Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kasus Covid-19 Terus Menanjak, Apa Penyebab Masyarakat Semakin Abai Protokol Kesehatan?

KOMPAS.com - Pandemi virus corona belum berlalu. Sejauh ini, belum ada tanda-tanda penularan berhasil dikendalikan.

Kasus-kasus baru penularan virus corona dilaporkan masih terus terjadi setiap hari.

Berdasarkan data dari covid19.go.id, Jumat (4/12/2020) pukul 12.00 WIB, total kasus positif Covid-19 di Tanah Air kini mencapai 563.680 kasus.

Jumlah korban meninggal dunia akibat penyakit ini juga terus bertambah, dan kini telah mencapai 17.479 orang.

Sementara itu, jumlah pasien yang dinyatakan sembuh dari Covid-19 kini ada 466.178 orang.

Kepatuhan protokol kesehatan menurun

Pemerintah melalui Satuan Tugas Penanganan Covid-19 telah mengimbau masyarakat untuk melakukan protokol 3M guna mencegah penularan virus corona semakin meluas.

3M terdiri dari mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak.

Namun, meski situasi pandemi Covid-19 masih belum memperlihatkan tanda-tanda membaik, tingkat kepatuhan masyarakat dalam menerapkan langkah-langkah pencegahan penularan virus corona justru semakin menurun.

Dikutip dari Kompas.com, Jumat (4/12/2020) Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito mengatakan, tingkat kepatuhan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan terus menurun pada November 2020.

Penurunan angka kepatuhan terhadap protokol kesehatan mulai terjadi di masa libur panjang 28 Oktober-1 November 2020.

Tren tersebut terus berlanjut hingga data 27 November menunjukkan bahwa persentase kepatuhan masyarakat dalam memakai masker hanya 59,32 persen.

Sementara itu, kepatuhan dalam menjaga jarak sebesar 43,46 persen.

"Jika terus seperti ini maka sebanyak apa pun fasilitas kesehatan yang tersedia tidak akan mampu menampung lonjakan yang terjadi," kata dia.

Covid-19 dianggap tidak mengkhawatirkan

Menanggapi hal itu, Ketua Prodi Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS, Nurhadi mengatakan, salah satu faktor yang membuat tingkat kepatuhan masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan makin menurun adalah masih adanya orang-orang yang tidak percaya kalau virus ini nyata.

"Saya menduga masih ada banyak orang yang sampai hari ini menyangkal bahwa virus corona itu nyata, dan banyak di antara mereka yang merasa bahwa itu bukan sesuatu yang harus dikhawatirkan," kata Nurhadi saat dihubungi Kompas.com, Jumat (4/12/2020).

Nurhadi mengatakan, sebagian masyarakat justru lebih khawatir dengan hal-hal lain, seperti kehilangan pekerjaan atau tidak bisa makan, dibanding takut dengan Covid-19.

Menurutnya, situasi semacam ini cukup lazim dijumpai pada masyarakat yang tinggal berdekatan dengan risiko bencana.

"Ada sebuah penelitian pada masyarakat di bantaran kali Ciliwung, sekitar 10 tahun yang lalu. Orang-orang itu tidak mau pindah dari kawasan itu karena mereka merasa ada masalah yang lebih berat yang harus mereka hadapi ketimbang banjir," kata Nurhadi.

"Mereka menganggap banjir itu relatif masih lebih bisa di-handle atau sekurang-kurangnya bisa diantisipasi," imbuhnya.

Nurhadi berpendapat, situasi pandemi Covid-19 saat ini cukup mirip dengan situasi warga bantaran kali Ciliwung yang berisiko terkena banjir.

Warga bantaran Ciliwung memilih untuk tidak pindah tempat tinggal, karena menurut mereka banjir lebih mudah diatasi ketimbang mencari tempat tinggal baru.

Demikian pula, ada orang-orang yang menganggap bahwa Covid-19 cenderung masih bisa diatasi tanpa harus menerapkan protokol 3M secara ketat.

