KOMPAS.com - Sebuah unggahan berisi informasi mengenai mobil yang diberi beberapa pengharum ruangan beraroma jeruk viral di media sosial pada Jumat (25/12/2020).
Beberapa warganet memberikan komentar bahwa pengharum ruangan aroma jeruk cenderung menimbulkan pusing atau mabuk.
"S***** jeruk+mobil kepanasan+ac ala kadarnya+ jalanan yg berkelok2 macam di puncak...
Kombinasi sempurna untuk mabok yg paripurna," tulis akun @ramenblaster dalam twitnya.
"Mobil mertua w begini. diajak naik mobil dari jl.raya joglo sampe ciledug aja udh mabox sampe muntah satu kantong plastik penuh," tulis akun @dinaprhst dalam twitnya.
Lantas, mengapa orang cenderung sensitif, bahkan sakit ketika menghirup wewangian?
Dilansir dari Wired (20/1/2012), orang yang merasa mual ketika mencium parfum atau pengharum mungkin tidak selalu memiliki alergi.
Namun, bisa jadi hal ini merupakan kondisi yang menyebabkan ketidakmampuan untuk membiasakan diri dengan bau.
Umumnya, persepsi penciuman seseorang akan berkurang dengan cepat ketika ia masuk ke rumah orang lain atau masuk ke dalam mobil.
Sebab, ia akan merasakan bau yang berbeda.
Setelah beberapa saat, kebanyakan orang akan berhenti memperhatikan hal tersebut.
Di sisi lain, beberapa orang memiliki intoleransi kimiawi yang berarti baunya akan terus tercium oleh orang tersebut.
Hipersensitif
Sementara itu, peneliti psikologi dari Umea University Linus Andersson mengatakan, individu yang tidak toleran terhadap bau akan membandingkan reaksi mereka.
"Orang yang hipersensitif merasakan bau itu semakin kuat meski konsentrasinya tidak berubah," ujar Andersson.
Menurutnya, gamabaran aktivitas otak pada si hipersensitif ini juga berbeda dari yang ada pada kelompok lain.
Selain itu, temuan Andersson menunjukkan bahwa orang yang tidak toleran terhadap bahan kimia juga bereksi kuat terhadap zat yang mengiritasi lapisan mukosa hidung dan mulut mereka, seperti cabai.
"Dengan kata lain, kita dapat melihat indikasi bahwa intoleransi ini memengaruhi tubuh dan pikiran, dan penting untuk tidak secara membabi buta berfokus pada salah satu aspek ini," lanjut dia.
Melansir ABC (14/3/2020), berdasarkan survei yang dilakukan Dr Anne Steinemann dari University of Melbourne, sebanyak 1 dari 3 orang memiliki kepekaan terhadap aroma.
Survei ini dilakukan terhadap orang-orang di AS, Australa, Inggris, dan Swedia pada 2019.
Studi ini juga menemukan, efek samping paling sering disebabkan oleh wewangian pada produk yang dipakai oleh orang lain, pada produk pembersih, dan pada penyegar udara atau pewangi.
Efek samping paling fatal adalah terjadi masalah pernapasan (kesulitan bernapas, batuk, sesak napas), gejala mukosa (misalnya mata berair atau merah, hidung tersumbat, bersin), sakit kepala migrain, masalah kulit (misalnya ruam, gatal-gatal, kulit merah, kulit kesemutan, dermatitis), dan asma.
Pandangan sains
Sementara itu, ahli farmakologi dan ahli toksikologi dari University of Adelaide, Ian Musgrave mengungkapkan bahwa sains belum membuktikan terkait efek samping dari wewangian.
Ia menjelaskan, komponen wewangian pada beberapa orang dapat menyebabkan dermatitis kontak atau suatu kondisi yang membuat kulit menjadi merah atau meradang.
Ada juga sejumlah penelitian yang menemukan bahwa parfum memicu serangan migrain dan asma.
Menurut Musgrave, perbedaan dalam metodologi membuat sulit untuk membandingkan temuan tentang proporsi orang yang terkena dampak atau efek samping dari wewangian.
"Hasil Steinemann masuk akal, meskipun mungkin terlalu tinggi," ujar Musgrave.
Ia mengatakan, sebagian besar penelitian Steinemann didasarkan pada laporan sendiri terhadap beberapa orang yang mungkin keliru tentang penyebab gejala mereka.
Musgrave menambahkan, dua penelitian lain yang sengaja membuat orang terpapar wewangian dalam kondisi eksperimental terkontrol menunjukkan tidak ada hubungan antara wewangian dan masalah pernapasan, meskipun ini adalah penelitian kecil.
Kendati demikian, pakar lain menyarankan ada faktor neurologis dan bahkan psikologis yang berperan.
https://www.kompas.com/tren/read/2020/12/27/130500265/ramai-soal-parfum-mobil-bikin-pusing-kok-bisa-