Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Millen Cyrus dan Bahaya Sabu bagi Fisik dan Mental Penggunanya...

KOMPAS.com - Satnarkoba Polres Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, menangkap selebgram Millen Cyrus pada Minggu (22/11/2020) terkait kasus penyalahgunaan narkoba.

Berdasarkan hasil tes urine yang dijalani, Millen terbukti positif mengonsumsi sabu.

Diberitakan Kompas.com (24/11/2020), dalam penangkapan tersebut, polisi menemukan satu alat isap bong dan sabu seberat 0,3 gram yang diduga sisa dari narkoba yang digunakan Millen, serta satu botol minuman keras.

Lantas, apa sebenarnya bahaya di balik penggunaan sabu bagi orang yang mengonsumsinya?

Sabu atau yang sering dikenal sebagai methamphetamin atau crystal meth merupakan jenis narkoba yang bersifat adiktif.

Berdasarkan survei BNN, sabu merupakan narkotika peringkat kedua yang paling sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.

Pada 2015, setidaknya hampir 6 juta jiwa melakukan penyalahgunaan sabu, dan diperkirakan sebanyak 50 orang meninggal setiap hari.

Pengguna sabu bisa menelan pil, menghirup atau merokok bubuk sabu, atau menyuntik larutan sabu.

Dilansir WebMD, sabu bisa mendatangkan bahaya, baik bagi fisik maupun mental.

Pertama, bagi fisik, sabu dapat menaikkan suhu tubuh pengguna hingga menyebabkan pingsan atau bahkan kematian.

Pengguna juga bisa mengalami penuaan fisik secara dramatis, mulai dari kulit kusam dan luka atau bekas jerawat yang sulit disembuhkan.

Konsumsi zat ini juga berdampak pada timbulnya masalah mulut kering, gigi bernoda, patah, atau rusak.

Lebih jauh, kesehatan jantung dan paru-paru pengguna juga bisa terganggu apabila sabu digunakan secara terus-menerus dalam jangka waktu yang panjang.

Bahaya terakhir yang mungkin akan terjadi pada fisik penggunanya adalah meningkatnya risiko terinfeksi HIV/AIDS.

Apa hubungannya? Sabu dapat memengaruhi seseorang dalam berpikir dan mengabaikan risiko.

Oleh karena itu, mereka akan lebih mudah terlibat dalam suatu tindakan yang berisiko, salah satunya melakukan hubungan seks bebas atau seks yang tidak aman.

Ini adalah salah satu jalan masuk virus HIV, penyebab AIDS.

Sementara risiko kedua dari sabu adalah bagi kesehatan mental penggunanya.

Si pengguna bisa mengalami rasa cemas dan bingung yang tidak diketahui sebabnya.

Mereka para pengguna juga bisa mengalami sulit tidur, suasana hati yang berubah-ubah, dan tanpa disadari memicu dia menjadi bersikap kasar.

Bukan hanya pada orang lain, sikap kasar ini juga bisa ditujukan pada diri mereka sendiri.

Selebihnya, pengguna bisa memiliki rasa halusinasi dan paranoid.

Mereka seolah-olah bisa mendengar dan melihat hal-hal yang sebenarnya tidak ada.

Ternyata belum berhenti di sana, bahaya dari penggunaan sabu juga akan muncul saat pengguna mencoba untuk berhenti mengonsumsinya.

Melansir American Addiction Centers, sejumlah efek juga akan dirasakan para pengguna yang mencoba menghentikan konsumsi sabu ke dalam tubuhnya.

Mulai dari kelelahan, insomnia, kelaparan, murung, hingga ingin mendapatkan obat atau zat yang sedang dijauhi.

Semua itu bisa terjadi dalam taraf ringan hingga parah, tergantung lama konsumsi sabu seseorang.

Terkait dengan banyaknya artis yang terjerat narkoba, sosiolog dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono menganggap fenomena itu sebagai eclective affinity.

Eclective affinity adalah pertemuan yang tidak direncanakan, tetapi secara kebetulan memiliki kesamaan kepentingan dan kebutuhan. Maka, terjadilah pertemuan itu.

Menurut dia, di satu sisi para artis ini harus mampu tampil prima sesuai dengan tuntutan skenario. Oleh karenanya, mereka harus kehilangan biopower atau kuasa atas dirinya sendiri itu lemah.

"Karena ia (artis) punya komitmen profesional untuk menyerahkan tubuhnya itu pada selera penonton," kata Drajat kepada Kompas.com, Selasa (8/10/2019).

"Maka, seorang artis itu harus pinter-pinter memainkan peranan. Itu namanya dia 'memperdagangkan' kuasa atas tubuhnya," sambungnya.

Faktor lingkungan

Dalam dunia modern, menurut Drajat, semua itu bisa terjadi karena tuntutan profesionalitas atau dalam Sosiologi disebut dengan disciplinary power. Artinya, lembaga atau institusi itu seperti mempunyai tuntuntan-tuntutan agar manusia mengikuti aturan tersebut demi sebuah reputasi, keunggulan, dan rating.

"Nah, jadi ia dikontrol oleh kuasa di luar tubuhnya tadi dan ia sendiri harus mampu mengorbankan tubuhnya, sehingga biopower-nya rendah," ujar dia.

Drajat mengatakan, ketika berada dalam sebuah titik jenuh saat tubuh itu memanggil dirinya, maka hadirlah narkoba.

"Kalau sudah mengonsumsi narkoba itu, kaya dia dengan tubuhnya itu total. Jadi kekosongan atas kuasa dirinya itu bisa diisi oleh narkoba," katanya.

Di sisi lain, para pebisnis narkoba melihat bahwa ada pasar yang sedang mengalami kekosongan untuk itu. Bagi pebisnis narkoba ini, artis merupakan pihak yang paling enak untuk dilayani karena secara materi mereka mampu untuk membeli itu.

Namun, Drajat juga menyebubkan bahwa lingkungan artis juga berpengaruh besar terhadap keputusan mereka untuk menggunakan narkoba.

"Tapi, ada banyak juga artis yang bisa mengontrol tubuhnya, entah karena faktor keluarganya dan sebagainya," kata Drajat.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/11/25/170400565/millen-cyrus-dan-bahaya-sabu-bagi-fisik-dan-mental-penggunanya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke