Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Itu Pan-Asianisme?

Kompas.com - 21/02/2023, 22:00 WIB
Widya Lestari Ningsih

Penulis

KOMPAS.com - Pan-Asianisme atau nasionalisme Asia adalah gerakan yang menyerukan solidaritas dan persatuan masyarakat Asia untuk melawan pengaruh Barat.

Ada yang menyebut gerakan ini sebagai protes terhadap pemerasan ekonomi oleh bangsa Barat.

Pan-Asianisme untuk menolak imperialisme dan kolonialisme bangsa Barat dipopulerkan pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20.

Baca juga: Apa Itu Pan-Jermanisme?

Asal-usul Pan-Asianisme

Nilai-nilai Pan-Asianisme telah tumbuh pada abad ke-13, tepatnya ketika Genghis Khan menyatukan semua suku di Asia Tengah di bawah kekuasaan Kekaisaran Mongol.

Semangat nasionalisme Asia kembali akrab di telinga pada pertengahan abad ke-19.

Saat itu, negeri-negeri Asia Timur, khususnya China dan Jepang, terancam dengan proyek kolonialisme bangsa Eropa di Asia.

Ancaman dominasi Eropa semakin kuat di kalangan intelektual dan bangsa-bangsa Asia ketika Inggris mengalahkan China dalam Perang Candu (1839-1842).

Dari situlah muncul gagasan untuk dilahirkannya identitas bersama dan solidaritas di antara masyarakat Asia atau Pan-Asianisme.

Baca juga: Perang Candu I (1839-1842): Penyebab, Kronologi, dan Dampak

Perkembangan Pan-Asianisme

Kemenangan Jepang atas Kekaisaran Rusia, yang menjadi salah satu bangsa adidaya dari Eropa, pada 1905 merupakan momentum politis bagi kebangkitan kepercayaan diri dan perasaan nasional bangsa-bangsa Asia.

Sejak itu, usaha untuk membangun Pan-Asianisme mulai terlembaga dalam berbagai asosiasi-asosiasi yang berdiri di seluruh Asia.

Ada pula konferensi-konferensi Pan Asia yang berlangsung di China, Jepang, dan Afghanistan.

Sejumlah kelompok intelektual dari China, Korea, Filipina, India, dan beberapa wilayah Asia lainnya bahkan datang ke Jepang dengan harapan mendapatkan dorongan untuk mengembangkan rasa solidaritas dan persatuan sebagai orang Asia.

Pada 1907, Zhang Binglin, Zhang Ji, Liu Shipei, dan kaum revolusioner dari China lainnya mengorganisir Persaudaraan Kemanusiaan Asiatik, dengan kaum revolusioner dari India, Vietnam, Myanmar, Filipina, dan Korea, serta kaum sosialis Jepang, untuk saling membantu dalam kegiatan anti-imperialisme bangsa Barat.

Namun, usaha tersebut tidak bertahan lama karena adanya penyelewengan oleh Jepang.

Baca juga: Keterkaitan Perang Dunia II dengan Masuknya Jepang ke Indonesia

Penyelewengan Pan-Asianisme oleh Jepang

Pan-Asianisme mulanya didasarkan pada sentimen bahwa bangsa Asia memiliki nasib yang sama dan musuh bersama, yakni bangsa Barat.

Namun, kemenangan Jepang atas Rusia membuat sebagian kalangan intelektual Jepang mencari-cari alasan kultural dan historis yang diperlukan sebagai legitimasi bahwa Jepang yang pantas memimpin pembebasan bangsa Asia dari Eropa.

Fasisme Jepang pun menggunakan Pan-Asianisme untuk melegitimasi nafsu penaklukan dan penindasan terhadap bangsa-bangsa Asia yang lebih lemah dan kecil.

Pada 1910, atas nama Pan-Asianisme, Jepang menjalankan agresi terhadap Korea.

Kritik dari orang-orang Asia bermunculan terhadap aksi Pan-Asianisme Jepang yang dinilai sebagai retorika belaka untuk imperialisme Jepang sendiri.

Baca juga: Mengapa Fasisme Muncul di Italia, Jerman, dan Jepang?

Untuk menyelamatkan Pan-Asianisme, pada 1919 Li Dazhao dari Partai Komunis China membuat seruan kepada bangsa-bangsa Asia untuk membangun nasionalisme Asia yang baru melawan Pan-Asianisme Jepang.

Sun Yat Sen, tokoh revolusioner yang dikenal sebagai Bapak China Modern, sebenarnya sempat memberi ceramah tentang Pan-Asianisme di Kobe pada 1924 dan membujuk agar Jepang kembali ke jalan persatuan Asia yang sebenarnya.

Menurut Sun Yat Sen, tujuan Pan-Asianisme adalah mengakhiri penderitaan dan ketertindasan bangsa-bangsa Asia dengan melakukan perlawanan terhadap dominasi bangsa Eropa.

Tetapi seruan itu dan segala kritik dari bangsa Asia lainnya tidak membuat Jepang goyah.

Selama dekade berikutnya, Jepang secara terbuka melakukan ekspansi militer di kawasan Asia dan baru berhenti setelah mengalami kekalahan dalam Perang Dunia II (1939-1945).

 

Referensi:

  • Hartono, Rudi dan Ulfa Ilyas. (2013). Bung Karno: Nasionalisme, Demokrasi dan Revolusi. Jakarta: Berdikari Nusantara Makmur.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com