Kriminalitas yang berlangsung pada 14-15 Mei ini diwarnai aksi penjarahan dan perusakan terhadap 179 toko dan 109 rumah.
Ratusan fasilitas umum dan belasan mobil serta motor pun turut dibakar dalam aksi di Palembang ini.
Di Surakarta dan sekitarnya, aksi gabungan dari berbagai mahasiswa yang semula digelar di Jalan Solo-Kartasura meluas menjadi tindakan anarkis.
Baca juga: Kisah-kisah Pilu dalam Kerusuhan Mei 1998
Aksi yang berlangsung pada 14 Mei 1998 itu meluas hingga ke tindakan pengrusakan fasilitas umum, perkantoran, pertokoan, bank, terminal, dan kendaraan.
Kriminalitas lain pada masa demonstrasi dan kerusuhan Mei 1998 adalah kekerasan seksual yang menyasar para perempuan-perempuan Tionghoa.
Tindakan kekerasan seksual ini bukan hanya verbal, melainkan upaya pemerkosaan massal terhadap para perempuan, khususnya yang berdarah Tionghoa.
Akibat berbagai tindakan kriminal ini, perempuan dan masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia mengalami trauma hebat.
Trauma juga dialami massa demonstrasi yang mendapatkan tindakan represif dari aparat.
Tindakan kriminalitas yang berbaur dengan aksi intelektual dalam menyerukan upaya reformasi politik ini tidak dapat dibendung oleh para aparat keamanan.
Baca juga: Kronologi Kelengseran Soeharto, Mei 1998
Sebaliknya, aparat keamanan juga melakukan tindakan represif yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa dari kalangan pengunjuk rasa.
Kasus kriminalitas ini mulai mereda tatkala massa demonstrasi berhasil mendesak Soeharto untuk meletakkan jabatannya pada 21 Mei 1998.
Keberhasilan massa dalam menumbangkan hegemoni Soeharto adalah perjuangan yang panjang, tetapi juga diwarnai segenap tragedi pilu.
Pascaperalihan tampuk kepemimpinan dari Soeharto ke BJ Habibie, kasus kriminalitas dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) pun mulai diperhatikan untuk diselesaikan.
Upaya penegakkan HAM atas kerusuhan Mei 1998 masih berlangsung hingga sekarang.
Baca juga: Solusi Kerusuhan Mei 1998
Referensi: