yang dialami wanita saat menggunakan pembalut berbeda-beda penyebabnya.

Bisa karena tak cocok dengan bahan, terlalu tebal atau tipis, peangi, atau bagian sayap.

Apabila alergi terjadi usai penggunaan pembalut merek tertentu maka sesegera mungkin harus ganti pembalut.

Ia mengimbau agar para wanita tak merasa rugi dengan pembalut yang sudah terlanjur dibeli serta segera gunakan pembalut merek lain.

Perlukah mencuci pembalut?

Masih dari sumber yang sama, Susie menyampaikan mencuci pembalut tidak perlu untuk dilakukan.

Hal ini karena fungsi pembalut adalah menampung darah kotor.

Sifatnya disposable yang memungkinkan produk dapat dibuang setelah digunakan.

Jika dicuci, gel di pembalut justru akan keluar bersama darah dan bisa mengotori area sekitar.
“Ini malah tidak higienis,” ujar Susie saat itu.

Pembalut bekas sebaiknya dimasukkan ke kantong kertas yang ramah lingkungan sebelum dibuang. Setelah itu, cuci tangan dengan sabun sampai bersih.

Baca juga: Kenali Linea Nigra, Garis Samar yang Ada di Perut Perempuan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com