Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohammad Imam Farisi
Dosen

Dosen FKIP Universitas Terbuka

Re-Dekonstruksi Penemu Benua Australia

Kompas.com - 25/07/2023, 10:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Penggambaran seni cadas tersebut mewakili kapal perang yang dihias secara seremonial yang digunakan untuk memimpin pelayaran perdagangan dan penyerbuan dari Tanimbar, Aru, dan Kei ke pulau-pulau tetangga.

Ilustrasi terperinci juga menyiratkan bahwa pembuat lukisan perahu tersebut diperkirakan telah memiliki tingkat pengetahuan yang mendalam tentang kerajinan itu sendiri melalui pengamatan yang lama atau dekat, atau dari pelayaran yang benar-benar mereka lakukan.

Teori Ruyter dkk. juga memperkuat teori Makassar bahwa penemuan benua Australia oleh pelaut/nelayan Indonesia (Makassar dan Maluku) tidak hanya merupakan relasi ekonomi, melainkan juga relasi budaya.

Bahkan, lebih jauh Ruyter dkk. menyimpulkan bahwa penggambaran seni cadas tersebut mewakili kerajinan tempur yang dihias secara seremonial yang digunakan tidak hanya untuk menggambarkan hubungan perdagangan, penangkapan ikan antara penduduk asli Australia utara (suku Yolngu) dengan penduduk pelaut/pedagang dari kepulauan Maluku Tenggara.

Ia juga merefleksikan kegiatan penggerebegan laut, eksploitasi sumber daya laut atau bahkan perbudakan.

Re-dekonstruksi atas “Teori Inggris” dan “Teori Makkassar” yang selama ini mengisi narasi relasi antara Barat dan Australia atau Nusantara dan Australia di masa lampau, membuktikan bahwa jauh sebelum ekspedisi gabungan antara Royal Navy dan Royal Society ke selatan Samudera Pasifik di atas kapal HMS Endeavour dari tahun 1768 hingga 1771, pelaut/pedagang dari kawasan nusantara (Makassar, Maluku, dll.) sudah melakukan ekspedisi ekonomi dan budaya ke benua Australia.

Misi ekspedisi pelaut/nelayan/pedagang Nusantara berbeda dengan misi Cook yang lebih bernuansa “kolonisasi”.

Re-dekonstruksi “Teori Maluku” oleh Ruyter dkk. juga memberikan bukti langsung bahwa ada beragam etnis para pelaut dari Pulau Asia Tenggara yang dikenal oleh seniman Arnhem Land yang datang ke benua Australia, dan bukan hanya dari Makassar, seperti yang diklaim selama ini dalam historiografi nasional maupun internasional.

Selain itu, lukisan dua kapal perang Maluku di Arnhem Land juga mendukung kemungkingan adanya penyimpangan yang signifikan dari narasi yang diterima tentang aktivitas perdagangan dan penangkapan ikan pesisir Makassar, dan ini memiliki implikasi penting bagi dua model kronologis yang bersaing untuk kontak budaya dengan Asia Tenggara seperti dikemukakan oleh Wesley, dkk. (2016).

Jika teori ini benar, maka motif-motif ini mendukung kesimpulan Mitchell (1994) bahwa pelayaran sporadis atau kebetulan dari Indonesia ke garis pantai utara Australia, kemungkinan terjadi sebelum industri reguler [teripang] berkembang. Satu abad sebelum kapten Cook melayari pantai timur laut Australia.

Sejarah sebagai peristiwa (history is events) memang sesuatu yang unik dan tidak akan berulang (einmalig).

Tetapi, sejarah sebagai ilmu (history is science), hasil interpretasi dan konstruksi berdasarkan bukti-bukti ilmiah selalu bisa dan perlu ditulis ulang, ditafsir ulang, sesuai dengan bukti-bukti baru yang ditemukan, serta berdasarkan hasil interpretasi dan re-interpretasi para ilmuwan (ahli sejarah) atas potongan-potongan (puzzles) bukti yang ada.

Ini membuktikan bahwa kebenaran ilmiah, termasuk sejarah sebagai ilmu, bersifat dinamis, tidak absolut.

Selalu terbuka kemungkinan bagi setiap orang (ahli) untuk mengujinya dengan metode tertentu dengan hasil yang sama, relatif sama atau bahkan berbeda atau bertentangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com