Mekkah saat ini dipenuhi dengan gedung-gedung pencakar langit bertingkat, bak kota-kota di Amerika, New York atau Chicago, misalnya.
Kota-kota Eropa cenderung mempertahankan bangunan-bangunan kuno, maka gedung-gedung menjulang tinggi sedikit mendapatkan tempat.
Eropa terasa klasik, Amerika dan Asia berlomba dengan arsitektur menjulang tinggi, seperti Hongkong, negera-negara Arab Teluk, Singapura, bahkan Jakarta.
Zamzam tower sangat mencolok, sebagai penanda kota. Jam yang sudah menyaingi menara Big Ben London. Bentuknya pun mirip. Kalimat takbir dan tasybihnya yang membedakan, dengan nyala hijau.
Dari arah terminal Syib Amir, Jiad, dan Bab Ali, menara itu menjulang melebihi gedung-gedung sekitar.
Di dalam area lantai satu Masjid Haram, Ka’bah dikitari orang-orang tawaf, Zamzam tower tetap tajam menusuk langit.
Di mana pun berada di Mekkah, Zamzam sebagai bintang penunjuk arah. Orang saling mencari kawan, di jalan tol jauh, dari arah hotel-hotel jamaah Indonesia di beberapa sektor, di antara bukit-bukit hitam yang terus dibabat dengan bulldozer.
Dari Mina pun terlihat. Masuk kota Mekkah dari arah banyak penjuru, Zamzam tower adalah petunjuk jalan. Dahulu mungkin Ka’bah lah penanda itu, walaupun tertutupi oleh bukit-bukit.
Mekkah di dalam wilayah provinsi Hijaz berganti-ganti terus yang mengurus administrasi dan pemeliharaannya.
Zaman Umayyah pernah terjadi perselisihan bahkan sampai sekitar Ka’bah, antara Abdullah bin Zubair (624-692 M) dan para khalifah Umayyah awal.
Setelah mendeklarasikan sebagai khalifah di Hijaz, sementara dinasti Umayyah tetap sebagai khalifah di luar itu, perang saudara tak terelakkan.
Mekkah dikuasai Abdullah bin Zubair sebagai tempat bertahan untuk menahan gempuran dari khalifah Yazid, Marwan, dan Abdul Malik bin Marwan.
Pada 692 kota ini dikepung oleh gubernur al-Hajjaj bin Yusuf al-Tsaqafi (661-714 M) dan Abdullah pun gugur. Kerusakan-kerusakan diberitakan dalam riwayat Tarikh, termasuk area Haram dan Ka’bah itu sendiri. Dinasti Umayyah membangun kembali.
Dalam banyak riwayat, kerusakan Ka’bah selama perang saudara itu cukup banyak, sehingga Abdullah bin Zubair semasa hidup pun memperbaiki, termasuk pecahnya batu hitam. Dinasti Umayyah tentu memodifikasi beberapa hal, termasuk bangunan sekitarnya.
Masa Abbasiyah yang menonjol adalah khalifah al-Mansur (714-775) yang meletakkan fondasi kota Baghdad. Mungkin setelah era beliau, beberapa kali perbaikan Ka’bah dilakukan.