Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembantaian Sabra-Shatila, Genosida di Kamp Pengungsi Palestina

Kompas.com - 23/11/2023, 22:00 WIB
Widya Lestari Ningsih

Penulis

Sumber Al Jazeera

KOMPAS.com - Pembantaian Sabra dan Shatila adalah peristiwa pembunuhan terhadap 2.000-3.500 pengungsi Palestina dan warga sipil Lebanon di Shatila dan Sabra pada 16-18 September 1982.

Shatila dan Sabra merupakan kamp pengungsian warga Palestina yang terusir dalam Peristiwa Nakba, yakni tragedi pengusiran dan pembunuhan warga Palestina pada saat pembentukan negara Israel pada 1948.

embantaian Sabra dan Shatila terjadi pada masa perang saudara Lebanon, yang melibatkan kelompok sayap kanan yang didukung oleh Israel dan Amerika Serikat (AS) melawan koalisi sayap kiri sekuler Lebanon dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).

Pembantaian Sabra dan Shatila terkenal karena kebrutalannya.

Bahkan Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi yang menyatakan peristiwa ini sebagai tindakan genosida.

Baca juga: Intifada Pertama, Perlawanan Palestina terhadap Pendudukan Israel

Kronologi Pembantaian Sabra dan Shatila

Shatila dan Sabra terletak di barat daya Beirut, ibu kota Lebanon.

Ketika Peristiwa Nakba, sekitar 100.000 warga Palestina melarikan diri ke Lebanon, termasuk ke Shatila dan Sabra.

Pada 1964, berdiri Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), yang hingga kini menjadi satu-satunya wakil rakyat Palestina yang diakui secara sah oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Basis operasi PLO yang mulanya berada di Yordania kemudian dipindahkan ke Beirut, Lebanon, setelah diusir pada 1970.

Satu tahun sebelumnya, Komando Perjuangan Bersenjata PLO mengambil kendali atas 16 kamp pengungsi Palestina di Lebanon, yang juga memungkinkan mereka untuk melakukan operasi militer terhadap Israel dari Lebanon selatan.

Baca juga: Hizbullah, Musuh Bebuyutan Israel Asal Lebanon

Pada 1975, meletus perang saudara di Lebanon, yang berlangsung hingga tahun 1990.

Perang saudara semakin panas karena keterlibatan Israel dan AS, juga PLO di pihak lain.

Pada Juni 1982, pasukan Israel di bawah pimpinan Ariel Sharon, Menteri Pertahanan saat itu, menginvasi Lebanon dengan tujuan menghancurkan markas besar PLO di Beirut.

Mereka mengepung dan membombardir Beirut, karena PLO melancarkan serangan terhadap Israel dari Lebanon Selatan.

Pada 1 September 1982, PLO setuju untuk menarik diri dari Lebanon, setelah AS dan berbagai pihak dunia berjanji akan melindungi pengungsi Palestina di Lebanon.

Dua minggu kemudian, Presiden Terpilih Lebanon, Bachir Gemayel, dan pemimpin pasukan Lebanon, dibunuh di Beirut.

Milisi sayap kanan Lebanon yang disebut Phalange, menyalahkan PLO atas kematian Gemayel.

Baca juga: Sejarah Konflik Lebanon dan Israel

Peristiwa itu dijadikan alasan untuk melakukan pembantaian di Shatila dan Sabra.

Pada 16 September, para pengungsi di Shatila dan Sabra, bersama warga sipil Lebanon, diserang oleh milisi Phalange, yang didukung tentara Israel.

Pembunuhan massal pun terjadi sejak 16 September pukul 18.00 waktu setempat, hingga 18 September pukul 13.00.

Penyelesaian Pembantaian Sabra dan Shatila

Melansir Al Jazeera, angka korban Pembantaian Sabra dan Shatila sulit dipastikan, tetapi perkiraan menyebut jumlah korban tewas antara 2.000-3.500 orang, yang terdiri dari pengungsi Palestina dan warga sipil Lebanon.

Dalam peristiwa berdarah itu, terjadi pembantaian secaara brutal, mutilasi, dan pemerkosaan.

Penampakan mengerikan setelah Pembantaian Sabra dan Shatila yang disiarkan secara global, memicu kemarahan masyarakat dunia.

Investigasi yang dilakukan Israel mengatakan milisi pasukan Lebanon bertanggung jawab langsung atas pembantaian tersebut.

Baca juga: Intifada Kedua, Cara Israel Mengukuhkan Pendudukannya

Ariel Sharon, selaku Menteri Pertahanan Israel, “secara pribadi" juga dianggap bertanggung jawab karena mengabaikan bahaya pertumpahan darah dan balas dendam.

Setelah didesak, Sharon mengundurkan diri dari jabatannya pada 14 Februari 1983, tetapi masih terpilih sebagai Perdana Menteri Israel pada 2001.

Di bulan yang sama, komisi PBB juga menyatakan bahwa pihak militer Israel terlibat, secara langsung maupun tidak langsung, dalam Pembantaian Sabra dan Shatila.

Kendati demikian, tidak ada satu pun tentara atau pejabat militer Lebanon dan Israel yang dihukum atas Pembantaian Sabra dan Shatila.

Pada 2002, pengadilan Belgia juga menolak tuntutan para penyintas Pembantaian Sabra dan Shatila terhadap Ariel Sharon.

Padahal, berdasarkan undang-undang yang berlaku, Belgia memiliki wewenang untuk mengadili orang asing atas kejahatan perang yang dilakukan di luar negeri.

Hingga kini, Pembantaian Sabra dan Shatila masih dikenang sebagai salah satu peristiwa paling traumatis bagi warga Palestina.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com