Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengapa Bangunan Kuno Bisa Bertahan Ribuan Tahun hingga Kini? Ini Penjelasan Arkeolog

Obrolan tersebut muncul dalam unggahan akun Twitter ini pada Rabu (26/4/2023).

Melalui unggahannya, warganet tersebut bertanya mengenai alasan bangunan seperti Tembok Besar China dan Candi Borobudur bisa tetap kokoh hingga saat ini.

Sebagai catatan, Tembok Besar China dibangun pada era Kaisar Qin Shi Huang di tahun 221 SM. Sementara Candi Borobudur didirikan pada masa pemerintahan Dinasti Syailendra antara 750-842 Masehi.

Hingga Senin (1/5/2023), unggahan tersebut telah tayang sebanyak 1,9 juta kali, disukai 36.300 akun Twitter, dan dibagikan 2.348 kali.

Penjelasan arkeolog

Profesor dari Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) Universitas Indonesia (UI) Agus Aris Munandar mengungkapkan, ada bangunan bersejarah yang memang bisa bertahan hingga sekarang. Namun kenyataannya, ada lebih banyak bangunan yang rusak.

"Ya sedikit sebenarnya yang bertahan," ujarnya kepada Kompas.com, Senin (1/5/2023).

Ia menjelaskan, ada dua sebab utama mengapa sebuah bangunan mengalami kerusakan.

Yang pertama adalah faktor alam, seperti bencana alam atau serangan hewan yang membuat bangunan rusak.

Kedua adalah faktor manusia, seperti konflik, diabaikan, diruntuhkan, atau diganti bangunan baru.

"Yang bertahan itu karena tidak terkena gangguan dari sebab satu dan dua," lanjutnya.

Agus menambahkan, bangunan yang bahannya bagus, kuat, dan tahan cuaca tetap akan rusak jika tidak secara sengaja dirawat oleh manusia.

Ketika ada yang rusak, menurutnya, ada dua opsi yang akan muncul.

"Dibiarkan rusak atau sekalian dihancurkan. Kalau ada nilai penting di dalam bangunan itu, barulah diadakan perbaikan," jelas dia.

Cara memperbaiki bangunan kuno

Menurutnya, bangunan bersejarah yang ada sejak zaman kuno tetap bisa diperbaiki. Umumnya, masyarakat awam bisa memperbaikinya agar kembali kuat dan bisa digunakan lagi.

"Jika mengikuti kaidah ilmiah arkeologi, ya ada syaratnya," kata Agus.

Berikut sejumlah aturan yang dilakukan arkeolog dalam memperbaiki bangunan kuno:

  • Tidak mengubah bentuk asli
  • Menggunakan bahan yang sama
  • Menggunakan satuan ukur yang sama
  • Tetap di lokasi asli, tidak ada penambahan atau pelebaran bangunan
  • Menggunakan warna yang sama
  • Teknologi mengikuti cara pembuatan zaman dulu.

"Jika ada keadaan darurat yang membahayakan kondisi bangunan, baru boleh ada penambahan-penambahan bahan, teknologi, dan lainnya," lanjutnya.

Agus menegaskan, bangunan bersejarah atau cagar budaya yang ingin diperbaiki harus mengikuti wujud aslinya. Jika tidak, perbaikan tidak bisa dilakukan dan justru berpotensi membuat bangunan yang benar-benar baru.

"Yang berdiri kokoh biasanya sedikit, dan bisa jadi sudah dilakukan upaya pelestarian. Oleh karena itu upaya pelestarian menjadi penting," jelasnya kepada Kompas.com, Senin (1/5/2023).

Menurutnya, teknik pembangunan zaman dulu ikut memengaruhi kualitas bangunannya hingga bisa bertahan sampai saat ini. Hal tersebut tentu sangat mengandalkan keahlian dan kemampuan orang yang membangunnya.

"Pengetahuan mengenai material atau bahan dan teknik membangun memengaruhi ketahanan bangunan dalam skala waktu," ujar Ariko.

Ia menyebut, bangunan kayu dari jati atau ulin cenderung lebih mampu bertahan lama. Kondisi ini terjadi sebelum ditemukan beton bertulang di Indonesia.

"Bangunan pada era kolonial pun demikian, tidak semuanya dalam kondisi baik hari ini, terutama yang masih menggunakan struktur bata sebagai pemikul beban," lanjutnya.

Ariko menyebut, bangunan masa lalu sengaja dibuat dengan mempertimbangkan daya tahan, daya dukung untuk beban vertikal atau horizontal dari angin dan gempa, serta kerentanan terhadap bahaya kebakaran.

Bangunan yang rusak akan diperbaiki menggunakan material dan teknik aslinya. Namun, kalau tidak memungkinkan, bisa ada penguatan dengan bahan dan teknik pembangunan yang berbeda.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/05/01/173000365/mengapa-bangunan-kuno-bisa-bertahan-ribuan-tahun-hingga-kini-ini-penjelasan

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke