Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini dalam Sejarah: Gempa, Tsunami, dan Likuefaksi Menghantam Palu

Kompas.com - 28/09/2019, 05:30 WIB
Rosiana Haryanti,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Setahun berselang, bencana gempa Palu masih terasa jelas di ingatan. Selama satu hari, wilayah Sulawesi Tengah diguncang 13 kali gempa bumi.

Berbagai wilayah terdampak bencana seperti Palu, Sigi, Parigi Moutong, dan Donggala mengalami kehancuran. Bahkan akses komunikasi di wilayah terdampak terputus. Tak lama setelah gempa terjadi, tsunami menghantam bibir pantai kota Palu, Donggala, dan Mamuju.

Gempa pertama yang terjadi pada pukul 14.00 WIB, mengakibatkan satu orang meninggal dunia, 10 orang luka, dan puluhan rumah rusak di Singaraja, Kabupaten Donggala.

Kemudian berturut-turut gempa susulan terjadi. Pada pukul 17.02 WIB, gempa dengan kekuatan 7,4 menerjang kembali. Adapun pusat gempa berada di kedalaman 10 kilometer di jalur sesar Palu Koro.

Baca juga: Peneliti Dunia Bikin Rekonstruksi Tsunami Palu, Apa Artinya Bagi Indonesia?

Saat itu, gempa membawa serta bencana tsunami ke perairan di Teluk Palu.

Sebelum terjadinya tsunami, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan status tsunami Siaga dan Waspada.

Namun, 30 menit setelah peringatan, BMKG mencabut statusnya pada pukul 17.37. Akan tetapi, tsunami benar-benar terjadi pada pukul 17.22 dengan ketinggian enam meter.

Bencana ini terjadi akibat adanya longsoran sedimen dasar laut di kedalaman 200-300 meter.

Sedimen dari sungai-sungai yang bermuara di Teluk Palu belum terkonsolidasi kuat sehingga runtuh dan longsor saat gempa, dan memicu terjadinya tsunami.

Sementara itu, di bagian luar dari Teluk Palu, tsunami disebabkan oleh gempa lokal.

Warga berdoa di tempat hilangnya anggota keluarga mereka di lokasi bekas bencana gempa dan likuefaksi di Perumnas Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (11/8/2019). Usai melaksanakan shalat Idul Adha, umat muslim korban bencana mendatangi lokasi permukiman penduduk yang hancur akibat gempa dan likuefaksi tersebut untuk mendoakan keluarga mereka yang meninggal dunia atau dinyatakan hilang dalam peristiwa tersebut.ANTARA FOTO/MOHAMAD HAMZAH Warga berdoa di tempat hilangnya anggota keluarga mereka di lokasi bekas bencana gempa dan likuefaksi di Perumnas Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (11/8/2019). Usai melaksanakan shalat Idul Adha, umat muslim korban bencana mendatangi lokasi permukiman penduduk yang hancur akibat gempa dan likuefaksi tersebut untuk mendoakan keluarga mereka yang meninggal dunia atau dinyatakan hilang dalam peristiwa tersebut.
Adapun titik tertinggi tsunami tercatat 11,3 meter, terjadi di Desa Tondo, Palu Timur, Kota Palu. Sedangkan titik terendah tsunami tercatat 2,2 meter, terjadi di Desa Mapaga, Kabupaten Donggala.

Selain gempa dan tsunami, masyarakat juga dikejutkan dengan fenomena likuefaksi yang menerjang wilayah Petobo, Palu. Saat itu, tanah di permukiman warga berubah menjadi lumpur layaknya cairan dan kehilangan kekuatannya.

Fenomena ini sendiri dapat terjadi jika terdapat material lepas berupa pasir dan lanau yang berada di bawah muka air tanah yang memungkinkan ruang pori antar butir terisi air.

Baca juga: Peneliti Dunia Rekonstruksi Tsunami Palu Berbasis Medsos, Seberapa Valid?

Kemudian, tanah yang terlikuifaksi tidak dapat menahan berat apapun yang berada di atasnya, baik itu berupa lapisan batuan di atasnya maupun bangunan yang akhirnya mengakibatkan hilangnya daya dukung pada pondasi bangunan.

Akibatnya, wilayah seluas 180,6 hektar di Petobo dan 202,1 hektar di Jono Oge, Kabupaten Sigi mengalami kehancuran luar biasa.

Di wilayah Petobo sendiri, likuefaksi mengakibatkan 2.050 bangunan mengalami kerusakan. Sementara di Jono Oge, sebanyak 366 bangunan mengalami kerusakan.

Bencana gempa, tsunami, serta likuefaksi yang terjadi dalam waktu satu hari ini menimbulkan banyak korban jiwa. Setidaknya tercatat ada 2.086 korban meninggal dunia, 671 orang hilang, dan 10.679 jiwa luka berat. Tercatat pula, sebanyak 82.775 warga mengungsi di sejumlah titik.

Tak hanya itu, sebanyak 67.310 rumah dan 2.736 sekolah rusak. Serta terdapat 20 fasilitas kesehatan dan 12 titik jalan rusak berat.

Sumber: Kompas.com (Fitria Chusna Farisa, Resa Eka Ayu Sartika, Gloria Setyvani Putri)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Duduk Perkara Kepala Bea Cukai Purwakarta Dibebastugaskan, Buntut Harta Kekayaan Tak Wajar

Duduk Perkara Kepala Bea Cukai Purwakarta Dibebastugaskan, Buntut Harta Kekayaan Tak Wajar

Tren
Ini yang Terjadi pada Tubuh Ketika Anda Latihan Beban Setiap Hari

Ini yang Terjadi pada Tubuh Ketika Anda Latihan Beban Setiap Hari

Tren
Pendaftaran Sekolah Kedinasan Dibuka Besok, Berikut Link, Jadwal, Formasi, dan Cara Daftar

Pendaftaran Sekolah Kedinasan Dibuka Besok, Berikut Link, Jadwal, Formasi, dan Cara Daftar

Tren
Ramai soal Ribuan Pendaki Gagal 'Muncak' di Gunung Slamet, PVMBG: Ada Peningkatan Gempa Embusan

Ramai soal Ribuan Pendaki Gagal "Muncak" di Gunung Slamet, PVMBG: Ada Peningkatan Gempa Embusan

Tren
Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Berhenti Minum Teh Selama Sebulan?

Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Berhenti Minum Teh Selama Sebulan?

Tren
Bisakah Hapus Data Pribadi di Google agar Jejak Digital Tak Diketahui?

Bisakah Hapus Data Pribadi di Google agar Jejak Digital Tak Diketahui?

Tren
Berapa Lama Jalan Kaki untuk Ampuh Menurunkan Kolesterol?

Berapa Lama Jalan Kaki untuk Ampuh Menurunkan Kolesterol?

Tren
Tragedi Biaya Pendidikan di Indonesia

Tragedi Biaya Pendidikan di Indonesia

Tren
Meski Tinggi Kolesterol, Ini Manfaat Telur Ikan yang Jarang Diketahui

Meski Tinggi Kolesterol, Ini Manfaat Telur Ikan yang Jarang Diketahui

Tren
Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 14-15 Mei 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 14-15 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] UKT dan Uang Pangkal yang Semakin Beratkan Mahasiswa | Kronologi Kecelakaan Bus Subang

[POPULER TREN] UKT dan Uang Pangkal yang Semakin Beratkan Mahasiswa | Kronologi Kecelakaan Bus Subang

Tren
NASA Tunjukkan Rasanya Masuk ke Dalam Lubang Hitam

NASA Tunjukkan Rasanya Masuk ke Dalam Lubang Hitam

Tren
Usai Ditekuk Arsenal, Atap Stadion Manchester United Jebol dan Air Membanjiri Lapangan

Usai Ditekuk Arsenal, Atap Stadion Manchester United Jebol dan Air Membanjiri Lapangan

Tren
Venezuela Akan Jadi Negara Pertama yang Kehilangan Gletser, Berikutnya Indonesia

Venezuela Akan Jadi Negara Pertama yang Kehilangan Gletser, Berikutnya Indonesia

Tren
Film Vina: Sebelum 7 Hari Dikritik, Ini Kata Lembaga Sensor Film

Film Vina: Sebelum 7 Hari Dikritik, Ini Kata Lembaga Sensor Film

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com