KOMPAS.com - Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia (1942-1945), dibentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau BPUPKI pada 29 April 1945.
BPUPKI melakukan sidang sebanyak dua kali, yakni pada 29 Mei-1 Juni 1945 dan sidang kedua dilaksanakan pada 10-17 Juli 1945.
Selama masa reses (masa istirahat) di antara kedua sidang itu, BPUPKI membentuk Panitia Sembilan.
Baca juga: Tokoh-tokoh Panitia Sembilan
Merumuskan Piagam Jakarta
Piagam Jakarta adalah hasil kompromi mengenai dasar negara Indonesia antara golongan nasionalis dengan golongan Islam.
Sebab, dalam sidang pertama BPUPKI (29 Mei-1 Juni 1945), terjadi perdebatan antara golongan nasionalis dengan tokoh-tokoh Islam.
Sebagai upaya meredam perdebatan yang terjadi, BPUPKI melakukan pemungutan suara untuk penetapan bentuk pemerintahan.
Hasilnya, 45 suara dari golongan nasionalis menolak membawa masalah agama ke dalam masalah pemerintahan, sedangkan 15 suara tokoh Islam, setuju bahwa Islam menjadi dasar filosofis negara Indonesia.
Sampai sidang pertama BPUPKI berakhir, perdebatan ini masih belum terselesaikan dan belum mencapai kesepakatan mengenai rumusan dasar negara Indonesia.
Oleh karena itu, para tokoh sepakat membentuk Panitia Sembilan, yang menjadi perantara golongan nasionalis dan Islam.
Tugas Panitia Sembilan adalah mengumpulkan sekaligus menyelidiki asal-usul tentang perumusan dasar negara, yang akan dibahas dalam sidang kedua BPUPKI.
Rumusan dasar negara yang disusun oleh Panitia Sembilan kemudian dijadikan preambule atau pembukaan UUD 1945.
Baca juga: Rumusan Pancasila dalam Piagam Jakarta
Rancangan Pembukaan UUD 1945 ini yang disebut Piagam Jakarta atau Jakarta Charter, yang disetujui pada 22 Juni 1945.
Isi rumusan Piagam Jakarta adalah:
Dengan demikian, Panitia Sembilan memegang peranan penting dalam merumuskan dasar negara Indonesia.
Referensi: