Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perang Takhta Jawa III, Sebab Pecahnya Kerajaan Mataram Islam

Kompas.com - 06/02/2023, 18:00 WIB
Widya Lestari Ningsih

Penulis

KOMPAS.com - Pada abad ke-18, Kerajaan Mataram Islam runtuh setelah terpecah dua menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta melalui Perjanjian Giyanti.

Perjanjian Giyanti disepakati pada 1755, yang disusul dengan Perjanjian Salatiga pada 1757.

Perjanjian Salatiga secara resmi membagi Kerajaan Mataram Islam menjadi tiga, yakni Kesultanan Yogyakarta, Kasunanan Surakarta, dan Praja Mangkunegaran.

Perjanjian Giyanti dan Perjanjian Salatiga merupakan buah dari Perang Takhta Jawa Ketiga atau Perang Suksesi Jawa III yang berlangsung sejak 1747 hingga 1757.

Berikut ini sejarah Perang Takhta Jawa III.

Baca juga: Perang Takhta Jawa I: Latar Belakang, Kronologi, dan Akhir

Latar belakang

Peristiwa Geger Pecinan pada 1742, mengakibatkan ibu kota Kerajaan Mataram Islam di Kartasura hancur.

Peristiwa tersebut melibatkan salah satu pangeran Mataram, yakni Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa, keponakan Pakubuwono II.

Karena Keraton Kartasura hancur, Pakubuwono II (1726-1749) memindahkan ibu kota kerajaan ke Keraton Surakarta.

Pemerintahan Pakubuwono II dapat bertahan selama lebih dari dua dekade tidak lepas dari peran VOC.

Karena itu pula, intrik di kalangan para bangsawan Mataram terus terjadi dan Pakubuwono II semakin diperas oleh VOC.

Salah satu penyebab Perang Takhta Jawa III adalah kekesalan Pangeran Mangkubumi, adik Pakubuwono II, terhadap sikap VOC.

Baca juga: Perang Takhta Jawa II: Penyebab dan Akhir Pertempuran

Suatu hari, Gubernur Jenderal VOC Baron van Imhoff datang untuk mendesak Pakubuwono II agar menyewakan daerah pesisir kepada VOC dengan harga 20.00 real per tahun, yang ditentang oleh Pangeran Mangkubumi.

Karena hal itu, Baron van Imhoff menghina Pangeran Mangkubumi dan memengaruhi Pakubuwono II untuk membatalkan pemberian tanah di Sukawati (sekarang Sragen) yang telah dijanjikan.

Pangeran Mangkubumi pun sakit hati, dan memilih meninggalkan Keraton Surakarta untuk bergabung bersama Raden Mas Said.

Itulah penyebab meletusnya perang saudara di Kerajaan Mataram Islam yang kemudian disebut sebagai Perang Suksesi Jawa III, antara Pakubuwono II yang dilanjutkan oleh Pakubuwono III melawan Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said.

Baca juga: Sultan Hamengkubuwono I (Pangeran Mangkubumi): Biografi dan Perjuangan

Kerajaan Mataram Islam dibagi dua

Di tengah perlawanan Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said, Pakubuwono II meninggal pada 20 Desember 1749.

Sebelum meninggal, Pakubuwono II sempat menandatangani perjanjian dengan VOC, yang oleh para sejarawan disebut sebagai titik awal hilangnya Kerajaan Mataram Islam.

Putra Pakubuwono II, Raden Mas Suryadi, kemudian dinobatkan sebagai raja bergelar Pakubuwono III.

Pakubuwono III meneruskan Perang Takhta Jawa III melawan Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said dibantu VOC.

Pada 1752, terjadi perpecahan antara Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said.

Hal itu segera dimanfaatkan oleh VOC, yang mengirimkan Nicolas Hartingh untuk menawarkan perdamaian kepada Pangeran Mangkubumi.

Baca juga: Mangkunegara I (Pangeran Sambernyawa): Perjuangan dan Kepemimpinan

VOC berhasil menarik Pangeran Mangkubumi untuk menghadiri Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755.

Perjanjian Giyanti secara resmi membagi Kesultanan Mataram menjadi dua.

Bagian timur Mataram menjadi milik Pakubuwono III, dengan tetap berkedudukan di Keraton Surakarta, sementara bagian barat Mataram diberikan kepada Pangeran Mangkubumi.

Pangeran Mangkubumi kemudian mendirikan Kasultanan Yogyakarta dan memerintah dengan gelar Sultan Hamengkubuwono I.

Dengan kata lain, Perjanjian Giyanti melahirkan Nagari Kasunanan Surakarta yang diperintah oleh Sunan Pakubuwono III dan Kasultanan Ngayogyakarta dipimpin oleh Sultan Hamengkubuwono I.

Baca juga: Sri Susuhunan Pakubuwono III, Raja Jawa Pertama yang Dilantik VOC

Lahirnya Praja Mangkunegaran

Raden Mas Said, yang tidak ikut dalam Perjanjian Giyanti masih gencar melakukan perlawanan.

VOC berulang kali menawarkan solusi dengan jalan perundingan, yang akhirnya diterima oleh Raden Mas Said.

Pihak-pihak terkait kemudian berkumpul di Salatiga, Jawa Tengah, pada 17 Maret 1757 untuk menyepakati Perjanjian Salatiga.

Dalam perjanjian itu, Raden Mas Said diakui sebagai pangeran merdeka dengan wilayah otonom berstatus kadipaten yang disebut Praja Mangkunegaran.

Perjanjian Salatiga menandai berdirinya Praja Mangkunegaran, kadipaten yang posisinya dibawah kasunanan dan kasultanan, sehingga penguasanya tidak berhak menyandang gelar Sunan ataupun Sultan.

Baca juga: Hamengkubuwono, Paku Alam, Pakubuwono, Mangkunegara, Apa Bedanya?

Gelar para penguasa yang memegang pemerintahan di Mangkunegaran adalah Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA).

Raden Mas Said kemudian dinobatkan sebagai pendiri sekaligus penguasa pertama Mangkunegaran yang bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I.

Kedudukan Mangkunegara berada di Pura Mangkunegaran, yang didirikan di kawasan Banjarsari, Surakarta, tidak jauh dari Keraton Surakarta.

Perjanjian Salatiga menandai bahwa Kesultanan Mataram telah terbagi menjadi tiga kekuasaan yang diperintah oleh Hamengkubuwono I, Pakubuwono III, dan Mangkunegara I.

Terbaginya Kerajaan Mataram Islam menjadi tiga menandai akhir dari Perang Takhta Jawa III.

 

Referensi:

  • Lestari, Dwi. (2020). Takhta Raja-raja Jawa. Yogyakarta: Anak Hebat Indonesia.
  • Sujarweni, V Wiranata. (2021). Menelusuri Jejak Mataram Islam di Yogyakarta. Yogyakarta: Anak Hebat Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com