Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

3 Alasan Tingkat Kebahagiaan Remaja Korsel Rendah

Oleh: Alifia Putri Yudanti dan Ikko Anata

KOMPAS.com - Korea Selatan adalah negara dengan tingkat kompetitif yang cukup tinggi. Tidak hanya di pekerjaan, sejak duduk di bangku sekolah, anak-anak di negara tersebut sudah harus berkompetisi satu sama lain.

Selain bidang akademik, hal ini juga menimpa mereka yang merupakan trainee dalam sebuah agensi. Untuk berhasil debut, mereka harus melewati berbagai tahapan dan masa pelatihan yang tak sebentar. Itu sebabnya, mereka sudah dituntut untuk menjadi lebih kuat.

Namun, perasaan untuk memendam emosi ini dibantah oleh Jimin BTS dalam lagu terbarunya “Set Mee Free Pt.2”. Dalam Kamjagiya Korea! episode “Sisi Baru Jimin BTS Lewat Lagu Set Me Free Pt. 2” dengan tautan akses dik.si/KamKorJimin, dijelaskan lagu ini memiliki arti yang mendalam.

Lagu ini justru memvalidasi segala perasaan yang sedang kita alami. Selain itu, Jimin mendukung kita untuk membebaskan emosi yang terpendam agar mampu jadi pribadi yang lebih baik.

Hal ini tentunya bisa memberikan pandangan baru untuk anak muda di seluruh dunia lewat musiknya.

Lantas, mengapa anak-anak dan remaja di Korea Selatan memiliki tingkat bahagia yang rendah?

1. Kekhawatiran akan Karier

Meskipun Korea Selatan kini sedang menjadi sorotan masyarakat dunia, namun hal ini tak sebanding dengan kehidupan warganya. Mereka pun masih dihantui ketidakpastian soal karier atau prospek pekerjaan.

Kekhawatiran inilah yang menjadi penyebab kematian tertinggi, yaitu bunuh diri pada remaja (15–24 tahun).

Hal inilah yang membuat mereka berlomba-lomba agar mampu menjajaki kampus-kampus dengan peringkat tinggi, seperti Universitas Yonsei, University of Korea, dan Seoul National University.

Dengan menempuh pendidikan di tiga kampus tersebut, masa depan mereka jauh lebih terjamin.

Itu sebabnya, saat mendekati ujian masuk perguruan tinggi, tingkat kecemasan mereka pun meningkat. Sementara itu, sekolah semakin mengetatkan pembelajaran agar mereka semakin fokus.

Di sisi lain, orangtua juga memaksa mereka untuk mengikuti les tambahan hingga tengah malam.

Mengutip ICEF Monitor, meskipun memiliki hasil yang baik dalam ujian, minat dan tingkat kepuasan siswa di Korea Selatan masih sangat rendah.

Menurut Institut Kurikulum dan Evaluasi Korea, ini disebabkan para siswa di sana belajar dengan intensi hanya untuk persiapan ujian masuk universitas, bukan untuk memperdalam kemampuan diri.

2. Tekanan Keluarga Berlebih

Kebijakan untuk memadatkan jam belajar tentu bukan tanpa sebab. Justru, orangtua yang menjadi akar permasalahan ini. Dalam drama Korea yang mengangkat kisah anak sekolah, kita sering menemukan anak-anak yang diberi tekanan tinggi untuk selalu berhasil oleh orangtuanya.

Jika gagal, orangtua pun tak akan segan memberi hukuman kepada anak-anak mereka. Ini dilakukan dengan dalih orangtua berusaha keras untuk memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya.

Sebagian besar orang Asia memang sangat memuja dunia akademis dan memandang pendidikan sebagai cara untuk meraih kesuksesan dan membawa kehormatan bagi keluarga.

Pola pikir bahwa kesuksesan hanya dapat diraih melalui akademik tentu memberi tekanan bagi para remaja di sana.

Bahkan, artikel “An Assault Upon Our Children” yang ditulis oleh Koo Se Woong mengungkapkan hal unik saat ia mengajar bahasa Inggris tingkat lanjut kepada anak usia 11 tahun di Gangnam, yang merupakan lingkungan kaya.

Menurutnya, para siswa terlihat serius belajar tetapi mata mereka tampak mati. Ketika ia bertanya apakah anak-anak itu bahagia, seorang gadis dengan ragu mengangkat tangannya. Ia mengatakan bahagia saat ibunya pergi karena yang ibunya sering mencaci atas prestasi akademisnya.

Tingginya tekanan ini dibuktikan oleh survei Korea Herald yang menunjukkan hampir 34 persen remaja Korea Selatan berpikir untuk bunuh diri karena tekanan akademik.

Survei Institut Kebijakan Pemuda Nasional juga mengungkapkan 33,8 persen siswa yang disurvei mengatakan bahwa mereka pernah mempertimbangkan untuk bunuh diri.

3. Tingkat Perundungan Tinggi

Selain karena akademik, para remaja di Korea Selatan juga harus menghadapi salah satu masalah yang masih menjadi tantangan besar bagi pemerintah di sana. Data dalam Korea Times menunjukkan kasus perundungan pada 2021 meningkat 7,300 kasus dibandingkan tahun sebelumnya.

Jika melihat drama The Glory, tingkat perundungan di Korea Selatan memang berada di tahap yang mengerikan. Bahkan, pemerintah pun memiliki klasifikasi khusus berdasarkan level untuk kasus perundungan.

Tak hanya dalam bentuk verbal, para remaja di sana pun tak segan-segan untuk merundung fisik korban hingga membuat mereka tertekan. Terkadang pula perundungan ini bisa berlangsung hingga korban dewasa sehingganya membuat hidup korban sangat tersiksa.

Ingin tahu informasi terkini lainnya seputar grup idola hingga budaya Korea? Yuk, dengarkan Kamjagiya Korea! hanya di Spotify. Akses juga episode-episode lainnya yang tak kalah seru dalam playlist YouTube Medio by KG Media.

Dengarkan pula informasi lebih lanjut seputar lagu terbaru Jimin BTS dalam Kamjagiya Korea! episode “Sisi Baru Jimin BTS Lewat Lagu Set Me Free Pt. 2” dengan tautan akses dik.si/KamKorJimin.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/04/05/060000765/3-alasan-tingkat-kebahagiaan-remaja-korsel-rendah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke