KOMPAS.com - Bangunan kolonial di Indonesia memiliki sejumlah karakteristik unik yang membedakannya dari bangunan lainnya.
Keunikan tersebut pun menjadi karakteristik dari arsitektur bangunan peninggalan kolonial Belanda di Indonesia.
Berikut adalah beberapa ciri khas yang dapat diidentifikasi dalam bangunan-bangunan peninggalan masa kolonial:
Baca juga: Anies: Jakarta Banyak Bangunan Tua, tetapi Kebanyakan Bangunan Belanda
Salah satu ciri paling mencolok dari bangunan kolonial adalah penggunaan arsitektur Eropa klasik dalam desainnya.
Gaya arsitektur Neo-Renaissance dan Neo-Gothic yang populer di Eropa pada abad ke-19, banyak digunakan dalam pembangunan bangunan kolonial.
Ciri khasnya adalah menggunakan pilar-pilar besar, dinding berornamen, jendela-jendela bergaya, dan lengkungan-lengkungan elegan.
Contohnya adalah Gedung Sate di Bandung yang memadukan elemen-elemen arsitektur Neo-Renaissance dengan ornamen-ornamen tropis.
Meskipun memiliki pengaruh gaya arsitektur Eropa klasik , bangunan kolonial di Indonesia tetap didesain untuk dapat menyatu dengan kondisi lingkungan lokal beriklim tropis yang panas dan lembab.
Bangunan-bangunan ini sering memiliki veranda besar yang berfungsi sebagai ruang terbuka yang bisa digunakan untuk bersantai atau bertemu tamu.
Selain itu, atap genteng yang melengkung digunakan untuk membantu aliran udara dan menjaga suhu di dalam bangunan tetap sejuk.
Veranda dan atap genteng yang mencerminkan iklim tropis ini menjadi ciri khas bangunan kolonial sehingga membuatnya berbeda dengan bangunan Eropa pada umumnya.
Dinding-dinding bangunan kolonial juga sering dibuat cukup tinggi. Hal ini tidak hanya untuk memberikan privasi kepada penghuni, tetapi juga untuk menciptakan ruang yang lebih sejuk di dalamnya.
Tingginya dinding memungkinkan sirkulasi udara yang baik, membantu mengurangi suhu di dalam ruangan, dan melindungi dari sinar matahari.
Contohnya adalah Istana Bogor di Jawa Barat. Istana ini memiliki veranda besar mengelilingi bangunan utama, menciptakan tempat nyaman bagi penghuni untuk menikmati pemandangan taman yang hijau dan sejuk.
Baca juga: Jokowi Terima Kunjungan PM Timor Leste di Istana Bogor
Keindahan Art Deco menjadi salah satu ciri khas yang mencolok pada sejumlah bangunan kolonial, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung.
Gaya arsitektur Art Deco menampilkan pola-pola geometris, bentuk-bentuk abstrak, dan dekorasi yang lebih sederhana, tetapi elegan.
Bangunan-bangunan ini sering menjadi daya tarik visual dengan tampilan yang mencolok berkat penggunaan warna-warna kontras yang cerah.
Gedung De Majestic di Surabaya adalah contoh bagus dari gaya Art Deco. Bangunan ini menampilkan ornamen-ornamen geometris yang menghiasi fasadnya, serta jendela-jendela dengan desain unik.
Baca juga: Benteng Lodewijk, Jejak Kolonial di Pulau Mengare Gresik
Penggunaan material lokal adalah salah satu ciri utama dalam pembangunan bangunan kolonial di Indonesia.
Bangunan-bangunan ini sering mengandalkan bahan-bahan seperti batu alam, kayu, dan bambu dalam konstruksinya.
Pendekatan ini bukan hanya menciptakan bangunan yang tahan terhadap cuaca tropis, tetapi juga memberikan sentuhan lokal pada desain arsitekturnya.
Istana Maimun di Medan adalah salah satu bangunan kolonial dengan menggunakan bahan lokal, seperti kayu untuk membuat ornamen-ornamen yang rumit dan cantik.
Penggunaan material ini adalah bukti nyata bagaimana arsitektur kolonial di Indonesia mampu menggabungkan unsur-unsur Eropa dengan identitas budaya lokal.
Referensi: