Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Malnutrisi, Riwayat Panjangnya Tercatat di Indonesia

Kompas.com - 13/01/2023, 21:00 WIB
Josephus Primus

Penulis

KOMPAS.com - Malnutrisi disebut juga stunting secara singkat setara dengan kondisi gizi buruk yang dialami seseorang.

Laman Kompas.com sebagai sumber literatur edisi 23 September 2021 memberikan informasi bahwa malnutrisi terjadi di Indonesia bahkan sudah sejak lama.

Riwayat panjang malnutrisi yang melanda Indonesia, tercatat, terkait dengan depresi besar atau Great Depression dunia pada sekitar 1929.

Baca juga: Ikan Teri Terbukti Bantu Atasi Kasus Malnutrisi Global, Sains Jelaskan

Kala itu, kekurangan gizi atau malnutrisi meliputi kekurangan protein dan kalori.

Kondisi ekonomi yang tidak ideal, misalnya, membuat daya beli rakyat Indonesia susut untuk mendapatkan sumber protein mulai dari daging ayam hingga telur.

Di masa itu, harga daging ayam dan telur, misalnya, hanya terjangkau oleh masyarakat pemilik uang lebih.

Malnutrisi

Umami Barberque Burger.KARAKSA MEDIA Umami Barberque Burger.

Di masa kini, malnutrisi juga berhubungan dengan pola makan.

Pola makan ini mengancam segala usia mulai dari yang muda hingga lansia.

Catatan datang dari studi untuk orang-orang lanjut usia bertajuk Elderly Project kerja sama Ajinomoto dengan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Salah satu temuan adalah ikhwal peningkatan selera makan.

Peningkatan selera makan bisa membantu lansia untuk pemenuhan asupan gizi yang baik.

Meningkatnya selera makan pada lansia akan mendukung perbaikan kondisi fisik dan kualitas hidup.

Selain fokus perhatian pada pemberian makanan dengan kandungan protein tinggi, vitamin, dan mineral, asupan makanan juga mengutamakan status rendah garam.

Secara alami, landasan faktor usia membuat hormon-hormon pengatur selera makan pada lansia cenderung menurun.

Fakta ini berpotensi menyebabkan lansia mengalami malnutrisi.

Sementara, efek buruk malnutrisi pada sebagian besar lansia adalah keletihan dan gangguan pada otot.

Pada bagian selanjutnya, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan sudah merilis kampanye Bijak Garam.

Pada kampanye sejak 2022 ini, masyarakat mendapatkan peringatan bahwa asupan garam berlebih berisiko pada penyakit darah tinggi.

Batas aman konsumsi garam menurut WHO adalah maksimal 5 gram dalam sehari.

Takaran ini setara dengan kurang dari satu sendok teh.

Lansia juga mesti ikut ambil bagian dalam kebijakan mengonsumsi garam.

Salah satu pilihan yang bisa diambil adalah penggunaan substitusi garam dengan bahan bumbu penyedap rasa  gurih atau umami.

Asupan bumbu umami, misalnya, menjadi salah satu bagian dari masakan di lokasi penelitian Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha (BPSTW) Unit Abiyoso dan BPSTW Budi Luhur - Yogyakarta.

Periode penelitian pada Oktober 2021 sampai dengan Januari 2022 kata Kepala Penelitian Elderly Project, Dr. Toto Sudargo, M.Kes.

Hasilnya, para lansia di kedua lokasi itu mengalami penurunan kadar gula darah.

Pemakaian garam dapur pada BPSTW Unit Abiyoso dan Budi Luhur yang telah diturunkan dan diganti dengan produk Ajinomoto tidak membuat nafsu makan para lansia menurun.

Fakta ini menunjukkan bahwa rasa makanan terbukti tetap enak walaupun tidak mengandung takaran garam sebanyak sebelumnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com