KOMPAS.com - Kerajaan Kahuripan didirikan pada tahun 1019, dengan pusat pemerintahan di Kahuripan (sekarang Sidoarjo, Jawa Timur).
Raja pertama Kerajaan Kahuripan sekaligus yang terakhir adalah Airlangga.
Pada tahun 1042, Airlangga membagi kerajaannya untuk dua putranya, yang secara praktis mengakhiri riwayat Kerajaan Kahuripan.
Sumber sejarah Kerajaan Kahuripan yang cukup banyak ditemukan di Jawa Timur adalah prasasti.
Berikut ini lima prasasti peninggalan kerajaan Airlangga.
Baca juga: Kerajaan Kahuripan: Sejarah, Raja, Keruntuhan, dan Peninggalan
Prasasti Cane ditemukan di Lamongan, Jawa Timur. Prasasti ini bertarikh 943 Saka (1021 Masehi), yang berarti dikeluarkan oleh Airlangga pada awal berdirinya Kerajaan Kahuripan.
Inti dari pesan yang terdapat pada Prasasti Cane adalah mengenai permohonan penduduk Desa Cane agar diberi pegangan prasasti yang berisi perintah raja.
Mereka datang ke hadapan Raja Airlangga agar Desa Cane dijadikan sima (tanah bebas pajak).
Hal itu dikarenakan posisi Desa Cane menjadi batas kerajaan di bagian barat, yang sekaligus sebagai benteng pertahanan dari serangan musuh.
Pada 943 Saka atau tepatnya 27 Oktober 1021, Raja Airlangga menetapkan Desa Cane sebagai wilayah sima swatantra (bebas pajak).
Desa Cane saat ini bernama Desa Candisari, yang termasuk dalam Kecamatan Sambeng, Lamongan, Jawa Timur.
Berdasarkan informasi dari prasasti ini, Desa Candisari telah ditetapkan sebagai desa tertua di Lamongan.
Baca juga: Prasasti Cane dan Riwayat Desa Tertua di Lamongan
Raja memerintahkan agar Desa Baru dijadikan sima (daerah otonom yang bebas pajak).
Anugerah ini diberikan oleh raja karena penduduk Desa Baru pernah memberi tempat menginap dan melindungi Raja Airlangga ketika terjadi peperangan melawan musuh.
Prasasti yang ditemukan di Surabaya ini bertarikh 952 Saka atau 1030 Masehi.
Kini Prasasti Baru menjadi salah satu koleksi Museum Nasional Indonesia di Jakarta.
Baca juga: Prasasti Baru: Lokasi Penemuan dan Isinya
Hingga kini, Prasasti Kamalagyan masih dipertahankan di tempat aslinya, yakni di Klagen, Tropodo, Kecamatan Krian, Sidoarjo, Jawa Timur.
Lokasi prasasti ini berada di halaman rumah warga dan kini telah diberi pelindung berupa cungkup serta pagar besi.
Baca juga: Mpu Bharada, Pendeta Sakti yang Membagi Kerajaan Kahuripan
Prasasti Pucangan merupakan salah satu sumber sejarah terpenting dari era Raja Airlangga.
Pasalnya, Prasasti Pucangan menjadi satu-satunya sumber yang memberikan catatan lengkap terkait kehidupan Airlangga dan silsilah Raja Medang selama empat generasi.
Sayangnya, prasasti yang juga menceritakan runtuhnya Kerajaan Medang ini tidak lagi berada di Indonesia.
Saat ini, Prasasti Pucangan tersimpan di Kolkata, India, dalam keadaan kurang terurus.
Diduga kuat, prasasti ini dikirim ke Kolkata di India bersama Prasasti Sangguran pada masa pemerintahan Thomas Stamford Raffles sebagai Gubernur Jenderal di Hindia Belanda (1811-1816).
Sebelum diangkut ke India, Prasasti Pucangan ditemukan oleh Kolonel Colin Mackenzie di sekitar Mojokerto atau Jombang selama kunjungan singkatnya ke Jawa Timur pada awal 1812.
Baca juga: Prasasti Pucangan, Peninggalan Raja Airlangga yang Terabaikan di India
Prasasti ini dikeluarkan oleh Raja Airlangga pada 965 Saka atau 1043 Masehi.
Prasasti Pamwatan menjadi bukti bahwa menjelang akhir pemerintahannya, Airlangga memindahkan ibu kota kerajaannya dari Kahuripan ke Daha (Kediri).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.