Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/05/2023, 10:00 WIB
Widya Lestari Ningsih

Penulis

Sumber Komnas HAM

Namun, Kapolri yang menjabat saat itu, Jenderal Pol Dibyo Widodo, membantah jika anak buahnya menggunakan peluru tajam.

Kapolda Metro Jaya Hamami Nata juga menyatakan bahwa polisi hanya menggunakan tongkat pemukul, peluru kosong, peluru karet, dan gas air mata.

Meski beberapa perwira pertama Polri telah divonis bersalah dan dipenjara, pelaku penembakan Tragedi Trisakti tetap tidak diketahui.

Bahkan penyelesaian Tragedi Trisakti masih menggambang hingga kini, 25 tahun setelah peristiwa tersebut terjadi.

Baca juga: Peristiwa Cimanggis 1998

Komnas HAM menilai telah terjadi pengabaian hak korban atas keadilan oleh negara selama bertahun-tahun.

Di saat yang sama, masyarakat umum juga tidak mendapatkan hak atas informasi mengenai sebuah kebenaran karena ketiadaan ketegasan dari negara untuk mengadili siapa yang bersalah atau bertanggung jawab dalam Tragedi Trisakti.

Alhasil, berkembang opini publik yang menyalahkan pihak tertentu karena pembiaran oleh negara selama bertahun-tahun.

Lahirnya TAP MPR No. XVII/MPR/1998

Lahirnya TAP MPR No. XVII/MPR/1998 mungkin menjadi dampak positif Tragedi Trisakti.

Tragedi Trisakti memunculkan kembali perdebatan mengenai konstitusionalitas perlindungan HAM di Indonesia yang telah lama "tidur".

Baca juga: Kerusuhan Mei 1998: Krisis Multisektor Menjelang Lengsernya Soeharto

Perdebatan bermuara pada lahirnya Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia pada November 1998.

TAP MPR ini tidak hanya memuat Piagam Hak Asasi Manusia, tetapi menegaskan kepada lembaga-lembaga tinggi negara dan seluruh aparatur pemerintah untuk menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan pemahaman mengenai HAM kepada seluruh masyarakat.

Selain itu, Presiden RI dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diminta untuk meratifikasi instrumen-instrumen internasional HAM.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com