KOMPAS.com - Ada berbagai aliran tarekat yang berkembang di Indonesia, seperti Qadiriyyah, Rifa'iyah, Naqsyabandiyah, Akmaliyah, hingga Shiddiqiyyah.
Tarekat atau yang disebut juga thariqah dalam Bahasa Arab, merupakan aliran-aliran dalam tasawuf atau sufisme Islam.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tarekat berarti sebagai jalan menuju kebenaran, cara atau aturan hidup dalam keagamaan, serta persekutuan para penuntut ilmu tasawuf.
Sementara itu, dalam Bahasa Arab, istilah thariqah berasal dari kata thariq yang artinya jalan (petunjuk atau cara), metode (sistem), mazhab (aliran atau haluan), dan tiang tempat berteduh, tongkat, atau payung.
Baca juga: Mengenal Tarekat Shiddiqiyyah: Aliran Tasawuf dari Jombang
Sebuah aliran tarekat biasanya dipimpin oleh seorang guru atau penuntun yang disebut Mursyid.
Sementara itu, pengikut sebuah tarekat disebut murid yang berasal dari kata arada, yakni orang yang ingin mendekat kepada Tuhan.
Hingga kini, ada banyak tarekat yang berkembang di dunia. Adapun beberapa aliran tarekat juga lahir dan berkembangan Indonesia.
Sejarah tarekat di Indonesia dimulai bersamaan dengan masuknya ajaran agama Islam ke bumi Nusantara.
Kala itu, sebagian besar ulama yang datang ke Nusantara diyakini telah mengajarkan agama Islam dengan kapasitas mereka sebagai guru-guru sufi.
Adapun tarekat diketahui kali pertama berkembang di Indonesia sekitar pada abad ke-16 Masehi.
Aliran-aliran tarekat yang berkembang di bumi Nusantara kala itu meliputi Tarekat Qadiriyyah, Tarekat Syatariyyah, Tarekat Naqsabandiyyah, Tarekat Khalwatiyah, Tarekat Samaniyah, hingga Tarekat Alawiyah.
Setelah itu, pada abad ke-19 M hingga awal abad ke-20 M, muncul juga beberapa kelompok tarekat lain, seperti Tarekat Tijaniyah dan Idrisiyyah.
Adapun tarekat yang dinilai paling tua dan paling luas penyebarannya di dunia adalah Tarekat Qadiriyyah.
Tarekat Qadiriyyah juga diyakini telah banyak dianut masyarakat muslim di Indonesia sejak awal abad ke-16.
Hal itu dibuktikan dengan keberadaan Hamzah Fansuri, seorang pujangga sufi Indonesia yang merupakan penganut Tarekat Qadiriyyah.
Hamzah Fansuri hidup di masa Sultan Ala'uddin Ri'ayat Syah dan di awal pemerintahan Sultan Iskandar Muda di Kerajaan Aceh pada periode 1550-1605.
Dalam buku-buku yang ditulisnya, Hamzah Fansuri menuliskan syair yang mengindikasikan bahwa ia telah mengamalkan ilmu Tarekat Qadiriyyah.
Tarekat Qadiriyyah juga masih berkembang di Aceh setelah Hamzah Fansuri meninggal dunia.
Hamzah Fansuri pun diyakini sebagai orang pertama di Indonesia yang menganut Tarekat Qadiriyyah.
Adapun berdasarkan catatan-catatan sejarah pribumi, Qadiriyyah dipercaya sebagai tarekat pertama di Indonesia.
Ada sekitar 45 tarekat yang berkembang di dunia. Sebagian besar tarekat masih ada hingga kini, tetapi ada juga beberapa yang telah punah.
Adapun di Indonesia, tarekat dikelompokkan menjadi dua, yakni thariqah mu'tabarah (tarekat yang sah karena sanad muttashil atau memiliki silsilah yang terhubung hingga kepada Nabi Muhammad) dan thariqah ghairu mu'tabarah (tidak sah karena silsilahnya terputus).
Pengelompokkan tarekat di Indonesia dilakukan oleh Jam’iyyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah (JATMAN) yang didirikan para kiai Nahdlatul Ulama (NU) pada 10 Oktober 1957 di Magelang, Jawa Tengah.
Baca juga: Biografi Singkat KH Masjkur: Menteri Agama di Era Soekarno
Selain itu, ada juga Jam’iyah Ahli ath-Thariqah al-Mu’tabarah Indonesia (JATMI) yang juga menilai sah atau tidaknya sebuah tarekat.
Beberapa tarekat yang tergolong thariqah mu'tabarah di Indonesia dan diakui oleh NU, meliputi:
Sementara itu, ada juga tarekat di Indonesia yang termasuk ghairu mu'tabarah atau tidak sah, cotohnya adalah Tarekat Shiddiqiyyah di Jombang.
Referensi:
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.