"Mereka lebih khawatir pada hal-hal lain yang itu menyangkut kehidupan dia, mata pencaharian dia, soal keluarga dia, anak-anak dia. Saya menduga, itu mungkin lebih mengkhawatirkan bagi kebanyakan orang," katanya lagi.

Ada tingkat kepercayaan yang turun

Nurhadi mengatakan, faktor lain yang turut memberi kontribusi bagi menurunnya tingkat kepatuhan masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan adalah adanya inkonsistensi imbauan yang disampaikan oleh pemerintah dengan pelaksanaan kebijakan di lapangan.

"Orang kan selalu melihat yang di atas (pemerintah) dalam hal-hal semacam itu. Jadi yang ngasih contoh itu siapa sih, kalau kemudian yang menyuruh tidak bisa memberikan contoh ya orang akan menurun kepercayaannya," kata Nurhadi.

Terlebih lagi, penerapan protokol kesehatan menurut Nurhadi bersifat instruktif, padahal orang cenderung tidak suka ketika disuruh-suruh apalagi dipaksa.

"Apalagi sesuatu yang tidak nyaman untuk mereka kerjakan. Karena pakai masker itu, misalnya, orang jadi tidak bisa berinteraksi secara leluasa dengan orang lain. Ini juga satu kendala," kata dia.

Nurhadi mengatakan, masyarakat Indonesia adalah masyarakat peralihan antara paternalistik menuju egaliter.

Karena masih bertransisi, orang-orang kemudian mengalami kebimbangan untuk memilih satu pijakan.

"Artinya perlu dikasih contoh, dan yang memberi contoh idealnya tidak hanya orang-orang yang menjabat, namun juga tokoh-tokoh masyarakat," kata Nurhadi.

Melibatkan tokoh masyarakat

Menurut Nurhadi, proses sosialisasi protokol kesehatan saat ini masih belum melibatkan tokoh-tokoh yang dekat dengan keseharian masyarakat. 

"Keputusan menggunakan masker itu kan sangat pribadi sebetulnya, dan itu baru bisa diintervensi oleh orang yang secara personal dekat dengan kita," kata Nurhadi.

"Jadi kalau misalnya saya sebagai rakyat biasa, disuruh sama Bupati, lha Bupati itu siapa? orang akan berpikiran seperti itu. Berbeda misalnya jika disuruh pak kiai atau pak ustaz di kampung, itu efeknya akan lebih terasa," imbuhnya.

Nurhadi berpendapat, pemerintah seharusnya bisa merangkul tokoh-tokoh yang berada di tingkat lokal, dan melalui tokoh-tokoh tersebut melakukan penyadaran kepada masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan secara lebih efektif.

"Kalau perlu tokoh-tokoh itu dipanggil untuk dididik menjadi Kader Penggerak Protokol Kesehatan Anti Covid-19, kan menarik itu," pungkasnya.  

https://www.kompas.com/tren/read/2020/12/04/204700765/kasus-covid-19-terus-menanjak-apa-penyebab-masyarakat-semakin-abai-protokol

Terkini Lainnya

Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Tren
Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Tren
Saya Bukan Otak

Saya Bukan Otak

Tren
Pentingnya “Me Time” untuk Kesehatan Mental dan Ciri Anda Membutuhkannya

Pentingnya “Me Time” untuk Kesehatan Mental dan Ciri Anda Membutuhkannya

Tren
Bus Pariwisata Kecelakaan di Kawasan Ciater, Polisi: Ada 2 Korban Jiwa

Bus Pariwisata Kecelakaan di Kawasan Ciater, Polisi: Ada 2 Korban Jiwa

Tren
8 Misteri di Piramida Agung Giza, Ruang Tersembunyi dan Efek Suara Menakutkan

8 Misteri di Piramida Agung Giza, Ruang Tersembunyi dan Efek Suara Menakutkan

Tren
Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Tren
Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Tren
7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

Tren
Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU 'Self Service', Bagaimana Solusinya?

Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU "Self Service", Bagaimana Solusinya?

Tren
Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Tren
Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Tren
6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

Tren
BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

Tren
7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke