KOMPAS.com - Banyak strategi yang dilakukan Belanda untuk menguasai Indonesia.
Strategi Belanda yang paling berhasil dalam menghadapi perlawanan dari penguasa lokal bangsa Indonesia yaitu dengan melakukan politik devide et impera atau politik adu domba.
Strategi politik "devide et impera" secara harfiah memiliki arti pecah dan berkuasa.
Dalam konteks penjajahan Belanda di Indonesia, devide et impera adalah politik pecah belah atau adu domba yang diterapkan oleh Belanda di Indonesia.
Devide et impera pertama kali dipopulerkan oleh Julius Caesar sebagai strategi membangun Kekaisaran Romawi.
Kolonial Belanda mempraktikkan strategi politik ini untuk memecah belah kelompok masyarakat Indonesia sehingga lebih mudah untuk dikuasai.
Berikut ini penerapan devide et impera sebagai strategi kolonial Belanda dalam menghadapi perlawanan dari bangsa Indonesia.
Baca juga: Devide et Impera: Asal-usul dan Upaya-upayanya di Nusantara
Strategi devide et impera atau terkadang disebut sebagai politik pecah belah, pertama kali diterapkan di Nusantara oleh Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC).
VOC, yang menguasai monopoli perdagangan di Indonesia, menggunakan politik adu domba sebagai strategi untuk memperkuat dominasinya.
Strategi ini umumnya dipakai oleh VOC dalam menaklukkan raja-raja setempat, dengan cara memanfaatkan persaingan di antara raja maupun perang saudara di kerajaan-kerajaan Nusantara.
Melalui devide et impera, Belanda dapat mengendalikan sumber daya dan memanipulasi dinamika politik di Nusantara sesuai dengan kepentingan mereka.
Masyarakat atau penguasa yang terpecah belah pun mempermudah Belanda dalam mempertahankan kekuasaan mereka. Hasilnya, pengaruh serta penguasaan Belanda atas wilayah perdagangan yang strategis juga semakin luas dan kokoh.
Baca juga: Carok, Duel Celurit di Madura Hasil Adu Domba Belanda
Dalam menjalankan politik adu domba, Belanda melancarkan beberapa strategi, yakni:
Langkah awal yang dilakukan oleh Belanda dalam menerapkan politik adu domba yaitu dengan berperan sebagai teman dan menciptakan musuh bersama atau make friends and create common enemy.
Dengan berperan sebagai teman dan memiliki musuh bersama, akan timbul perasaan keterikatan.
Perasaan keterikatan ini membuat lebih mudah dalam bernegosiasi dan berdiplomasi.
Strategi manajemen isu dijalankan dengan menyebarkan propaganda dan kabar atau desas-desus di lingkungan politik maupun sosial.
Dalam strategi ini, Belanda akan bertindak seolah-olah menjadi pihak netral di antara kedua kubu yang sedang berselisih.
Baca juga: Apa Itu Strategi Winning the Heart pada Masa Perang Padri?
Merekrut pemimpin lokal sebagai bagian dari rantai manajemen terbawah dengan memberikan pengakuan yang mengatasnamakan Kerajaan Belanda terhadap entitas politik di suatu daerah.
Salah satu strategi politik adu domba yang dijalankan oleh Belanda yaitu dengan mengatur perang saudara.
Tujuan utama dari mengatur perang saudara adalah agar terjadi perpecahan di antara rakyat Indonesia, sehingga lebih mudah dikendalikan.
Perang saudara juga menyebabkan hilangnya persatuan antarkelompok yang dapat menjadi kelompok yang lebih besar.
Contoh politik adu domba di Indonesia yang menggunakan cara ini adalah Perang Padri di Sumatera Barat, di mana Belanda berhasil memprovokasi kaum Adat untuk berperang dengan kaum Padri.
Baca juga: Sejarah Masuknya Belanda ke Indonesia dan Tujuan Dibentuknya VOC
Belanda juga masih menjalankan politik devide et impera pasca-Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Politik devide et impera yang diterapkan oleh Belanda pada saat itu adalah dengan pembentukan negara boneka.
Melalui cara ini, Belanda berhasil membentuk negara boneka yang dikendalikannya, yaitu Negara Indonesia Timur, Negara Sumatera Timur, Negara Madura, Negara Pasundan, Negara Sumatra Selatan, dan Negara Jawa Timur.
Referensi: