Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

[HOAKS] Vaksin Pfizer dan Moderna Tak Gunakan Virus, tetapi Program Aplikasi Komputer

Narasi yang beredar juga menyinggung mengenai tes polymerase chain reaction (PCR) dan kematian akibat vaksin Covid-19.

Dari penelusuran yang dilakukan Tim Cek Fakta Kompas.com, informasi tersebut salah.

Vaksin Pfizer dan Moderna menggunakan mRNA, materi genetik yang dibaca sel tubuh untuk membuat protein, bukan program aplikasi komputer.

Protein akan diambil oleh sejenis sel kekebalan dan nantinya sel ini membantu melawan infeksi virus corona.

Narasi yang beredar

Klaim mengenai vaksin yang mengandung program aplikasi komputer, disebarkan oleh akun Facebook Hakim Waluyo.

Unggahannya disebar pada Minggu (20/6/2021).

Dalam narasinya, ia menuliskan, vaksin Covid-19, Pfizer dan Moderna, tidak mengandung adenovirus merupakan virus SARS-CoV-2 yang dimatikan.

Kedua vaksin itu disebut terbuat dari program aplikasi komputer.

"Kopit dikatakan disebabkan oleh infeksi pirus sars cov2 sedang paksin kopit menggunakan adenovirus. Bahkan paksin tehnologi mRNA (pfizer dan moderna) tidak menggunakan virus tetapi semacam program aplikasi komputer," tulis dia.

Hakim Waluyo juga mempertanyakan akurasi PCR pada tes Covid-19.

"Semua hanya menggunakan PCR sebagai referensi, namun PCR tidak pernah menyebutkan apa jenis pirusnya selain hanya hasil positif atau negatif yang itupun jika jumlah siklus dinaikkan hingga 50 siklus semua yang diuji pasti positif semua," tulisnya.

Narasinya pun mengaitkan kandungan vaksin dengan korban akibat KIPI.

  1. Betulkah vasksin Pfizer dan Moderna terbuat dari program aplikasi komputer?
  2. Betulkah tes PCR pada Covid-19 tidak akurat?
  3. Seberapa valid ucapan Dr. Peter McCullough tentang angka kematian akibat vaksin Covid-19 di Amerika Serikat?

Penelusuran Kompas.com

Dari penelusuran Kompas.com, klaim yang menyebut vasksin Pfizer dan Moderna terbuat dari program aplikasi komputer adalah keliru.

Merangkum dari laman resmi Pfizer dan Moderna, kedua vaksin ini memakai teknologi terbaru berbasis versi sintetis molekul virus SARS-CoV-2 yang disebut "messenger RNA" atau disingkat mRNA.

Memang betul, Pfizer dan Moderna tidak mengandung adenovirus merupakan virus SARS-CoV-2 yang dimatikan.

Namun, mRNA dalam kedua vaksin inilah yang berperan dalam melawan infeksi virus corona.

Itu bukanlah aplikasi komputer, tetapi resep genetik untuk memproduksi protein lonjakan virus. Hasilnya, sel dapat memanfaatkannya untuk membuat protein.

Selanjutnya, mRNA menginstruksikan sel-sel di dalam tubuh untuk membuat bagian tertentu dari protein lonjakan virus.

Ketika sistem kekebalan mengenalinya sebagai benda asing, maka ia akan bersiap untuk menyerang ketika infeksi yang sebenarnya terjadi.

Mengenai akurasi tes PCR, asisten profesor patologi Universitas Texas-Health sekaligus presiden Kolase Ahli Patologi Amerika (CAP), Dr. Emily Volk menyebut hasilnya bisa sangat akurat.

"Akan cukup mendekati 100 persen akurat," kata Volk mengutip Healthline.

Untuk mendapatkan hasil yang paling akurat, tes RT-PCR harus dilakukan 8 hari setelah dugaan infeksi, untuk memastikan ada cukup bahan virus untuk dideteksi.

Sampelnya diambil dari liur dari tenggorokan dan hidung. Kemudian, tes molekul dilakukan untuk mendeteksi materi genetik dari organisme tertentu, yaitu virus.

Sementara itu, tangkapan gambar yang menyebut nama Dr. Peter McCullough juga mengandung informasi yang keliru.

McCullough adalah seorang ahli jantung asal AS. Ia pernah menyebar klaim palsu tentang vaksin Covid-19.

Melansir AFP, beberapa klaim yang ia sebutkan, seperti orang di bawah 50 tahun tidak butuh vaksin, begitu juga dengan orang yang sudah sembuh dari Covid-19.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) menyarankan vaksinasi untuk kedua kategori yang disebutkan itu.

Lebih dari 174 juta dosis vaksin Covid-19 telah diberikan di AS dan 7,4 juta telah diberikan di Kanada.

Vaksinasi terbutki efektif untuk mencegah infeksi atau menimbulkan gejala parah akibat Covid-19.

Mengutip USA Today, per April 2021, CDC memang telah melaporkan ada 7.157 kasus Covid-19 di antara orang yang sudah mendapat vaksinasi lengkap.  

CDC menjelaskan, 8 dari 10 kematian Covid-19 dilaporkan terjadi di antara orang dewasa berusia 65 tahun ke atas. Dan 37 persen orang yang sudah vaksinasi ada dalam kelompok usia tersebut, meskipun orang berusia 65 tahun ke atas hanyalah 16 persen dari total populasi.

Tetapi, para ahli kesehatan masyarakat mengatakan, menghitung tingkat kematian dari angka-angka itu dan membandingkannya dengan populasi umum bisa menyesatkan.

Orang yang telah disuntik vaksin memang masih bisa terinfeksi Covid-19. Namun, vaksin bisa mencegah gejala parah yang berakibat fatal.

Kesimpulan

Klaim yang menyebut vaksin Pfizer dan Moderna mengandung program aplikasi komputer adalah salah.

Keduanya dibuat dengan mRNA, yang dapat memicu protein lonjakan sehingga sel tubuh mengenali virus SARS-CoV-2, sebelum virus sesungguhnya menyerang.

Orang yang telah divaksinasi masih bisa tertular Covid-19. Namun, vaksin bisa menurunkan risiko gejala parah akibat virus corona.

Sementara itu, PCR memiliki akurasi hampir 100 persen.

https://www.kompas.com/tren/read/2021/06/28/115800965/hoaks-vaksin-pfizer-dan-moderna-tak-gunakan-virus-tetapi-program-aplikasi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke