Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kualitas Udara Palembang Sangat Tidak Sehat, #SavePalembang Bergema

Kompas.com - 14/10/2019, 15:57 WIB
Nur Rohmi Aida,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Tagar #SavePalembang menggema di media sosial Twitter. Sampai dengan Senin (14/10/2019) pukul 14.19 WIB tagar tersebut telah dibicarakan lebih dari 9,5 ribu kali.

Tagar tersebut terkait dengan kabut asap pekat yang muncul kembali di wilayah Palembang.

Akibat kabut asap ini, sebanyak 500 sekolah mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Palembang, Sumatera Selatan diliburkan.

Dilaporkan Kompas.com, Senin (14/10/2019) Kepala Bidang SMP Dinas Pendidikan Kota Palembang, Herman Wijaya menyampaikan, keputusan itu diambil karena kondisi udara yang sudah tidak sehat.

Sementara itu, diketahui, alat pemantau konsentrasi partikulat (PM10) milik BMKG mendadak rusak, sehingga level udara Palembang tidak terpantau.

Baca juga: Terpapar Kabut Asap Ekstrem, 500 Sekolah di Palembang Diliburkan

Kompas.com pada Senin (14/10/2019) memantau kondisi udara Palembang melalui Air Visual. Hasilnya, kondisi udara Palembang terpantau tidak sehat hingga sangat tidak sehat.

Daerah dengan catatan indeks kualitas udara paling buruk adalah di Kenten-Palembang.

Dimana tercatat kualitas udaranya sangat tidak sehat dengan Air Quality Index (AQI) sebesar 232 dengan konsentrasi parameter PM2.5 182.2 ug/m3.

Sementara itu, untuk pantauan di daerah KLHK-Palembang kondisi udara terpantau tidak sehat dengan Indeks AQI sebesar 168 dan konsentrasi PM2.5 88ug/m3.

Untuk pantauan di Kota Palembang, pantauan udara terpantau tidak sehat dengan kondisi udara tidak sehat dimana indeks AQI nya sebesar 157 dan konsentrasi PM 2.5 67ug/m3.

AirVisual sendiri merupakan situs penyedia peta polusi harian kota-kota besar di dunia.

Pengukuran kualitas udara AirVisual dilakukan menggunakan parameter PM (particulate matter) 2,5 alias pengukuran debu beukuran mikron berstandar US AQI.

WHO menetapkan ambang batas sehat konsentrasi PM 2,5 tak boleh lebih dari 25 mikrogram per meter kubik (ug/m3) dalam 24 jam.

Saat ini, kondisi server BMKG masih rusak. Menurut Kepala kantor BMKG stasiun Kenten Palembang, Nuga Putratijo dalam keterangannya di kantor Gubernur Sumsel, Senin (14/9/2019) kerusakan alat BMKG sudah berlangsung sejak Kamis (10/10/2019).

"Awalnya ada perbaikan alat pemantau, lalu server BMKG pusat down. Hari ini juga sempat terkendala mati lampu sehingga data-datanya hilang semua,” ujar Nuga.

Adapun, kabut asap ekstrem yang terjadi di Palembang disebut Nuga terjadi karena arah angin.

Menurutnya, setelah dilakukan analisis, arah angin saat ini dominan dari timur tenggara ke selatan.

Akibatnya kebakaran wilayah timur tenggara dan selatan langsung masuk ke Palembang.

"Adanya kiriman asap dari daerah lain,seperti perbatasan Jambi juga menjadi faktor masuknya asap. Ditambah angin permukaan, berbalik arah,sehingga terjadi kepekatan pada hari ini," kata Nuga, Senin (14/10/2019).

Baca juga: BMKG Sebut Angin Jadi Penyebab Kabut Asap Ekstrem di Palembang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Penelitian Ungkap Lari Bisa Menyembuhkan Patah Hati, Berapa Durasinya?

Penelitian Ungkap Lari Bisa Menyembuhkan Patah Hati, Berapa Durasinya?

Tren
Nuklir Bisa untuk Obati Kanker Tiroid, Apa Itu, Bagaimana Prosesnya?

Nuklir Bisa untuk Obati Kanker Tiroid, Apa Itu, Bagaimana Prosesnya?

Tren
Penjelasan UI soal UKT yang Mencapai Rp 161 Juta

Penjelasan UI soal UKT yang Mencapai Rp 161 Juta

Tren
Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Minum Teh Setelah Makan?

Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Minum Teh Setelah Makan?

Tren
Daftar Nama 11 Korban Meninggal Dunia Kecelakaan Bus di Subang

Daftar Nama 11 Korban Meninggal Dunia Kecelakaan Bus di Subang

Tren
Pemkab Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organik Warga, Begini Solusinya

Pemkab Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organik Warga, Begini Solusinya

Tren
Kapan Waktu Terbaik Minum Vitamin?

Kapan Waktu Terbaik Minum Vitamin?

Tren
Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Tren
Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Tren
Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Tren
Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Tren
Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni 'Atlantis yang Hilang' di Lepas Pantai Australia

Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni "Atlantis yang Hilang" di Lepas Pantai Australia

Tren
4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

Tren
Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Tren
Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com