Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Upaya Mengganti Pancasila dengan Ideologi Lain pada Awal Kemerdekaan

Kompas.com - 23/09/2022, 16:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

Sumber Kompas.com

KOMPAS.com - Pancasila adalah dasar negara Indonesia yang diresmikan secara konstitusional pada 18 Agustus 1945, satu hari setelah Indonesia merdeka.

Dalam perjalanannya, Pancasila tentu telah mengalami berbagai macam ancaman atau upaya mengganti Pancasila dengan ideologi lain.

Berikut ini upaya-upaya mengganti Pancasila dengan ideologi lain pada awal kemerdekaan Indonesia.

Baca juga: Ancaman Ideologi terhadap Pancasila yang Pernah Terjadi di Indonesia

Mendirikan Negara Islam Indonesia

Salah satu upaya mengganti Pancasila dengan ideologi lain pada awal kemerdekaan adalah pendirian Negara Islam Indonesia (NII).

NII adalah kelompok Islam di Indonesia yang berkeinginan untuk membentuk negara Islam.

Orang yang mempelopori berdirinya NII adalah SM Kartosuwiryo.

Latar belakang Kartosuwiryo mendirikan NII adalah rasa kecewanya terhadap pemerintah Indonesia, terutama setelah penandatanganan Perjanjian Renville pada 17 Januari 1948.

Menurut Kartosuwiryo, perjanjian Renville dianggap tidak melindungi warga Jawa Barat.

Selain itu, perjanjian Renville juga dianggap hanya menjadi alat untuk mengelabui para tokoh penting Indonesia agar tunduk pada pemerintah Hindia Belanda.

Didorong dengan kejadian ini, Kartosuwiryo kemudian mengumumkan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) pada 7 Agustus 1949.

Rupanya, aksi yang dilakukan Kartosuwiryo juga diikuti oleh beberapa daerah lain, seperti Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Aceh, dan Kalimantan Selatan.

Aksi yang mereka lakukan dikenal dengan nama pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII).

Dalam proklamasi Darul Islam disebutkan bahwa hukum yang berlaku dalam NII adalah hukum syariat Islam.

Selain itu, proklamasi NII juga menegaskan bahwa negara berkewajiban untuk membuat undang-undang yang berlandaskan syariat Islam serta penolakan ideologi lain selain Al-Qran dan hadis.

Untuk mengatasi peristiwa ini, pemerintah menerjunkan pasukan militernya.

Pada akhirnya, setiap pemberontakan DI/TII dapat diselesaikan.

Baca juga: Kartosoewirjo, Pendiri Negara Islam Indonesia 1949

Pembentukan APRA

Upaya mengganti Pancasila dengan ideologi lain yang selanjutnya adalah pembentukan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA).

APRA adalah kelompok milisi pro-Belanda yang muncul pada era Revolusi Nasional.

APRA dibentuk oleh mantan kapten KNIL atau Tentara Hindia Belanda, Raymond Westerling.

Tujuan Westerling membentuk APRA adalah karena menolak Republik Indonesia Serikat (RIS) yang terlalu Jawa-sentris di bawah Soekarno dan Hatta.

Asal-usul nama Ratu Adil sendiri disebut-sebut sudah lebih dulu digunakan sebelum APRA, karena memiliki makna penting bagi masyarakat yang sedang dijajah.

Ratu Adil merupakan ideologi di Jawa Tengah dan Jawa Timur dan berfokus pada datangnya juru selamat yang dapat membawa kesejahteraan pada suatu masa.

Karena Ratu Adil sangat diyakini oleh masyarakat setempat, Westerling pun memanfaatkan nama itu guna menarik dukungan untuk melancarkan serangannya.

Sejak saat itu, Westerling bersama pasukannya terus berupaya melakukan kudeta di beberapa wilayah, salah satunya Bandung.

Akan tetapi, upaya kudeta yang dilakukan Kapten Westerling mengalami kegagalan.

Westerling kemudian melarikan diri ke Belanda dan APRA berdiri sendiri tanpa adanya sosok pemimpin yang kuat.

Maka dari itu, APRA resmi tidak kembali berfungsi pada Februari 1950.

Baca juga: Pemberontakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil)

PKI dituding ingin mengganti Pancasila

Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan salah satu partai politik yang berkembang pesat pada tahun 1920-an hingga 1966.

PKI berupaya menanamkan ideologi komunis di Indonesia melalui sejumlah organisasi, seperti Sarekat Islam (SI), yang saat itu jumlah anggotanya sudah banyak.

Sarekat Islam kemudian pecah menjadi dua kubu, yaitu SI Merah (komunis) dan SI Putih (Islam).

Setelah kemerdekaan, muncul tudingan bahwa PKI ingin mengganti ideologi Pancasila menjadi ideologi komunis.

Namun, tudingan tersebut langsung ditepis oleh pemimpin PKI, DN Aidit, di depan Kader Revolusi pada Oktober 1965, serta melalui sebuah wawancara yang diterbitkan dalam majalah Pembina pada 12 Agustus 1964.

DN Aidit dengan tegas mengatakan bahwa PKI menerima Pancasila secara utuh.

Bahkan, Aidit juga mengakui Pancasila memiliki fungsi sebagai alat pemersatu bangsa.

Tidak hanya itu, PKI juga menentang dilakukannya pemretelan terhadap Pancasila.

Bagi PKI, Pancasila memiliki kandungan nilai yang sangat penting.

 

Referensi:

  • Pusat Studi Pancasila Universitas Gadjah Mada dan Universitas Pattimura Ambon. (2014). Penguatan, Sinkronisasi, Harmonisasi, Integrasi Pelembagaan dan Pembudayaan Pancasila dalam Rangka Memperkokoh Kedaulatan Bangsa. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com