Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Tragedi yang Terjadi Saat Natal

Kompas.com - 22/12/2023, 12:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

Sumber Kompas.com

KOMPAS.com - Natal dirayakan oleh umat Kristiani setiap tanggal 25 Desember.

Dalam bahasa Inggris, Natal disebut dengan Christmas, yang berasal dari kata Cristes maesse, yang artinya Mass of Christ (Misa Kristus).

Secara garis besar, perayaan Natal ini bertujuan untuk memperingati kelahiran Yesus Kristus dari Nazaret.

Jadi, sudah seharusnya Hari Raya Natal dirayakan dengan penuh khidmat dan kebahagiaan.

Akan tetapi, pada kenyataannya, telah terjadi sejumlah tragedi pada hari Natal.

Berikut ini tiga tragedi yang terjadi saat Natal.

Baca juga: Sejarah Natal, Hari Raya Umat Kristiani

Banjir Natal 1717

Pada hari Natal tanggal 25 Desember 1717, badai besar terjadi di daerah pesisir Belanda, Jerman, dan Skandinavia.

Saking besarnya, banjir bandang ini telah meluluhlantakkan ketiga negara itu.

Adapun dampak dari banjir ini adalah sekitar 14.000 nyawa melayang.

Bahkan, daerah Butjadingen di Jerman kehilangan sekitar 30 persen populasinya.

Di Frisia Timur, Jerman, 900 rumah hanyut terbawa arus.

Selain itu, tanggul dan pintu air juga mengalami kerusakan parah.

Disebutkan bahwa dari 284 orang yang hilang di Werdum, Frisia Timur, Jerman, hanya 32 orang berhasil ditemukan pada 5 Februari 1718.

Baca juga: Christmas Truce, Gencatan Senjata Saat Natal Perang Dunia I

Christmas Truce

Christmas Truce atau Gencatan Senjata Natal terjadi pada awal Perang Dunia I antara tentara Blok Poros dan Blok Sekutu.

Gencatan senjata ini terjadi pada Natal 1914 ini sebenarnya tidak berlangsung secara resmi, karena hanya hasil inisiatif para tentara di Front Barat.

Terjadinya Christmas Truce ini bermula ketika Perang Dunia I meletus pada 1914 silam.

Pada 7 Desember 1914, Paus Benediktus XV mengimbau negara-negara yang berperang agar menghentikan perang untuk sementara waktu.

Akan tetapi, imbauan Paus ini tidak dihiraukan oleh negara-negara peserta perang, yang menolak gencatan senjata di Hari Natal pada 1914.

Menjelang malam Natal, suasana di medan perang terasa sangat dingin.

Untuk menghibur para pasukannya, Kaisar William II dari Jerman mengirim pohon natal ke garis depan.

Sewaktu beberapa prajurit Jerman menyanyikan lagu Stille Nacht (Malam yang Sunyi), tentara Inggris ternyata mengikuti mereka.

Lalu, pada waktu fajar Natal 1914, beberapa prajurit Jerman keluar dari parit tempat persembunyian mereka dan berjalan menuju garis pertahanan lawan di No Man's Land, Belgia, sembari berseru "Selamat Natal" menggunakan bahasa Inggris.

Awalnya, prajurit Inggris mengira ini sebuah jebakan. Namun, setelah melihat para prajurit Jerman keluar tanpa membawa senjata, tentara Inggris juga ikut keluar dan akhirnya berdamai.

Prajurit Jerman dan Inggris saling berjabat tangan dan mengucapkan selamat Natal.

Dengan begitu, telah terjadi gencatan senjata secara tidak resmi di antara keduanya.

Baca juga: Sejarah Pohon Natal dan Maknanya

Bencana Tangiwai

Pada 24 Desember 1953, bencana atau kecelakaan kereta api Tangiwai terjadi.

Kecelakaan Tangiwai ini adalah kecelakaan lokomotif yang terjadi sekitar pukul 22:21, ketika jembatan kereta api di atas Sungai Whangaehu runtuh di bawah kereta penumpang ekspres di Tangiwai, Selandia Baru.

Kronologinya adalah pada 24 Desember 1953, pukul 15.00, kereta ekspres dari Wellington ke Auckland yang mengangkut sebelas gerbong, lima gerbong kelas dua, empat gerbong kelas satu, satu gerbong penjaga, dan satu gerbong melintas.

Dengan membawa penumpang sebanyak 285 orang dan awak, kereta tersebut menurut saksi lewat pukul 22:20 dengan kecepatan sekitar 40 mil per jam (64 km/jam).

Namun, mendekati jembatan di atas Sungai Whangaehu di Tangiwai, tiba-tiba seorang pejalan kaki bernama Cyril Ellis yang berdiri di dekat lintasan melambaikan sebuah obor sebagai penanda bahwa telah terjadi sesuatu di jembatan yang akan dilewati oleh kereta ekspres tersebut.

Merespons tanda itu, sang masinis, yaitu Charles Parker pun segera mematikan mesin uap dan memulai penerapan rem udara darurat.

Namun sayangnya, tindakan ini tidak mampu menghentikan laju kereta yang sudah terlalu cepat.

Alhasil, lokomotif, tender, dan lima gerbong kelas dua tercebur ke dalam sungai.

Sementara itu, gerbong kelas satu terhuyung-huyung di tepi jembatan sebelum sambungannya ke bagian kereta lainnya putus dan juga terguling ke dalam sungai.

Dalam insiden ini, sebanyak 151 orang tewas, termasuk sang masinis, Parker, 148 penumpang kelas dua, dan satu penumpang kelas satu.

 

Referensi:

  • Benar, Geoff. Graham Stewart. (1991). Tragedi di Lintasan: Tangiwai&Kecelakaan Kereta Api Selandia Baru Lainnya. Rumah Grantham.
  • Littell, Eliakim. Robert S. Littell. (1848). Usia Hidup, Volume 16. Littell, Son and Co. p.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com