KOMPAS.com - Pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau pada 2021. Cukai hasil tembakau (CHT) akan dinaikkan sebesar 12,5 persen.
Mengutip Kompas.com, Sabtu (12/12/2020), dengan kenaikan tersebut diperkirakan masing-masing layer rokok mengalami kenaikan berkisar antara 13,8 persen sampai 18,4 persen.
Apakah dengan naiknya harga rokok akan berpengaruh pada perilaku merokok masyarakat di Indonesia?
Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Drajat Tri Kartono, menjelaskan efek dari kenaikan harga rokok akan bervariasi, tergantung pada pola perilaku dalam merokok.
Dia menyebutkan ada perokok pemula, perokok lanjut, dan perokok yang memang sudah tidak bisa dipisahkan dari rokok.
"Itu (yang ketiga) sudah bukan lagi pecandu, tetapi memang sudah rokok dan dirinya sudah tak terpisahkan sampai usia tua," kata Drajat kepada Kompas.com, Sabtu (12/12/2020).
Dia menjelaskan sebenarnya perilaku merokok sudah dihambat dengan banyak cara. Misalnya, pemerintah mewajibkan para produsen rokok melakukan self negatif campaign.
Produsen rokok melakukan promosi negatif untuk dirinya sendiri dengan memasang logo-logo negatif di kemasan rokoknya. Dicantumkan berbagai bahaya rokok seperti impotensi, berbahaya untuk kesehatan, dapat menimbulkan kematian, dan sebagainya.
Akan tetapi, jumlah perokok masih tinggi. Bahkan, Drajat mengungkapkan, menurut ketua ahli kesehatan masyarakat, perokok pemula jumlahnya justru naik lebih dari 100 persen.
Selain pemerintah, lembaga keagamaan juga sudah cukup keras memperingatkan, bahkan sampai mengharamkannya.
Drajat menjelaskan kalangan perokok pemula paling sulit untuk dicegah merokok, karena perilaku merokoknya disebabkan oleh generalize other, perilaku demonstration effect.
"Artinya perilaku merokok karena meniru temannya dan jadi identitas bagi kelompoknya. Jadi merokok karena dia punya teman dan itu identitas dia bersama teman-temannya," katanya.
Pada kelompok ini menghentikan perilaku merokok tidak bisa dilakukan ke individu atau person to person, tetapi harus dilakukan melalui kelompoknya.
"Dari riset yang saya bimbing, peranan dari sekolah dan orang tua menjadi sangat penting untuk mengontrol pencegahan anak (merokok) dalam usia dini," kata Drajat.
Lalu pada kelompok rokok sudah menjadi bagian dari hidupnya, kebiasaan merokok sudah sulit diubah.
"Harga rokok naik pun mereka akan tetap merokok dengan segala macam cara," tuturnya.
Dia menjelaskan di sosiologi ada teori pertukaran dan teori identitas. Jadi, kata Drajat, selama merokok itu masih melekat dengan identitasnya dan juga menjadi identitas kelompok, maka sebenarnya kenaikan rokok tidak banyak mempengaruhi perubahan perilaku.
Drajat menjelaskan ada perilaku preposisi sukses, yaitu sepanjang merokok mendapatkan pengakuan dari teman sekitarnya atau orang lain, maka perokok akan tetap merokok walau harganya tinggi.
"Atau merokok tidak mendapatkan sanksi tapi ditoleransi, dibiarkan begitu saja, ya mereka akan tetap merokok walau harganya tinggi atau harganya naik," ungkapnya.
Rokok ilegal
Menurut Drajat, kenaikan harga rokok tidak terlalu mempengaruhi banyak terhadap perilaku merokok. Namun, yang akan berkembang adalah penggunaan rokok ilegal.
"Itu dari rokok-rokok yang belum habis didaur ulang lagi dikemas lagi bagi anak-anak muda bagi golongan kelas bawah maka rokok daur ulang itu yang akan semakin meningkat," kata Drajat.
Akan tetapi, untuk golongan ekonomi atas tidak akan terpengaruh dengan kenaikan harga rokok ini, kecuali ada hambatannya lainnya.
Dia mencontohkan, misalnya social spacing atau saat di suatu ruangan tidak boleh merokok. Jika mau merokok ada ruangan kecil di sebelahnya.
"Itu mengurangi ruang-ruang di mana mereka bisa merokok. Paling tidak mengendalikan waktu rokok mereka. Yang biasanya setiap menit setiap jam merokok, setidaknya di ruangan itu ketika dia antri nggak boleh merokok ya dia tidak merokok," tuturnya.
Iklan rokok menurutnya tidak akan berpengaruh pada mencegah atau menghentikan perilaku merokok.
"Karena iklan rokok itu kan selalu menunjukkan kesehatan, seperti orang naik gunung, orang terbang, orang rapat, orang cerdas. Sehingga ada counter culture dari peraturan pemerintah itu dengan iklan," ujarnya.
Berikut ini beberapa poin terkait kenaikan harga rokok dengan perilaku merokok menurut Drajat:
https://www.kompas.com/tren/read/2020/12/13/120100065/harga-rokok-naik-apakah-bisa-menghentikan-kebiasaan-merokok-