KOMPAS.com - Kain sarung banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia dan juga sebagian di negara-negara Asia Tenggara. Sebut saja Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, Singapura, dan Myanmar.
Sarung diperkirakan muncul di Indonesia sejak abad ke 14 yang dibawa oleh pedagang dari Arab dan India.
Berdasarkan catatan sejarah, sarung berasal dari Yaman yang terkenal dengan sebutan futah.
Seiring berjalannya waktu, sarung di Indonesia menjadi busana yang identik dengan budaya Muslim, dan digunakan sebagai busana sehari-hari.
Berdasarkan memoar yang ditulis Pangeran Djajadiningrat dari Kesultanan Banten, sampai sekitar tahun 1902, masyarakat Jawa masih memakai sarung, jas model Jawa dan kain tutup kepala yang disebut destar.
Presiden Joko Widodo juga menetapkan tanggal 3 Maret sebagai Hari Sarung Nasional di tahun 2019, tepat di acara Sarung Fest di Gelora Bung Karno, Jakarta.
Sarung pun langsung naik kelas. Tak lagi hanya berdiri sebagai pelengkap busana di acara-acara adat dan keagamaan resmi, namun juga dikenakan lintas usia dan generasi.
Sarung dalam fashion
Salah satu anggota Indonesian Fashion Chamber IFC, Agustina Siswanto, mengatakan sarung kini tampil makin semarak. Tak hanya terbuat dari katun bermotif kotak dan garis saja, namun bisa juga terbuat dari wastra Nusantara seperti tenun juga batik.
Bahkan desainer yang mengusung konsep sustainable fashion dalam karya-karyanya ini juga kerap kali mencipta sarung dari kain-kain sisa.
"Saya sering membuat sarung dari perca. Saya memilih perca yang terbuat dari katun yang tidak panas jika dikenakan," ujarnya kepada Kompas.com, Rabu (3/3/2021).
Perca yang ada akan ia sambung-sambung menjadi satu lembar kain utuh. Kemudian kain tersebut dijahit menyambung hingga mirip tabung layaknya sarung tradisional.
Untuk sarung perempuan, ia biasa mendesain lembaran kain dengan kedua tali di ujung atasnya untuk ditalikan menyerupai kain pantai. Atau, ia jahit mirip tabung yang ukurannya sudah disesuaikan dengan ukuran pinggang sang pemesan.
Menurut Agustina, sarung dari perca ini selain unik, juga hemat dalam biaya produksi. "Sarung perca ini memanfaatkan barang bekas yang diolah menjadi baru kembali. Konsep yang cocok di masa pandemi seperti sekarang ini."
Sebelumnya IFC juga menyerukan kampanye "Sarung is my new denim" sejak 2016. Kampanye ini untuk mengangkat kembali penggunaan sarung serta melestarikan budaya lokal Nusantara.
Cara padu padan sarung
Sarung bisa dikenakan di berbagai acara, namun harus pandai memadupadankannya. Berikut adalah tips mengenakan sarung modern :
1. Percantik dengan sabuk
Sarung bermotif jadul atau bermotif wastra Nusantara, akan tampil modis dengan sentuhan sebuah ikat pinggang.
Jika ingin tampil atraktif, gunakan ikat pinggang besar dan atasan berupa oversized blus. Masukkan bagian depan blus, dan biarkan bagian belakangnya terlepas bebas.
Dengan begini bagian depan sabuk akan menjadi aksen pemanis yang sempurna.
2. Padankan dengan sneakers
Sarung tak hanya cocok dipadankan dengan sandal selop. Sekali-kali, beranikan diri Anda mengenakan sarung yang berpadu dengan sneakers. Tentu saja, untuk atasannya sesuaikan dengan tema gaya yang ada.
3. Kenakan legging
Jika ikatan sarung membuat area kaki sedikit terekspos dan Anda tak merasa nyaman, Anda bisa melengkapinya dengan sebuah legging. Pilih legging warna hitam atau warna natural kulit yaitu coklat.
4. Pilih kain yang tipis
Pilih sarung yang terbuat dari kain yang tipis sehingga fleksibel untuk dibentuk dan dimodifikasi. Pilih pula kain yang tidak panas jika menempel terlalu lama di permukaan kulit.
https://www.kompas.com/tren/read/2021/03/03/200100465/hari-sarung-nasional-sejarah-dan-tips-fesyen-untuk-berbagai-acara