KOMPAS.com - Periode Yunani Klasik merupakan era bersejarah yang tercermin melalui tiga peristiwa utama.
Tiga periode utama Yunani Klasik itu adalah Perang Yunani-Persia, Perang Sparta-Athena yang berujung pada Perang Peloponnesia, serta kebangkitan negara kota Macedonia di bawah pemerintahan Philippos II.
Periode ini menjadi tonggak penting dalam sejarah Yunani kuno, membentuk pondasi budaya, politik, dan sosial yang akan memengaruhi perkembangan peradaban Barat selanjutnya.
Baca juga: Mengenal Pasukan Sparta, Militer Terbaik Yunani Kuno
Perang Yunani-Persia terjadi pada abad ke-5 SM. Perang muncul sebagai hasil dari rangkaian peristiwa yang dimulai dengan invasi Persia ke wilayah Ionia sekitar tahun 547 SM.
Invasi ini terjadi di bawah kekuasaan Raja Cyrus Agung, yang juga dikenal sebagai Koresh Agung.
Setelah menaklukkan Ionia, Kekaisaran Persia menunjuk Aristagoras sebagai "penguasa boneka", dengan pusat pemerintahannya berlokasi di Miletos.
Pertentangan berikutnya timbul ketika Aristagoras, dengan dukungan dari negara kota Athena dan Eritrea, memutuskan untuk melancarkan serangan balik karena merasa terancam oleh keberadaan Persia di wilayah Yunani.
Serangan ini dikenal sebagai Pertempuran Ionia, yang berlangsung antara tahun 499 hingga 493 SM.
Persia keluar sebagai pemenang dalam pertempuran tersebut. Kemudian, Persia melakukan invasi ke Yunani daratan pada 492 SM, di mana Athena dan Eritrea menjadi sasaran utama sebagai hukuman atas dukungan mereka terhadap Ionia.
Peperangan itu dikenal sebagai Pertempuran Marathon yang berakhir dengan kemenangan Athena atas pasukan Persia.
Namun, putra Darius Agung, Xerxes I, mengirim pasukan Persia yang lebih besar, sehingga memaksa Athena dan Sparta membentuk sebuah persekutuan setelah sebelumnya bersaing.
Athena menyediakan armada laut, sedangkan Sparta menurunkan pasukan darat yang akhirnya mengantarkan kemenangan Yunani atas Persia dalam Pertempuran Pataia pada 479 SM.
Baca juga: Demokrasi Langsung di Yunani Kuno
Perang Peloponnesia merupakan konflik yang melibatkan dua kekuatan utama di Yunani Kuno, yaitu Athena yang didukung oleh Liga Delos dan Sparta dengan dukungan Liga Peloponnesia.
Latar belakang utama dari Perang Peloponnesia adalah ketegangan yang meningkat antara Sparta dan Athena.
Sparta merasa cemas terhadap pertumbuhan dominasi Athena, baik dari segi ekonomi maupun militer dengan kekuatan maritim yang semakin berkembang.
Kekuatan Athena semakin memuncak setelah berhasil membentuk dan memimpin Liga Delos serta mengusir sisa-sisa pengaruh dan kekuatan Persia di wilayah Yunani.
Perang Peloponnesia dibagi menjadi tiga fase utama, yaitu:
Dampak akhir dari Perang Peloponnesia membawa perubahan mendasar dalam tatanan politik Yunani Kuno.
Sebelum 431 SM, Athena merupakan negara kota terkuat di Yunani.
Namun, setelah perang ini, dominasi Athena berakhir, dan Sparta muncul sebagai kekuatan utama di wilayah tersebut.
Baca juga: Mengenal Trapeza, Sistem Perbankan Masa Yunani Kuno
Pada abad ke-3 SM, Yunani berada di bawah pengaruh dominasi Sparta.
Namun, kekuasaan Sparta ini memiliki sejumlah kelemahan yang mengakibatkan ketidakmampuannya untuk mempertahankan supremasi atas Yunani dalam jangka waktu satu abad.
Beberapa faktor yang menyebabkan hal ini antara lain adalah sebagai berikut:
Pada 395 SM, Athena, Argos, Thebe, dan Korinthos secara bersama-sama melawan Sparta dalam Perang Korinthos (395-387 SM).
Meskipun perang ini berakhir tanpa hasil yang memuaskan, campur tangan Persia membantu Sparta.
Sparta mengalami kekalahan signifikan ketika berhadapan dengan negara kota Thebe dalam Pertempuran Leuktra pada 371 SM.
Thebe kemudian memegang kendali atas Yunani, tetapi dominasinya tidak berlangsung lama.
Pada saat yang sama, negara kota Macedonia tumbuh dan berkembang dengan pesat di bawah pimpinan Philipos II.
Macedonia berhasil mengalahkan pasukan gabungan Athena dan Thebe dalam Pertempuran Khaironeia pada 338 SM.
Philipos II memaksa sebagian besar negara kota Yunani untuk bergabung dalam Liga Korinthos di bawah aliansi dengan Macedonia, serta mencegah mereka untuk saling menyerang.
Philipos melanjutkan kampanyenya dengan menyerang Kekaisaran Achaemenid di Persia, meskipun dia akhirnya tewas.
Putranya, Alexander Agung, melanjutkan perang dan mencapai pencapaian besar dengan mengalahkan Darius III dari Persia, menghancurkan Kekaisaran Achaemenid secara total, dan mengintegrasikannya ke dalam Kekaisaran Macedonia.
Namun, setelah wafatnya Alexander Agung pada 323 SM, Yunani mengalami perubahan mendasar dalam hal politik, sosial, dan budaya.
Negara-kota Yunani mulai menjauh dari struktur polis tradisional dan lebih terbuka terhadap kebudayaan Hellenistik yang lebih luas.
Referensi: