Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Analisis Sosial Fenomena Remaja SCBD, Apa yang Terjadi?

KOMPAS.com - Kemunculan remaja-remaja SCBD (Sudirman, Citayam, Bojong Gede, Depok) yang sering nongkrong di Dukuh Atas, Sudirman, Jakarta Pusat beberapa waktu terakhir, berhasil mencuri perhatian masyarakat.

Mereka tampil dengan gaya pakaian yang eksentrik nan kekinian, mengikuti tren karyawan SCBD (Sudirman Central Businesses District) yang terkenal memiliki gaya fesyen trendi juga modis.

Beberapa dari remaja berusia belasan tahun ini bahkan memiliki popularitas tinggi dan kini dikenal sebagai "penguasa" SCBD.

Salah satunya adalah Roy, yang ditawari tawaran beasiswa kuliah dari Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, namun ia menolak tawaran pendidikan itu.

Fenomena remaja SCBD dan analisis sosiolog

Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartiko melihat fenomena remaja SCBD tersebut sebagai fenomena sosial di mana para generasi muda ingin menunjukkan eksistensinya.

"Penampilan-penampilan ekspresi anak muda itu, mereka berusaha untuk menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang, generasi yang update, yang tidak old fashion, tidak kedaluwarsa atau tradisional. Tapi mereka generasi yang mengikuti zaman. Jadi mereka itu up to date," ujarnya kepada Kompas.com, Kamis (14/7/2022).

Drajat menambahkan, keberadaan remaja pinggiran ibu kota di salah satu kawasan elit Jakarta tersebut dapat diartikan sebagai upaya bahwa mereka ingin menunjukkan kelas mereka.

Remaja-remaja tersebut, imbuhnya ingin masyarakat mengetahui bahwa mereka adalah kelompok masyarakat yang mapan, bukan marginal atau tertinggal.

Ketiga, dosen Sosiologi UNS itu melihat keberadaan remaja-remaja tersebut sebagai bentuk pembuktian, bahwa mereka adalah generasi yang mampu menyelesaikan masalah secara mandiri.

"Menunjukkan bahwa mereka itu mandiri, mereka generasi-generasi sekarang itu cenderung untuk memiliki spirit bahwa saya bisa menyelesaikan masalah sendiri. Ini penting untuk menunjukkan eksistensi mereka di sana, di dalam masyarakatnya," jelas Drajat.

Eksistensi remaja 

Generasi sekarang, menurut Drajat, memiliki 3 arena yang digunakan untuk tampil menunjukkan eksistensinya.

"Pertama fashion, kedua food, ketiga adalah fun. Jadi ada arena-arena untuk mereka bisa menampilkan fesyennya, juga bisa menampilkan melalui makanan-makanan yang mereka makan, dan juga kepada hiburan-hiburan yang mereka ikuti," papar dia.

Semua itu kemudian akan ditampilkan melalui foto, video, atau konten lain dan diunggah di beragam platform media sosial, sebagai bukti eksistensi generasi yang kekinian.

Aktivitas unjuk eksistensi ini menjadi penting di era masyarakat digital.

Pasalnya di masa kini banyak pemuda di berbagai belahan dunia bisa meraih kesuksesan di usia muda, bahkan kesuksesan diraih dalam waktu yang singkat.

"Mereka (remaja SCBD), walaupun tidak secara nyata bisa seperti itu, tapi mereka harus bisa menampilkan eksistensi dirinya, identitas dirinya, mampu seperti itu. Mampu mapan, mandiri, update, sehingga mereka akan mendapat pengakuan paling tidak dari teman-temannya sendiri, selain juga dari masyarakat yang lain," ungkap dia.

Drajat menambahkan, sebenarnya pakaian yang mereka gunakan saat nongkrong di SCBD mungkin bukanlah pakaian baru dengan harga mahal, atau produk asli. Tapi, mereka tidak menjadikannya masalah.

"Bisa saja fesyen-fesyen yang mereka tampilkan ini bukan yang baru, bukan asli mereka beli, bisa jadi mereka pinjam, beli second, tapi mengekspresikan di dalam media-media sosial itu lebih ditampilkan gaya tampilnya daripada fesyennya itu," katanya lagi.

Dampak fenomena remaja SCBD

Meski terlihat remeh, namun fenomena remaja SCBD ini ternyata bisa mendatangkan dampak yang besar, terutama di industri fesyen dan industri-industri pendukungnya.

Misalnya industri aksesoris, produk kecantikan, dan sebagainya.

"Ini menjadi lahan yang paling dikenal sebagai bentuk perkembangan konsumsi kolektif di dalam masyarakat kapitalis," kata Drajat.

"Aspek yang ditampilkan di dalam fashion, food, dan fun itu lebih bersifat konsumtif ketimbang sebuah nilai-nilai produktif," pungkasnya.

https://www.kompas.com/tren/read/2022/07/14/190500965/analisis-sosial-fenomena-remaja-scbd-apa-yang-terjadi-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke