Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengenang Ki Manteb Soedharsono, Si "Dalang Setan"...

KOMPAS.com - Dalang kondang Ki Manteb Soedharsono meninggal dunia, Jumat (2/7/2021) pada pukul 09.45 WIB di kediamannya di Karanganyar, Jawa Tengah.

Diberitakan Kompas.com, Jumat (2/7/2021), keponakan Ki Manteb, Ade Irawan, mengatakan Ki Manteb meninggal setelah kelelahan dan sakit.

Ade menceritakan pada 27 Juni 2021, Ki Manteb masih mengadakan pentas wayang secara live streaming di rumah.

Lalu, dia kelelahan dan diberi infus oleh dokter. Ki Manteb mulai sakit hari Senin, 28 Juni 2021.

"Bapak sakit dirawat di rumah. Diinfus di rumah, dioksigen di rumah. Terus tadi pukul 09.45 WIB meninggal," kata Ade yang juga Sekretaris Desa Doplang, Karanganyar, itu.

Informasi terakhir menyebutkan, Ki Manteb tengah menjalani isolasi mandiri setelah dinyatakan positif Covid-19 pada Kamis (1/7/2021). Pemakamannya pun dilakukan dengan protokol Covid-19.

Mengenang sosok Ki Manteb Sudharsono

Melansir buku Ki Manteb Soedharsono karya Nurdiyanto dan Sri Retna Astuti yang diunggah di laman Kemdikbud, Ki Manteb Soedharsono merupakan salah seorang dalang kondang (terkenal), baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Ki Manteb Soedharsono lahir dan dibesarkan di tengah keluarga dalang. Kedua kakeknya (dalang Tusi) adalah seorang dalang kondang.

Dia lahir pada 31 Agustus 1948 di Dusun Jatimalang, Desa Palur, Kecamatan Majalaban, Kabupaten Sukoharjo.

Ayahnya Ki Hardjo Brahim Hardjowiyono juga seorang dalang, sedangkan ibunya adalah pesinden dan pengrawit.

Sejak kecil, Ki Manteb Soedharsono sangat rajin dan tekun mengikuti pementasan orangtuanya.

Pengalaman masa kecilnya yang begitu akrab dengan seluk beluk dunia pewayangan telah membentuk pribadi Ki Manteb Soedharsono kaya akan memori dunia pertunjukan wayang kulit.

Kedisiplinan sang ayah dalam mendidik, menjadikan kemampuan dan ketrampilan Manteb kecil terus berkembang.

Saat berusia 5 tahun, Manteb sudah dapat memainkan wayang dan menabuh beberapa instrumen gamelan seperti demung, bonang, dan kendang.

Dia pun pernah dikenal sebagai tukang kendang cilik yang mumpuni dan sering mengiringi pertunjukan wayang yang digelar oleh dalang sepuh, yaitu Ki Warsino dari Baturetno, Wonogiri.

Selain itu, ia juga banyak berguru pada dalang-dalang yang lebih senior.

Menatah wayang pun juga diajarkan oleh Ki Hardjo Brahim kepadanya. Tidak mengherankan, ketika berusia 10 tahun, Ki Manteb Soedharsono sudah mampu menatah wayang kulit dengan baik.

Bahkan, Ki Manteb Soedharsono sering membuat wayangnya sendiri.

Tuntutan dan tantangan dari ayahnya untuk meneruskan garis dinasti dalang kondang, memacu Ki Manteb Soedharsono untuk berjuang keras dan berlatih, dibarengi dengan proses tirakat laku batin yang dilakoninya dengan sungguh-sungguh dan total.

Julukan "Dalang Setan"

Pada pertengahan 1980, Ki Manteb mencapai puncak ketenarannya saat memainkan wayang (sabetan).

Ki Manteb mendapatkan julukan dari penggemarnya sebagai "Dalang Setan" karena keterampilannya dalam menggerakkan wayang (sabetan) yang sangat cepat.

Manteb juga dianggap sebagai pelopor perpaduan seni pedalangan dengan peralatan musik modern.

Pada 1990-an, tingkat popularitas Ki Manteb Soedharsono melebihi dalang Ki Anom Suroto yang terkenal mahir olah suara.

Pada 2004, Ki Manteb memecahkan rekor Muri mendalang selama 24 jam 28 menit tanpa istirahat.

Dari profesi mendalang ini, dia mendapatkan gelar kehormatan sebagai abdi dalem anon-anon dari Sri Susuhunan Pakubuwono XII dengan nama KRT. Lebdadipuro.

Ki Manteb Soedharsono juga mendapat beberapa penghargaan salah satunya yaitu Anugerah Satya Lencana Kebudayaan dari Presiden Suharto pada 1995.

Dia mampu menciptakan sanggit lakon yang berbeda dengan lakon-lakon konvensional serta mampu menuangkannya ke dalam garap pakeliran.

Dalam pementasannya, Manteb berani memberikan inovasi-inovasi pada gending, lakon, dan menampilkan bintang tamu sehingga pementasannya menjadi lebih segar.

Dia telah menciptakan banyak lakon. Adapun yang paling terkenal adalah lakon Banjaran Bima.

Banyak hal yang bisa diteladani dari Ki Manteb Soedharsono yaitu kesederhanaan, kesetiakawanan, dan konsistensinya bahwa semua hidupnya diabdikan untuk wayang, mati pun ingin diurugi dengan wayang.

Terkait kiat mendalang, dalam wawancaranya bersama Harian Kompas, 16 Oktober 1994, dia mengungkapkan, selalu berusaha menampilkan hal baru.

"Sanggit-nya (ucapan-ucapannya) juga baru. Misalnya wayang dengan teknik flashback seperti film, ada tambahan terompet, sampai ke drum segala," kata Ki Manteb.

Menurut dia, wayang kulit adalah bayangan dari hidup manusia. Isinya baik dan buruk. Dibolak-balik isinya seperti itu saja.

Ia berpandangan, sejelek-jeleknya seseorang, masih ada sisi kebaikan dalam dirinya. 

"Maka saya menggambarkan Dasamuka tidak seperti biasanya. Dia tidak mau menyentuh Sinta, sebelum ia bisa mengalahkan Rama. Puntadewa pun tidak sebaik itu. Masak orang mau judi sampai ludes," ujar Ki Manteb.

https://www.kompas.com/tren/read/2021/07/02/125200865/mengenang-ki-manteb-soedharsono-si-dalang-setan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke