KOMPAS.com - Pada tanggal 13 Mei hingga 15 Mei 1998, terjadi kerusuhan di Jakarta yang dikenal dengan Kerusuhan Mei 1998.
Penyebab pertama yang memicu terjadinya Kerusuhan Mei 1998 adalah krisis finansial Asia yang terjadi sejak tahun 1997.
Saat itu, banyak perusahaan yang bangkrut, jutaan orang dipecat, 16 bank dilikuidasi, dan berbagai proyek besar juga dihentikan.
Krisis ekonomi yang tengah terjadi kemudian memicu rangkaian aksi unjuk rasa di sejumlah wilayah di Indonesia.
Dalam unjuk rasa tersebut, ada empat korban jiwa yang tewas tertembak. Mereka adalah mahasiswa Universitas Trisakti.
Tewasnya keempat mahasiswa tersebut pun menambah kemarahan masyarakat yang saat itu sudah terbebani dengan krisis ekonomi.
Baca juga: Krisis Moneter: Pengertian dan Dampaknya
Pada tanggal 12 Mei 1998, sekitar pukul 11.00-13.00, ribuan mahasiswa Universitas Trisakti melakukan aksi damai di dalam kampus.
Setelah itu, mahasiswa mulai turun ke Jalan S Parman dan hendak berangkat ke gedung MPR atau DPR.
Pukul 13.15, para mahasiswa sampai di depan kantor Walikota Jakarta Barat.
Melihat segerombolan mahasiswa di depan kantor tersebut membuat aparat polisi menghadang laju mereka.
Setelah itu, terjadi perundingan antara pihak polisi dengan para mahasiswa. Kesepakatan yang dicapai ialah para mahasiswa tidak melanjutkan aksi unjuk rasa mereka ke MPR atau DPR.
15 menit setelahnya, pukul 13.30, para mahasiswa melakukan aksi damai di depan kantor Walikota Jakarta Barat.
Kondisi dan situasi saat itu dapat dibilang masih sangat tentang. Tidak ada ketegangan sama sekali antara pihak aparat dan mahasiswa.
Pukul 16.30, polisi mulai memasang garis polisi dan meminta para mahasiswa untuk memberi jarak 15 meter dari garis tersebut.
Tidak berselang lama, pihak polisi pun meminta agar mahasiswa kembali ke dalam kampus.