Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beda Dulu dan Kini, Pernyataan DPR soal Revisi UU KPK

Kompas.com - 30/09/2019, 13:45 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi


KOMPAS.com – Salah satu permasalahan yang gencar disuarakan para demonstran di banyak kota akhir-akhir ini adalah pengesahan UU tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) versi revisi.

UU KPK versi revisi dinilai berpotensi melemahkan KPK.

Sejumlah aksi di berbagai daerah digelar untuk menyuarakan penolakan terhadap hasil kesepakatan Dewan dan pemerintah terkait UU Nomor 30 tahun 2002 itu.

Pada akhirnya, DPR telah mengesahkan UU KPK versi revisi.

Harapan publik bertumpu kepada Presiden Joko Widodo yang memiliki kewenangan untuk menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan UU KPK.

Jika ditelisik ke belakang, terutama di awal-awal periode kerja DPR RI berlangsung, pernyataan para anggota legislatif berbeda dengan langkah yang dilakukan terhadap UU tersebut.

DPR sempat menjamin tak ada revisi UU KPK

Jamin tidak ada revisi UU KPK

Pada 15 Januari 2018, Bambang Soesatyo, sesaat setelah resmi dilantik sebagai Ketua DPR RI menggantikan Setya Novanto, menjamin DPR tidak akan merevisi UU KPK.

“Saya jamin tidak ada usulan atau rekomendasi untuk perubahan UU KPK,” kata Bambang.

Kala itu, ia mengatakan, DPR tidak lagi memiliki banyak waktu di sisa waktu kerja yang kurang dari 2 tahun ini.

“Karena waktu mepet juga, tinggal 18 bulan kita disibukkan dengan pilkada, pileg, dan pilpres. Enggak ada waktu lagi. Prolegnas banyak yang harus diselesaikan, jadi tidak menjadi skala prioritas untuk itu,” ujar politisi Partai Golkar ini.

Ia mengatakan hal itu selain sebagai Ketua DPR RI, juga selaku anggota Panitia Khusus (Pansus) Angket KPK di DPR.

Menurut dia, rekomendasi yang dikeluarkan Pansus tidak akan mendorong perubahan atau revisi UU KPK, namun lebih pada upaya memajukan KPK.

Baca juga: Jadi Ketua DPR, Bambang Soesatyo Jamin Tak Ada Revisi UU KPK

Revisi UU KPK bukan prioritas

Senada dengan Bambang Soesatyo, Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Junaidi Mahesa juga pernah mengatakan, revisi UU KPK bukan menjadi prioritas DPR.

Alasannya, ada UU yang jauh lebih penting untuk direvisi daripada UU KPK.

Pernyataan ini ia sampaikan pada 4 September 2017.

“Kalau mau (revisi UU KPK), perlu bicara dulu soal penyelesaian KUHP. UU KPK, UU Kepolisian, UU Kejakasaaan. Itu harus selesai dulu di UU Hukum acaranya. Kalau tidak akan mutar-mutar,” ujar Desmond.

Jika memang dilakukan revisi, tidak dalam waktu dekat.

"Bicara revisi UU KPK, acuannya adalah KUHAP. KUHAP tidak akan selesai di periode ini, ini di periode mendatang. Ini juga tergantung politik hukum pemerintah ke depan," lanjut dia.

Baca juga: Berlebihan jika Pansus Rekomendasikan Revisi UU KPK

UU KPK disahkan

Menjelang akhir masa jabatan DPR 2014-2019, para wakil sepakat untuk mengesahkan revisi UU KPK dengan beberapa perubahan yang dinilai dapat melemahkan penindakan korupsi di Indonesia.

Menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, ada 26 poin dalam UU KPK baru yang dianggap dapat melemahkan KPK.

Salah satunya, ketentuan tentang keberadaan Dewan Pengawas yang memiliki kewenangan dalam penanganan perkara.

UU hasil revisi ini disahkan pada 17 September 2019, melalui rapat paripurna.

Jika dihitung, undang-undang ini disahkan hanya dalam waktu 12 hari sejak dikeluarkan sebagai bentuk inisiatif DPR pada rapat paripurna 6 September 2019.

Jaminan yang disampaikan Bamsoet pada awal jabatannya tidak terbukti.

Pengesahan UU KPK yang dilakukan lebih dulu daripada UU lain juga tak sesuai dengan pernyataan Desmond .

Baca juga: 4 RUU Ditunda, DPR Berharap Bisa Perbaiki Pasal-pasal Kontroversial

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: 26 Poin RUU KPK yang Berisiko Melemahkan KPK

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Tren
Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Tren
7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

Tren
Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU 'Self Service', Bagaimana Solusinya?

Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU "Self Service", Bagaimana Solusinya?

Tren
Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Tren
Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Tren
6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

Tren
BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

Tren
7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

Tren
Tentara Israel Disengat Ratusan Tawon Saat Lakukan Operasi Militer di Jalur Gaza

Tentara Israel Disengat Ratusan Tawon Saat Lakukan Operasi Militer di Jalur Gaza

Tren
5 Sistem Tulisan yang Paling Banyak Digunakan di Dunia

5 Sistem Tulisan yang Paling Banyak Digunakan di Dunia

Tren
BMKG Catat Suhu Tertinggi di Indonesia hingga Mei 2024, Ada di Kota Mana?

BMKG Catat Suhu Tertinggi di Indonesia hingga Mei 2024, Ada di Kota Mana?

Tren
90 Penerbangan Maskapai India Dibatalkan Imbas Ratusan Kru Cuti Sakit Massal

90 Penerbangan Maskapai India Dibatalkan Imbas Ratusan Kru Cuti Sakit Massal

Tren
Musim Kemarau 2024 di Yogyakarta Disebut Lebih Panas dari Tahun Sebelumnya, Ini Kata BMKG

Musim Kemarau 2024 di Yogyakarta Disebut Lebih Panas dari Tahun Sebelumnya, Ini Kata BMKG

Tren
Demam Lassa Mewabah di Nigeria, 156 Meninggal dalam 4 Bulan

Demam Lassa Mewabah di Nigeria, 156 Meninggal dalam 4 Bulan

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com