Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah Bung Karno Terlibat G30S?

Kompas.com - 11/11/2022, 15:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

Sumber Kompas.com

KOMPAS.com - Pembunuhan enam jenderal dan satu perwira Angkatan Darat yang berlangsung pada 30 September 1965 dikenal sebagai peristiwa G30S.

Terjadinya G30S pada hari itu bisa dikatakan sebagai tonggak awal meredupnya karier Soekarno sebagai Presiden Indonesia.

Hal ini disebabkan oleh adanya tuntutan dari masyarakat, khususnya mahasiswa yang ingin Soekarno turun dari jabatannya sebagai orang nomor satu di Indonesia.

Dasar tuntutan tersebut adalah kedekatan Soekarno dan ketidaktegasannya terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dituding sebagai dalang di balik peristiwa mengenaskan tersebut.

Bahkan, ada dugaan bahwa Soekarno ikut terlibat dalam peristiwa pembunuhan enam jenderal dan satu perwira itu.

Lantas, benarkan Bung Karno terlibat G30S?

Baca juga: Di Mana Soekarno Ketika G30S Terjadi?

Tidak pernah ada bukti

Tidak pernah ada bukti yang menunjukkan bahwa Bung Karno terlibat dalam peristiwa G30S.

Sejak dibentuk pada 1941, PKI telah memberi kesan sebagai partai politik yang radikal dan condong anarkis.

PKI juga diketahui melakukan pemberontakan beberapa kali. Salah satunya adalah pemberontakan PKI Madiun 1948, yang menewaskan beberapa pejabat pemerintah dan para pemimpin anti-komunis.

Akibatnya, banyak rakyat yang menuntut agar PKI dibubarkan. Akan tetapi, Presiden Soekarno tidak menanggapi keinginan rakyat tersebut.

Lebih lanjut, Soekarno menunjukkan dukungannya terhadap sayap kiri dengan mengeluarkan UU Darurat dan mencetus slogan Nasakom (Nasionalisme, Agama, dan Komunisme) pada 1956.

Tujuan Nasakom adalah untuk memenuhi tiga tuntutan faksi utama dalam politik, yaitu tentara, kelompok Islam, dan komunis.

Namun, sekeras apa pun Soekarno mengampanyekan Nasakom, konsep ini pada akhirnya hilang.

Keberadaan PKI pun semakin tersudut setelah terjadinya Peristiwa G30S, di mana PKI dituding menjadi dalang di balik peristiwa mengenaskan tersebut.

Akibat kejadian ini, Presiden Soekarno dituntut oleh masyarakat untuk segera membubarkan PKI.

Akan tetapi, lagi-lagi Soekarno tidak bergeming.

Rakyat sudah lama meminta Soekarno untuk segera membubarkan PKI, tetapi tidak pernah ada perubahan.

Tindakan-tindakan yang dilakukan Soekarno kemudian memicu munculnya dugaan bahwa beliau ikut terlibat dalam peristiwa G30S.

Baca juga: Peristiwa G30S Tahun 1965

Padahal, ketika G30S terjadi, Presiden Soekarno diketahui sedang tidak berada di Istana Merdeka.

Presiden Soekarno sempat menginap di rumah Ibu Dewi (Ratna Sari Dewi) pada 30 September 1965.

Lalu, keesokan paginya, ketika hendak pergi ke Istana Merdeka, Soekarno berpindah haluan ke rumah istri keduanya, Haryanti, di Slipi.

Sebab, dia mendengar kabar bahwa Istana Merdeka telah dikepung pasukan yang tidak dikenal.

Setelah itu, Presiden Soekarno diamankan ke Halim Perdanakusuma.

Mahasiswa tengah berdemonstrasi dan menuntut pembubaran PKI dan Soekarno diadiliSalim Said: Buku Gestapu 65, PKI, Aidit, Sukarno, dan Soeharto Mahasiswa tengah berdemonstrasi dan menuntut pembubaran PKI dan Soekarno diadili

Melanjutkan tudingan Soekarno terlibat dalam G30S, beberapa ucapannya juga sempat dipelintir oleh pers.

Misalnya, pernyataan yang berbunyi, "Presiden memerintahkan supaya jangan takut-takut dan hantam saja semua orang-orang Gestapu." Padahal, Soekarno mengaku tidak pernah mengucapkan kalimat tersebut.

Lebih lanjut, Bung Karno juga diketahui sempat menerima pamflet yang menuding dia sebagai dalang utama G30S.

Pada akhirnya, setiap tudingan yang menyebutkan bahwa Soekarno terlibat dalam G30S tidak pernah terbukti.

Seusai G30S, Soekarno menyatakan bahwa PKI tidak secara partai menjadi pelaku di balik peristiwa pembunuhan tersebut, tetapi hanya beberapa anggota yang bertindak di luar kendali.

Sayangnya, jawaban Soekarno membuat rakyat tidak puas. Rakyat yang awalnya hanya meminta PKI dibubarkan berubah menjadi menuntut Presiden Soekarno turun dari jabatannya.

Puncak demonstrasi terjadi pada 11 Maret 1966. Menteri/Panglima Angkatan Darat Jenderal Soeharto pun meminta agar Soekarno memberikan surat perintah untuk mengatasi konflik tersebut.

Permintaan ini pun ditanggapi dengan dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) di Istana Bogor.

Keberadaan Supersemar pun semakin lama terus menggerus posisi Soekarno sebagai Presiden Indonesia.

Pada akhirnya, Soekarno turun takhta pada 7 Maret 1967, dan posisinya digantikan oleh Soeharto yang menjabat sebagai presiden kedua Indonesia sejak 1967 hingga 1998.

 

Referensi:

  • Adam, Asvi Warman. (2010). Bung Karno dibunuh Tiga Kali? Tragedi Bapak Bangsa Tragedi Bangsa Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com