Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Gugur Gunung, Gamelan dan Filosofi Pancasila Era Digital

(Ayo teman-teman, bekerja untuk lingkungan, sini-sini-sini, gotong royong saling rukun dan bersama -sama dengan teman-teman, dengan tulus dan legowo untuk kemuliaan negara)

Cuplikan tembang Gugur Gunung itu tampak dinikmati oleh penabuh gamelan dari kelompok Sang Bagaskara di Buenos Airos Argentina.

Chanel YouTube dari Sudiharto Udik mengunggah rekaman aktivitas para “bule” Argentina yang memainkan kerawitan dengan tembang dari Jawa itu.

Dengan kecanggihan digital propaganda budaya mudah dilakukan dan disebarkan.

Lagu Gugur Gunung mengingatkan akan budaya bangsa yang mengutamakan gotong royong, bersama bekerja rukun, tanpa sekat apapun yang menghalangi. Tulus bekerja untuk kemuliaan negara atau kemajuan bangsa.

Sontak suara tepuk membahana ketika gamelan selesai dimainkan.

Melihat perkembangan sosial politik saat ini, apalagi membaca berita-berita di koran dan media online, banyak berita tidak elok lalu-lalang membuat masyarakat terutama netizen begitu mudah bertengkar, beradu komentar, kasar dan kurang mencerminkan budaya masyarakat timur.

Kebanyakan waton suloyo atau istilah lainnya asal beda.

Beberapa waktu belakangan ini, saya sering mengamati video di YouTube. Judul-judul clickbait, serba bombastis dan terlalu memaksa diri.

Mungkin anggap saja karena ingin banyak ditonton, maka judul video sengaja dibuat bombastis, dan membuat calon penonton pengin melihat apa sih isinya.

Ternyata, oh ternyata judul lebih banyak menipu, sedangkan isinya tidak berbanding lurus dengan judulnya.

Beda dengan video tentang budaya. Cukup adem dan ketika membukanya bikin terharu dan sekaligus prihatin.

Sudah banyak tayangan tentang gamelan yang menjadi magnet bagi orang asing untuk mempelajarinya.

Bebunyian gamelan dengan akord, serta titi nada yang beda dengan kebanyakan partitur musik lainnya yang ada di dunia ini.

Ternyata gamelan meskipun kelihatan sederhana, jauh lebih rumit memainkannya tanpa diikuti rasa dan keinginan kuat untuk mencoba memainkannya serta keinginan bekerja sama.

Banyak jenis tetabuhan gamelan yang bunyinya hampir mirip, namun fungsi serta titi nadanya berbeda.

Masing-masing saling mengisi, saling memberi kekuatan dan membuat suara yang terdengar di telinga sangat indah dan merdu.

Siapa yang menciptakan gamelan? Untuk apa gamelan diciptakan. Sekadar hiburan atau hanya sebuah kegiatan tanpa makna?

Gamelan menurut sejarahnya diciptakan sekitar tahun 326 Saka (404 Masehi). Tetabuhan gamelan di temukan di relief Candi Borobudur.

Pada perkembangan selanjutnya gamelan yang berarti memukul atau menabuh dengan kata dasar (ng)gamel .

Secara keseluruhan gamelan berarti seperangkat alat musik yang dimainkan dengan cara ditabuh atau dipukul.

Kendang, bonang barung, bonang penerus, Slentem, Gender, ketuk kenong, Saron, saron peking, demung, gambang, gong adalah nama gamelan yang biasa dimainkan.

Masing-masing alat punya keistimewaan sendiri. Bonang barung dan bonang penerus biasa dimainkan untuk saling mengisi.

Istilahnya “imbal”, yaitu saling bergantian dan saling mengisi sehingga menciptakan harmoni suara yang mentakjubkan.

Ada beberapa rumus imbal yang harus dipelajari. Demikian juga dengan saron yang sering dipukul bergantian saling mengisi atau kejar mengejar dengan titi nada yang diciptakan untuk memperoleh harmoni saling mengisi, saling memberi sentuhan nada yang indah.

