Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Polisi Sebut Kasus Anak Diperkosa 11 Pria sebagai Persetubuhan di Bawah Umur, Ini Penjelasan Pakar Hukum

Pihak kepolisian daerah Sulawesi Tengah menyatakan kejadian ini sebagai kasus persetubuhan di bawah umur, bukan pemerkosaan.

"Ini bukan kasus pemerkosaan, tetapi kasus persetubuhan anak di bawah umur," kata Kapolda Sulteng Irjen Pol Agus Nugroho, dikutip dari Kompas.com, Kamis (1/6/2023).

Agus menjelaskan, tindakan ini disebut sebagai persetubuhan anak di bawah umur karena para tersangka tidak melakukannya secara paksa melainkan dengan bujuk rayuan dan iming-iming.

"Tindakan para tersangka dilakukan sendiri-sendiri, tidak secara paksa melainkan ada bujuk rayuan dan iming-iming bahkan dijanjikan menikah," jelas Agus.

Berdasarkan KUHP, benarkah kasus ini merupakan persetubuhan anak di bawah umur dan bukan pemerkosaan?

Penjelasan pakar hukum

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menjelaskan istilah perkosaan sebagai persetubuhan secara paksa yang bisa dialami wanita dewasa maupun anak-anak.

"Perkosaan itu persetubuhan yang dilakukan secara paksa dan biasanya mengandung unsur kekerasan," jelasnya kepada Kompas.com, Kamis (1/6/2023).

Menurut dia, unsur pemaksaan dalam pemerkosaan bisa terjadi berupa perkataan verbal atau memaksa dengan perbuatan langsung.

Fickar menilai, rayuan dan iming-iming yang ditawarkan pelaku kepada korban sebagai bagian dari paksaan halus secara ekonomis.

Dalam kasus ini, ia melihat unsur paksaan dalam kasus pemerkosaan dapat terletak pada hubungan antara orang dewasa dan anak-anak.

Contohnya, secara psikologis, ekonomis, dan jenjang jabatan dalam satu organisasi.

"Jadi, selama ada pola relasi yang tidak seimbang, maka di situ terhimpit 'unsur paksaan' minimal secara psikologis," jelasnya.

Ia menegaskan, pasal pemerkosaan anak di bawah umum seharusnya bisa diterapkan karena rayuan dan iming-iming termasuk bentuk paksaan psikologis terutama pada korban yang belum dewasa.

"Apalagi dilakukan oleh 11 orang, itu sudah jelas terbukti perkosaan," tambah dia.

Terpisah, ahli hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Muchamad Iksan membenarkan bahwa suatu kasus disebut pemerkosaan jika memenuhi unsur kekerasan atau ancaman kekerasan.

"Kalau betul tidak dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, berarti memang bukan pemerkosaan, tapi perbuatan cabul/persetubuhan terhadap anak," jelasnya terpisah, Kamis (1/6/2023).

Menurutnya, kasus rayuan dan iming-iming yang didapatkan anak RO bisa masuk kategori perbuatan cabul, termasuk persetubuhan, terhadap anak sesuai Pasal 82 UU Perlindungan Anak.

Keduanya memiliki perbedaan. Pemerkosaan memiliki ancaman pidana lebih berat daripada perbuatan cabul atau persetubuhan yang dialami korban orang dewasa.

"Tapi kalau korban pemerkosaan atau perbuatan cabul itu anak, kurang dari 18 tahun, maka berlaku aturan lex specialis, dalam hal ini UU Perlindungan Anak," ujar Iksan.

Berdasarkan UU Perlindungan Anak Pasal 81, ancaman pidana perbuatan cabul terhadap anak sama beratnya dengan pemerkosaan.

Iksan menjelaskan, perbuatan cabul terhadap anak dapat dilakukan dengan kekerasan, ancaman kekerasan, pemaksaan, tipu muslihat, kebohongan, dan bujukan.

"Ancaman pidananya minimal 5 tahun penjara dan maksimal 15 tahun serta denda paling banyak Rp 5 miliar," lanjut dia.

Korban pemerkosaan 11 pria

Diberitakan sebelumnya, RO menjadi korban pemerkosaan oleh 11 pria pada April 2022 hingga Januari 2023.

Pelaku pemerkosaan terdiri dari guru sekolah dasar, petani, kepala desa, wiraswasta, pengangguran, termasuk seorang anggota Brimob.

Kasus terungkap setelah korban melapor bersama ibu kandungnya ke Polres Parigi Moutong pada Januari 2023 usai mengalami sakit pada bagian perut.

Saat ini, korban masih dirawat intensif di salah satu RS di kota Palu, Sulawesi Tengah.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/06/02/123000165/polisi-sebut-kasus-anak-diperkosa-11-pria-sebagai-persetubuhan-di-bawah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke