Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Apa Makanan Homo Sapiens Sekitar 170.000 Tahun Lalu?

KOMPAS.com - Homo sapiens atau manusia cerdas merupakan manusia purba yang telah mengalami evolusi selama ribuan tahun.

Memiliki sifat layaknya manusia modern, manusia jenis ini telah menggunakan akal dan mampu membuat peralatan sehari-hari.

Sama seperti manusia purba lain, Homo sapiens sekitar 170.000 tahun lalu menjalani kehidupan sederhana dengan berburu dan mengumpulkan makanan.

Manusia jenis ini juga tergolong kelompok pemburu-pengumpul, yakni masyarakat dengan metode bertahan hidup dengan menjelajah mencari hewan buruan atau tumbuhan untuk dimakan.

Lantas, apa yang dimakan Homo sapiens sekitar ratusan ribu tahun lalu?

Homo sapiens makan siput darat besar

Sebuah studi dalam Quaternary Science Reviews pada 15 April 2023 menunjukkan, Homo sapiens mengumpulkan siput darat besar dan memangganggnya untuk dikonsumsi.

Sebelumnya, bukti tertua Homo sapiens memakan siput darat diperkirakan berasal dari 49.000 tahun lalu di Afrika, dan 36.000 tahun lalu di Eropa.

Namun, puluhan ribu tahun sebelumnya, orang-orang di Afrika ternyata lebih dulu memanggang hewan berlendir dan penuh gizi ini.

Penemuan ini berasal dari analisis fragmen cangkang yang digali di Border Cave, sebuah gua di kawasan Afrika Selatan.

Dikutip dari laman Science News (3/4/2023), analisis tersebut menunjukkan bahwa kelompok pemburu-pengumpul secara berkala menempati lokasi untuk memanaskan siput darat besar di atas bara api.

Selesai memanaskan, manusia cerdas pun mengonsumsi siput yang tumbuh hingga sebesar tangan orang dewasa itu.

Konsumsi siput sejak 170.000 tahun lalu

Ahli kimia dari Royal Institute for Cultural Heritage Belgia, Marine Wojcieszak menjelaskan, kelezatan dan ukuran super menjadi sangat populer sekitar 160.000 dan 70.000 tahun yang lalu.

Bukan hanya itu, jumlah potongan cangkang siput yang digali secara substansial juga lebih besar di lapisan sedimen yang berasal dari periode waktu ini.

Oleh karenanya, penemuan baru di Border Cave ini menantang gagasan yang menyatakan kelompok manusia tidak mengonsumsi siput darat sampai zaman es berakhir, sekitar 15.000 hingga 10.000 tahun lalu.

Menurut Wojcieszak, jauh sebelum masa itu, kelompok pemburu-pengumpul di Afrika bagian selatan telah menjelajahi perdesaan untuk mengumpulkan siput darat besar.

Mereka kemudian membawa siput hasil buruan ke Border Cave untuk disimpan atau dibagikan kepada manusia lain.

Tim peneliti menduga, beberapa anggota kelompok yang tetap tinggal untuk mengumpulkan siput kemungkinan memiliki mobilitas terbatas lantaran faktor usia atau cedera.

"Protein siput yang mudah dimakan dan berlemak akan menjadi makanan penting bagi orang tua dan anak kecil, yang kurang mampu mengunyah makanan keras," kata Wojcieszak.

"Berbagi makanan (di Border Cave) menunjukkan bahwa perilaku sosial yang kooperatif telah ada sejak awal spesies kita," lanjutnya.

Sebelum studi yang terbit pada April ini, beberapa penggalian sebenarnya telah dilakukan di situs Border Cave sejak 1934.

Dalam penggalian terbaru yang berlangsung dari 2015 hingga 2019, Wojcieszak dan tim menemukan berbagai pecahan cangkang siput darat besar.

Sebagian besar di antaranya telah berubah warna karena terbakar, kecuali lapisan sedimen tertua yang berisi sisa-sisa api unggun dan aktivitas Homo sapiens lainnya.

Hasil analisis membuktikan, semua kecuali beberapa potong cangkang menunjukkan tanda-tanda telah terpapar panas dalam jangka panjang.

Hanya bagian bawah dari cangkang siput darat besar yang akan menempel pada bara selama memasak.

Kondisi tersebut kemungkinan menjelaskan campuran fragmen cangkang yang terbakar dan tidak terbakar yang digali di Border Cave.

Siput punya nilai gizi besar

Di sisi lain, berburu dan makan siput purba di kawasan Border Cave membantu menekan konsumsi moluska laut oleh manusia selama beberapa ribu tahun.

Arkeolog University of South Africa, Antonieta Jerardino mengatakan, penggalian sebelumnya di sebuah gua di ujung selatan Afrika Selatan menemukan bukti bahwa manusia memakan kerang, keong, dan moluska laut lain.

Konsumsi hewan laut bertubuh lunak tersebut ditemukan telah ada sekitar 164.000 tahun yang lalu.

Kendati demikian, Jerardino menambahkan, temuan ini kemungkinan berhubungan dengan evolusi otak manusia, mengingat nilai gizi siput darat yang besar.

"Mengingat nilai gizi siput darat yang besar, argumen sebelumnya bahwa memakan ikan dan keranglah yang memberi energi pada evolusi otak manusia mungkin telah dilebih-lebihkan," kata dia.

Sementara itu, arkeolog University of California, Teresa Steele mengungkapkan, bukan sesuatu yang mengherankan jika Homo sapiens kuno mengenali nilai gizi siput darat.

Mereka bahkan sesekali memasak dan memakannya sekitar 170.000 tahun yang lalu.

Namun, penelitian sebelumnya menemukan bukti bahwa orang-orang kuno di Border Cave telah memasak batang tanaman bertepung, memakan berbagai buah, serta berburu binatang kecil dan besar.

Oleh karena itu, konsumsi siput darat besar terus-menerus mulai sekitar 160.000 tahun lalu adalah sesuatu yang tidak terduga.

Homo sapiens yang mulai intensif mengonsumsi siput darat pun menimbulkan pertanyaan apakah perubahan iklim dan habitat mungkin telah mengurangi ketersediaan makanan lain.

 

https://www.kompas.com/tren/read/2023/07/29/103000565/apa-makanan-homo-sapiens-sekitar-170.000-tahun-lalu-

Terkini Lainnya

Kelompok yang Boleh dan Tidak Boleh Beli Elpiji 3 Kg, Siapa Saja?

Kelompok yang Boleh dan Tidak Boleh Beli Elpiji 3 Kg, Siapa Saja?

Tren
Jarang Diketahui, Ini Manfaat dan Efek Samping Minum Teh Susu Setiap Hari

Jarang Diketahui, Ini Manfaat dan Efek Samping Minum Teh Susu Setiap Hari

Tren
Pertamina Memastikan, Daftar Beli Elpiji 3 Kg Pakai KTP Tak Lagi Dibatasi hingga 31 Mei 2024

Pertamina Memastikan, Daftar Beli Elpiji 3 Kg Pakai KTP Tak Lagi Dibatasi hingga 31 Mei 2024

Tren
Benarkah Makan Cepat Tingkatkan Risiko Obesitas dan Diabetes?

Benarkah Makan Cepat Tingkatkan Risiko Obesitas dan Diabetes?

Tren
BMKG: Daftar Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 24-25 Mei 2024

BMKG: Daftar Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 24-25 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Ikan Tinggi Natrium, Pantangan Penderita Hipertensi | Sosok Pegi Pelaku Pembunuhan Vina

[POPULER TREN] Ikan Tinggi Natrium, Pantangan Penderita Hipertensi | Sosok Pegi Pelaku Pembunuhan Vina

Tren
8 Golden Rules JKT48 yang Harus Dipatuhi, Melanggar Bisa Dikeluarkan

8 Golden Rules JKT48 yang Harus Dipatuhi, Melanggar Bisa Dikeluarkan

Tren
Saat Prabowo Ubah Nama Program Makan Siang Gratis Jadi Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Saat Prabowo Ubah Nama Program Makan Siang Gratis Jadi Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Tren
Microsleep Diduga Pemicu Kecelakaan Bus SMP PGRI 1 Wonosari, Apa Itu?

Microsleep Diduga Pemicu Kecelakaan Bus SMP PGRI 1 Wonosari, Apa Itu?

Tren
Ilmuwan Temukan Kemungkinan Asal-usul Medan Magnet Matahari, Berbeda dari Perkiraan

Ilmuwan Temukan Kemungkinan Asal-usul Medan Magnet Matahari, Berbeda dari Perkiraan

Tren
5 Fakta Penangkapan Pegi Pembunuh Vina: Ganti Nama, Pindah Tempat, dan Jadi Kuli

5 Fakta Penangkapan Pegi Pembunuh Vina: Ganti Nama, Pindah Tempat, dan Jadi Kuli

Tren
Detik-detik Panggung Kampanye Capres di Meksiko Dihantam Angin, Korban Capai 9 Orang

Detik-detik Panggung Kampanye Capres di Meksiko Dihantam Angin, Korban Capai 9 Orang

Tren
Daftar Libur Nasional dan Cuti Bersama Juni 2024, Ada 3 Tanggal Merah

Daftar Libur Nasional dan Cuti Bersama Juni 2024, Ada 3 Tanggal Merah

Tren
146 Negara yang Mengakui Palestina sebagai Negara

146 Negara yang Mengakui Palestina sebagai Negara

Tren
Kasus Kanker Penis Naik di Dunia, Kenali Penyebab dan Gejalanya

Kasus Kanker Penis Naik di Dunia, Kenali Penyebab dan Gejalanya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke