Sementara yang di Jonggol, jaraknya memang lebih dari 50 kilometer ke kantor namun harganya lebih murah. Riki memilih rumah di Citra Indah City yang hanya mengandalkan akses tol.
"Itu jaraknya 28 kilometer dari pintu tol Cibubur. Dari semua, yang masuk akal untuk pembeli pertama ya itu," kata Riki.
Ia hanya membayar DP 5 persen yakni sekitar Rp 20 juta, dan cicilan Rp 1,8 juta flat selama lima tahun.
Masalah muncul ketika Riki mulai menempati rumah itu sekitar tahun 2017.?? Ia harus bolak balik naik motor ke kantor.
Sebenarnya ada shuttle bus yang mengantarnya sampai Grogol, Jakarta Barat. Namun ongkosnya lumayan, Rp 18.000 sekali jalan.
Jika ditotal, sehari Riki harus merogoh kocek Rp 36.000 untuk pulang pergi, itu baru busnya.
Ia memilih mengendarai motor yang sehari bensinnya hanya menghabiskan Rp 25.000.
"Menyiasati dengan tidur di kantor dari Senin-Jumat. Jumat sore baru pulang ke rumah karena enggak kuat bolak-balik," kata Riki.
Namun setelah menikah tahun lalu, Riki tak bisa lagi melanjutkan kebiasaannya itu. Ia pun kembali naik motor bolak-balik Jonggol-Palmerah setiap hari.
"Tapi ngefek di badan. Akhirnya motor tinggal di rumah beralih ke bus," ujar Riki.
Kini, sebulan, Riki harus mengeluarkan sekitar Rp 1 juta untuk transportasi.
Tak semua orang beruntung dapat pinjaman dari keluarga atau dapat hadiah uang kaget. Bagi Anda yang hanya mengandalkan penghasilan sendiri, beli rumah bakal lebih sulit.
Perencana keuangan Budi Raharjo mengatakan selain harga yang mahal, milenial juga kesulitan beli rumah karena buruknya perencanaan keuangan.
Gaya hidup terutama di kota membuat pekerja mudah menghabiskan uang dan lupa menabung.
"Misalnya, selama ini dia nabung konvensional, berdasarkan perasaan aja. Sedangkan kalau kita lihat anak muda yang bisa beli aset, dia menyisihkan 50-60 persen penghasilannya. Itu pengorbanannya supaya dia beli aset," kata Budi.