Demikian juga dengan alat yang lain yang mempunyai fungsi masing-masing.

Banyak filosofi terkait dengan gamelan yang bisa ditiru dalam relasi dengan antarmanusia. Apalagi diterapkan pada tata kehidupan bernegara.

Yang bisa dipahami dari gamelan adalah jika hanya satu gamelan yang dipukul tetap berbunyi indah kalau dipukul dengan menggunakan titi nada yang jelas dan pas.

Namun jauh lebih indah jika gamelan dimainkan bersama dengan memaksimalkan kelebihan masing-masing alatnya.

Dari alat-alat yang berbeda muncul suara yang nyaman didengar, bisa bermakna megah, damai, bisa memberi terapi pada pikiran, jiwa saat mendengarkan alunan gamelan yang dipukul lembut.

Bisa menjadi sebuah latar belakang musik untuk mengiringi tarian, wayang, ketoprak, tari tradisional.

Gamelan ternyata bukan hanya bisa dinikmati oleh orang Jawa saja sebagai pencipta alat musik gamelan.

Gamelan telah melanglang buana di hampir semua benua. Banyak komunitas masyarakat pencinta musik dan budaya mempelajari gamelan.

Amerika, Rusia, Eropa (Inggris, Jerman, Belanda dan beberapa negara Eropa lain), terutama universitas yang membuka mata kuliah musik tradisional, atau musik etnis. Juga di Selandia Baru, Australia, Argentina, Jepang, Korea Selatan.

Melihat antusiasme masyarakat dunia pada gamelan betapa Indonesia harus berbangga, sebab dengan budaya terutama dari hasil kesenian dan kerajinan telah membuat Indonesia terkenal.

Nilai-nilai positif dan kekuatan budaya Indonesia menjadi andalan untuk ekspansi menguasai dunia dan berlari mengejar ketertinggalan dengan negara-negara yang sudah lebih maju.

Kebanggaan itu sekaligus juga ironis, karena ternyata banyak anak muda Indonesia malah gandrung dengan budaya barat dan juga yang berasal dari Korea dan Jepang. Sementara gamelan mulai menjadi musik favorit di mancanegara.

Banyak universitas di Inggris mempunyai alat musik gamelan. Mereka mempunyai kelompok untuk memainkannya.

Mereka tidak tanggung-tanggung belajar dan melestarikan budaya Indonesia di negaranya, sementara generasi penerus Indonesia apakah banyak mengenal seni budaya asli?

Semoga catatan penulis salah. Dari beberapa pementasan yang sering penulis lihat baik di televisi, media sosial maupun penampilan live sebetulnya banyak muda suka dengan alat musik gamelan.

Namun banyak instansi, lembaga pendidikan dan komunitas sosial jarang yang mau menyediakan dan membiayai untuk membeli alat musik tradisional.

Sayang jika suatu saat nanti kalau mau menikmati gamelan harus ke Inggris, Rusia, Jepang, ataupun Australia.

Saatnya merangkul budaya sebagai salah satu cara untuk membangun budaya politik yang lebih santun, saling mengisi, bersaing dan berkejaran dalam harmoni, bukan saling menjatuhkan.

Kalau membunyikan gamelan tanpa adab, tanpa harmoni dan tanpa aturan hasilnya hanya bunyi yang bikin rusak telinga, bikin emosi.

Pancasila tidak perlu dipanggungkan di forum debat, cukup perkenalkan lewat jalur budaya. Dengarkan musiknya, pahami syairnya dan unduh semangat yang tersirat dalam lagu tersebut.

Para politisi dan pemimpin belajarlah dari alat musik gamelan. Karena jika benar-benar dipraktikkan maka alangkah maju dan kuatnya negeri ini.

Yang terjadi saat ini politik tampak gaduh karena nadanya saling menjatuhkan bukan saling mengisi menuju kesempurnaan.

https://www.kompas.com/tren/read/2022/06/02/140000165/gugur-gunung-gamelan-dan-filosofi-pancasila-era-digital

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke