KOMPAS.com - Putri Bururi Siraso merupakan cerita rakyat yang terkenal di Pulau Nias.
Cerita rakyat ini menjadi asal-usul mitos bayi kembar laki-laki dan perempuan harus dipisah agar tidak menjalin hubungan asmara sedarah.
Menurut kepercayaan tradisional orang-orang Nias, konon pada salah satu dari sembilan lapisan langit terdapat Kerajaan Teteholi Ana’a dengan raja keturunan dewa, Bulugu Silaride Ana’a.
Menurut cerita, setelah bertahun-tahun tak memiliki anak, permaisuri raja Bulugu Silaride Ana’a akhirnya melahirkan anak kembar laki-laki dan perempuan.
Anak laki-lakinya diberinama Silogu Mbana, sedangkan anak perempuannya diberi nama Buruti Siarso.
Sementara itu, menurut kepercayaan setempat, anak kembar berlainan jenis kelamin merupakan pertanda petaka besar dan aib bagi kedua orangtuanya.
Baca juga: Si Tanduk Panjang, Cerita Rakyat dari Sumatera Utara
Selain itu, masyarakat juga percaya bahwa sejak dalam kandungan, kedua anak berlainan jenis kelamin itu sudah dijodohkan oleh Dewa Sihai. Bayi kembar perempuan dan laki-laki merupakan salakha, najis atau pamali.
Meski begitu, raja Bulugu Silaride Ana’a dan permaisurinya tetap memelihara kedua anaknya dengan penuh kasih sayang.
Ketika Silogu Mbana dan Putri Buruti Siraso beranjak dewasa, tampaklah kesaktian masing-masing.
Apabila Silogu Mbana menghadiri upacara panen maka tanaman yang dipanen petani berlipat ganda hasilnya.
Oleh sebab itu, para petani selalu meminta supaya putra raja tersebut bersedia menghadiri upacara panen masyarakat.
Namun, ketika musim menanam, masyarakat selalu memohon Putri Buruti Siraso agar sudi memegang bibit yang akan mereka tanam.
Sebab, dengan dipegang oleh Putri Buruti Siarso, bibit yang ditanam akan memiliki hasil yang berlimpah ruah.
Silogu Mbana dan Putri Buruti Siraso saling menyayangi satu sama lain seperti kakak beradik pada umumnya.
Namun Raja dan permaisuri khawatir kedekatan kedua anaknya akan menghasilkan perbuatan yang tak senonoh.