Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lokasi Kerajaan Mataram Kuno, Kerap Dipindahkan

Kompas.com - 11/01/2024, 18:00 WIB
Widya Lestari Ningsih

Penulis

KOMPAS.com - Kerajaan Mataram Kuno tercatat sebagai salah satu kerajaan masyhur yang pernah berdiri di Indonesia.

Pendiri Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Medang adalah Raja Sanjaya.

Pada saat didirikan oleh Raja Sanjaya, letak Kerajaan Mataram Kuno berada di sekitar wilayah Magelang, Jawa Tengah.

Dalam sejarah Kerajaan Mataram Kuno yang berdiri hingga awal abad ke-11, ibu kota atau pusat pemerintahan kerajaan ini kerap dipindahkan.

Di mana letak dan pusat Kerajaan Mataram Kuno?

Baca juga: Corak Agama Kerajaan Mataram Kuno

Menelusuri letak Kerajaan Mataram Kuno

Sepanjang sejarahnya, lokasi Kerajaan Mataram Kuno penah dipindahkan ke beberapa tempat yang kini masuk dalam wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Dalam Prasasti Mantyasih, Raja Sanjaya disebut sebagai raja pertama yang bertakhta di Medang.

Raja Sanjaya membangun kembali kerajaan orang tuanya yang hancur diserang musuh.

Pada tahun 717, Raja Sanjaya dinobatkan menjadi raja di Medang, yang mungkin terletak di Poh Pitu. Namun, di mana lokasi Poh Pitu belum dapat dipastikan hingga kini.

Sebagian ahli meyakini Poh Pitu berada di antara wilayah Jawa Tengah bagian selatan (Magelang atau Kedu) dan Yogyakarta.

Berdirinya Kerajaan Mataram Kuno diperingati dengan dibangunnya sebuah lingga di atas bukit pada tahun 732, sebagaimana disebutkan Prasasti Canggal.

Para ahli menduga, bangunan lingga yang dimaksud adalah Candi Gunung Wukir di Kecamatan Salam, Magelang, tempat ditemukannya Prasasti Canggal.

Baca juga: Ratu Sanjaya, Pendiri Kerajaan Mataram Kuno

Ketika Raja Sanjaya wafat dan digantikan oleh Rakai Panangkaran, pusat Kerajaan Mataram Kuno dipindahkan ke timur, mungkin di sekitar Sragen atau ke daerah Purwodadi-Grobogan.

Setelah Rakai Panangkaran tutup usia, Kerajaan Mataram Kuno secara berurutan diperintah oleh Samaratungga, Rakai Pikatan, Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala.

Pada masa pemerintahan Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala (856-883), ibu kota kerajaan berada di Mamrati, di sekitar Poh Pitu.

Pada tahun 929, pemerintahan Rakai Sumba Dyah Wawa di Jawa Tengah berakhir tiba-tiba.

Ibu kota Mataram Kuno kemudian dipindahkan oleh Mpu Sindok ke Jawa Timur.

Para ahli memiliki beberapa teori terkait latar belakang pemindahan pusat kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno dari Jawa Tengah ke Jawa Timur, salah satunya disebabkan oleh bencana alam.

Bencana alam yang dimaksud adalah letusan Gunung Merapi, yang menghancurkan ibu kota kerajaan.

Peristiwa tersebut dianggap sebagai pralaya atau kehancuran dunia, dan sesuai landasan kosmogonis maka harus dibangun istana baru yang diperintah wangsa baru pula.

Baca juga: Pralaya Medang, Serangan yang Meruntuhkan Kerajaan Mataram Kuno

Oleh karena itu, selain memindahkan pusat kerajaan, Mpu Sindok, juga mendirikan Dinasti Isyana, yang terlihat pada gelarnya, Sri Isyanawikramma Dharmmotunggadewa.

Disebutkan Prasasti Turyyan (929), ibu kota pertama Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Timur berada di Tamwlang.

Diduga, letak Kerajaan Medang sebagaimana dimaksud Prasasti Turyyan adalah di Jombang, karena di sana ada Desa Tambelang.

Kemudian, Prasasti Anjukladang (937) dan Prasasti Paradah (943) menyebut bahwa ibu kota Kerajaan Medang berada di Watugaluh, yang sekarang berada di dekat Jombang di tepi Sungai Brantas.

Keterangan tersebut menunjukkan bahwa pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno periode Jawa Timur juga mengalami perpindahan.

Setelah pemerintahan Mpu Sindok, tidak banyak prasasti yang ditemukan.

Baca juga: Bagaimana Berakhirnya Dinasti Isyana di Jawa Timur?

Pada masa pemerintahan Dhamawangsa Teguh, raja terakhir Mataram Kuno, ibu kota kerajaaan diperkirakan berada di sebelah utara Maospati (daerah Madiun) sekarang.

Terkait perpindahan pusat kerajaan dari Jombang ke daerah Madiun pada masa pemerintahan Dharmawangsa Teguh, sama sekali tidak ada sumber sejarah yang dapat memberi penjelasan.

Namun yang pasti, Kerajaan Mataram Kuno runtuh ketika Dharmawangsa Teguh mendapat serangan dari Haji Wurawari pada tahun 1017.

 

Referensi:

  • Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto (Eds). (2008). Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Kuno. Jakarta: Balai Pustaka.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ragam Reaksi Rakyat Sumatera terhadap Berita Proklamasi Kemerdekaan

Ragam Reaksi Rakyat Sumatera terhadap Berita Proklamasi Kemerdekaan

Stori
Jumlah Pasukan Perang Badar

Jumlah Pasukan Perang Badar

Stori
Konferensi Yalta: Tokoh, Hasil, dan Dampaknya

Konferensi Yalta: Tokoh, Hasil, dan Dampaknya

Stori
Narciso Ramos, Tokoh Pendiri ASEAN dari Filipina

Narciso Ramos, Tokoh Pendiri ASEAN dari Filipina

Stori
Biografi Pangeran Diponegoro, Sang Pemimpin Perang Jawa

Biografi Pangeran Diponegoro, Sang Pemimpin Perang Jawa

Stori
Biografi Mohammad Yamin dan Perjuangannya

Biografi Mohammad Yamin dan Perjuangannya

Stori
Ras yang Mendominasi Asia Timur dan Asia Tenggara

Ras yang Mendominasi Asia Timur dan Asia Tenggara

Stori
Sejarah Kelahiran Jong Java

Sejarah Kelahiran Jong Java

Stori
7 Fungsi Pancasila

7 Fungsi Pancasila

Stori
Sa'ad bin Ubadah, Calon Khalifah dari Kaum Anshar

Sa'ad bin Ubadah, Calon Khalifah dari Kaum Anshar

Stori
JH Manuhutu, Presiden Pertama RMS

JH Manuhutu, Presiden Pertama RMS

Stori
Penyebaran Berita Proklamasi Kemerdekaan di Sunda Kecil

Penyebaran Berita Proklamasi Kemerdekaan di Sunda Kecil

Stori
Apa yang Dimaksud Kepulauan Sunda Besar?

Apa yang Dimaksud Kepulauan Sunda Besar?

Stori
Kenapa Bali, NTB, dan NTT Disebut Sunda Kecil?

Kenapa Bali, NTB, dan NTT Disebut Sunda Kecil?

Stori
Sejarah Tarian Rangkuk Alu

Sejarah Tarian Rangkuk Alu

Stori
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com