Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ancaman Jerat UU ITE dan Proteksi "Self-censorship"...

Kompas.com - 14/10/2019, 14:28 WIB
Vina Fadhrotul Mukaromah,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Beberapa prajurit TNI mendapatkan sanksi karena unggahan istri mereka yang mengomentari penusukan Menko Polhukam Wiranto.

Sang prajurit terkena sanksi, para istrinya juga dilaporkan ke polisi atas dugaan pelanggaran Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Selain para istri prajurit TNI, beberapa pesohor juga turut dilaporkan dengan dugaan pelanggaran yang sama.

Mereka di antaranya Jerinx SID, Hanum Rais, dan Jonru Ginting.

Sebelum ini, ada sejumlah kasus dugaan penghinaan dan pencemaran nama baik melalui dunia maya yang terlapornya dijerat UU ITE.

Mengapa ancaman jerat UU ITE menjadi semakin sering terjadi? Bagaimana menghindari agar tak kena jerat yang sama?

Baca juga: Kecanduan Media Sosial, Saat Waktu Habis untuk Main Facebook, Instagram, dan Twitter...

Pegiat bidang privat dan sekuriti digital Yerry Niko Borang mengatakan, dalam banyak kasus, pasal yang paling sering digunakan dalam UU ITE adalah pasal mengenai penghinaan dan pencemaran nama baik.

Ketentuan soal ini tertuang dalam Pasal 27 ayat 3 UU ITE yang menyebutkan bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

"Saya rasa ini karena potensi UU ITE sendiri yg bisa sangat luas ditafsirkan. Bahkan ujaran kebencian di UU ITE lebih luas ketimbang yang ditafsirkan soal 'ujaran kebencian' di dalam KUHP sendiri," kata Yerry, saat dihubungi Kompas.com, Senin (14/10/2019).

Menurut Yerry, meningkatnya kasus terkait pelanggaran UU ITE, menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran publik.

"Dan dalam prosesnya membangun atmosfer semua takut sehingga kritisisme dan potensi ruang demokrasi makin sempit," ujar dia.

Ia mengatakan, semakin banyaknya kasus terkait UU ITE harus menjadi konsen tersendiri.

Baca juga: Tak Siap Mental Gunakan Media Sosial, Apa Potensi Risikonya?

Yerry menilai, ada beberapa poin di UU ITE, salah satunya pelaporan hanya karena status di media sosial.

Menurut dia, status tersebut bukan dokumen resmi dan hanya saluran pendapat, serta diubah sewaktu-waktu.

"Seharusnya pemerintah bisa mencabut beberapa pasal atau membatalkan lewat Perppu, karena korban makin banyak tiap tahun," kata Yerry.

Self-censorship

Bagaimana mencegah agar tak ikut terjerat UU ITE dan tak merasa khawatir untuk berekspresi?

Menurut Yerry, kuncinya ada pada masing-masing individu.

"Memang mau enggak mau, proteksi yang harus dipakai adalah self-censorship. Mungkin harus hati-hati dalam sharing, hati-hati dalam membuat status, hati-hati dalam berkomentar," kata dia.

Cara lainnya, membatasi lingkaran pertemanan di dunia maya.

"Mungkin membuat filter di akunnya hingga mungkin lingkaran pertemanan saja yang dapat melihat dan lain-lain. Memang harus kembali ke orang masing-masing," ujar Yerry.

Baca juga: Alasan Perwira TNI Dicopot gara-gara Ulah Istri di Media Sosial

Yerry mengatakan, dulu, internet dilihat sebagai alat atau perangkat yang dapat membawa perubahan sosial.

Saat ini, internet bak menyimpan banyak "jebakan", terutama bagi mereka yang kurang mendapatkan bekal yang cukup soal literasi digital. 

"Ada juga sih, soal kampanye literasi, kampanye digital, atau kita mengimbau orang-orang agar tidak ujug-ujug melapor, bahwa ini kita harus menghargai kebebasan berpendapat. Tapi ini kan susah, karena orang-orang yang melapor juga punya kepentingan sendiri," papar Yerry.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com