Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Hari Ini dalam Sejarah: Pesawat Garuda Terbakar di Yogyakarta, 21 Orang Tewas

KOMPAS.com - Hari ini, 14 tahun lalu, tepatnya 7 Maret 2007, pesawat B737-400 Garuda Indonesia tergelincir dan terbakar di Bandara Adisutjipto, Yogyakarta.

Melansir Kompas.com, 7 Maret 2017, kecelakaan tersebut menyebabkan 21 penumpang meninggal dunia.

Garuda Indonesia nomor penerbangan GA200 yang terbang dengan rute Jakarta-Yogyakarta mengangkut 133 penumpang dan 7 kru.

Kronologi kejadian

Mengutip Kompas.com, 7 Maret 2020, pesawat tipe Boieng itu mengalami guncangan hebat sebanyak dua kali saat mendarat.

Guncangan itu disusul dengan percikan api dan asap dari roda depan. Percikan saat itu masih kecil.

Tapi percikan api dari roda depan pesawat semakin besar dan disertai kepulan asap.

Setelah keluar dari landasan pacu, pesawat melewati lapangan rumput, menuruni tanggul sedalam tiga meter dimana di bawah tanggul dipasang pagar besi setinggi satu setengah meteran.

Pesawat lalu melewati got selebar 50 sentimeter, pemisah jalan (divider) setinggi 30 sentimeter selebar satu meter, turun ke jalan raya dua arah masing-masing selebar 6 meter dengan divider selebar 1,5 meter.

Kemudian pesawat menabrak pagar berduri dan menanjak lagi ke tanggul luar setinggi 3 meter sebelum kedua mesin di kiri-kanan sayap pesawat lepas.

Di lahan kebun kacang, pesawat berhenti dalam kondisi terbakar dan sesaat kemudian terjadi ledakan besar.

Puluhan awak berhamburan ke arah ujung landasan, termasuk sejumlah mobil pemadam kebakaran dan ambulans. Sekitar dua atau tiga menit setelah mendarat, terdengar ledakan keras dan pesawat pun diselimuti api.

Penyebab kecelakaan

Hasil penyelidikan yang dipublikasi oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyebut, B737 Garuda Indonesia melakukan approach yang terlalu tajam.

Approach adalah fase dalam pendaratan saat pesawat mengarah mendekat dan turun mendarat di runway.

Normalnya, approach yang stabil adalah dalam batas toleransi ketinggian dan kecepatan, serta batas jalur luncur (glideslope).

Jalur luncur yang aman adalah dengan sudut kemiringan 3 derajat ke arah runway. Di atas atau di bawah 3 derajat, approach dianggap tidak stabil.

Dalam kasus GA200, B737 tersebut mendarat dengan lintasan di atas glideslope karena posisinya masih terlalu tinggi sementara jarak ke landasan sudah dekat.

Pilot pesawat mencoba mengejar jalur luncur yang normal. Tetapi, akibat vertical speed terlalu tinggi, pesawat menjadi sulit dikontrol saat roda hendak menyentuh landasan. Akhirnya benturan keras terjadi dan pesawat terpental ke luar landasan.

Sementara itu menurut pemberitaan Harian Kompas, 12 April 2007, kecepatan pesawat Garuda terlalu tinggi.

Dari hasil pembacaan rekaman data penerbangan, kecepatan pesawat berada di atas 130 knot dengan posisi flap hanya 5 derajat.

Kesaksian korban selamat

Kejadian ini menewaskan setidaknya 21 orang penumpang di dalamnya, termasuk seorang tokoh, mantan rektor Universitas Gadjah Mada, Koesnadi Hardjasoemantri.

Sementara itu pasien yang selamat adalah termasuk Ketua Umum PP Muhammadiyah saat itu, H Din Syamsuddin (Muhammad Sirajuddin Syamsuddin) yang berada satu deret dengan Koesnadi.

"Pesawat ini seperti meluncur saja dan tak dapat dihentikan. Lalu, semua bergetar hebat. Ketika berhenti, saya seperti terbangun kembali," kata Din di Ruang ICU RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta saat itu sebagaimana diberitakan Harian Kompas.

Selain korban jiwa, juga terdapat korban luka, yakni sebanyak 32 orang luka berat.

Pilot divonis 2 tahun

Diberitakan Kompas.com, 7 April 2009, setelah menjalani rangkaian sidang selama hampir 8 bulan, pilot pesawat Garuda Indonesia, M Marwoto Komar akhirnya divonis dua tahun penjara oleh majelis hakin Pengadilan Negeri Sleman. Hukumannya itu lebih rendah dua tahun daripada tuntutan jaksa.

Majelis hakim yang dipimpin Sri Andini menilai, Marwoto bersalah melakukan tindak pidana karena kealpaannya menyebabkan pesawat tidak dapat dipakai, atau rusak, yang mengakibatkan matinya orang dan menimbulkan bahaya bagi orang lain sesuai dengan Pasal 479 G (b) dan 479 G (a) KUHP.

Marwoto alpa karena tidak mengomunikasikan permasalahan yang dihadapinya saat persiapan mendaratkan pesawat Boeing 737-400 itu kepada kopilot Gagam Saman Rochmana.

Dalam persidangan sebelumnya, Marwoto mengatakan ada masalah di ketinggian sekitar 4.000 kaki (1.220 meter) saat akan mendarat. Kemudi pesawat tidak bisa dikendalikan akibat ada peralatan yang macet dan membuat pesawat turun dengan cepat.

Namun, Marwoto tidak memberitahukan adanya gangguan itu kepada kopilot Gagam. Kegagalan koordinasi itulah yang dinilai hakim membuat dampak kecelakaan pesawat tidak bisa diminimalkan.

(Sumber: Kompas.com/Reska K. Nistanto, Vina Fadhrotul Mukaromah | Editor: Inggried Dwi Wedhaswary)

https://www.kompas.com/tren/read/2021/03/07/091453165/hari-ini-dalam-sejarah-pesawat-garuda-terbakar-di-yogyakarta-21-orang-tewas

Terkini Lainnya

NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

Tren
Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut-sebut Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut-sebut Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Tren
Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?

Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?

Tren
Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Tren
Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Tren
Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Tren
Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Tren
Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Tren
Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Tren
La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

Tren
Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Tren
Biaya Kuliah Universitas Negeri Malang 2024/2025 Program Sarjana

Biaya Kuliah Universitas Negeri Malang 2024/2025 Program Sarjana

Tren
Hari Pendidikan Nasional 2024: Tema, Logo, dan Panduan Upacara

Hari Pendidikan Nasional 2024: Tema, Logo, dan Panduan Upacara

Tren
Beredar Kabar Tagihan UKT PGSD UNS Capai Rp 44 Juta, Ini Penjelasan Kampus

Beredar Kabar Tagihan UKT PGSD UNS Capai Rp 44 Juta, Ini Penjelasan Kampus

Tren
Semifinal Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024 Hari Ini, Pukul Berapa?

Semifinal Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024 Hari Ini, Pukul Berapa?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke