Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohammad Imam Farisi
Dosen

Dosen FKIP Universitas Terbuka

Re-Dekonstruksi Penemu Benua Australia

Kompas.com - 25/07/2023, 10:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Kapal legendaris yang digunakan oleh masyarakat Suku Bugis dalam mengarungi lautan nusantara hingga ke berbagai belahan dunia, termasuk benua Australia (Nanda, 2021).

Charles Campbell Macknight, antropolog dan sejarawan Asia dari Australian National University (UNU), melalui bukunya “The Voyage to Marege', Macassan trepangers in northern Australia” (1976) juga mengungkap fakta bahwa setidaknya pada periode 1750–1780, para pelaut/nelayan asal Makassar telah berlayar menuju Marege.

Bahkan, setiap tahun, tak kurang dari seribu pelaut Bugis singgah di pesisir Marege selama musim angin barat (Desember-Maret).

Mereka melaut hingga pesisir Marege untuk mencari teripang di laut dangkal sekitar Arnhem Land (kawasan dalam Northern Territory di Australia, yang berjarak sekitar 500 kilometer dari Ibu Kota Darwin) yang dikenal sebagai kawasan perairan yang memiliki teripang melimpah, sehingga menjadi magnet pelaut Nusantara/Makassar (Thamrin, 2020).

Sejarawan asal Australia, yaitu Peter G. Spillet, melalui ekspedisi pelayaran menggunakan replika perahu Makassar, “Hati Marege” menelusuri Jalur Tripang dari Indonesia bagian timur menuju Northern Territory (1988) (Carmen, 2005), bahkan mengungkap bahwa interaksi antara orang-orang Muslim asal Makassar dan penduduk asli Arnhem Land, yaitu suku Yolngu telah terjalin sejak sekitar tahun 1500-an.

Interaksi di antara mereka tidak hanya dalam bidang perdagangan, melainkan pula interaksi budaya. Bukti-bukti kebudayaan yang ditemukan Peter antara lain dalam kosa kata Suku Aborigin modern, masih ditemukan 250 istilah yang diserap dari Bahasa Bugis.

Selain itu, pemberian nama-nama Makassar di beberapa lokasi seperti Kayu Jawa di Pantai Kimberley dan Teluk Mangko di Teluk North West, Australia (Nanda, 2021).

Teori Maluku (re-dekontruksi)

Teori teranyar tentang penemuan benua Australia adalah “Teori Maluku”. Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Ruyter dkk. (2023) berdasarkan temuan arkeologis berupa ukiran dua kapal layar (tempur) di atas batu cadas Awunbarna, atau dikenal sebagai Gunung Borradaile, yang berada di Arnhem Land di wilayah bagian utara Australia di atas pemilik tanah tradisional Amurdak dan Mengerdji.

Wilayah Awunbarna terdiri dari serangkaian outlier batupasir besar yang dikelilingi deretan kecil punggungan pemogokan batupasir dari Batupasir Mamadewerre.

Daerah ini diketahui berisi ratusan situs seni cadas dengan beberapa kompleks seni cadas yang paling signifikan di kawasan ini.

Awunbarna, atau “gunung berongga” (the hollow mountain), terletak di perhubungan beberapa kelompok bahasa Pribumi dan di titik penting antara pantai dan negara batu (Roberts & Parker, 2003).

Menurut mereka, kedua lukisan kapal layar (tempur) tersebut tidak seperti perahu atau kapal penangkap ikan khas pelaut/nelayan Makassar atau kerajinan kolonial lainnya yang diilustrasikan di tempat lain di situs seni cadas di Australia utara. Kedua lukisan kapal tersebut berasal dari Maluku Tenggara.

Penggambaran seni cadas tersebut tampak menampilkan bendera segitiga, panji-panji, dan hiasan haluan—papan haluan berdekorasi mencolok di kedua kotak dan "roda matahari" (sun wheel)—perangkat melingkar dengan pancaran sinar—dalam satu kesatuan.

Dengan membandingkan bentuk, proporsi, konfigurasi, dan detail kedua perahu ini dengan perahu yang tercatat secara historis dari daerah terdekat, Ruyter dkk. menyimpulkan bahwa kemungkinan asal kedua lukisan kedua perahu tersebut adalah dari wilayah Maluku Tenggara, dan kemungkinan besar dari pulau Tanimbar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com