KOMPAS.com - Dalam sejarah Indonesia, Pulau Jawa pernah dibentuk dalam administrasi karesidenan.
Bentuk karesidenan kali pertama diperkenalkan pada masa imperialisme dan kolonialisme Inggris saat Thomas Stamford Raffles menjadi gubernur jenderal di Indonesia.
Pada 1816, ketika kolonialisme dan imperialisme Belanda kembali menguasai Indonesia, sistem karesidenan kembali diterapkan oleh Gubernur Jenderal Van Der Capellen.
Saat itu, dibentuk beberapa wilayah karesidenan, seperti Banten, Batavia, Priangan, Kedu, Surabaya, Besuki, dan Malang.
Baca juga: Mengapa Papua Nugini Tidak Masuk Indonesia?
Konsep karesidenan kali pertama diperkenalkan oleh Inggris ketika menjajah Indonesia di bawah kepimpinan Thomas Stamford Raffles pada 1811.
Ketika berada di Jawa, Raffles memerintahkan membagi wilayah Indonesia ke dalam beberapa karesidenan di bekas wilayah jajahan Belanda.
Adapun setiap karesidenan akan dikepalai oleh residen dari kalangan Eropa.
Baca juga: Pelaksanaan Politik Etis yang Paling Dirasakan dalam Pergerakan Nasional Bangsa Indonesia
Di bawah residen terdapat bupati dari golongan pribumi yang membawahi tiap kabupaten.
Ketika Indonesia dikembalikan di bawah penjajahan Belanda pada 1816, sistem karesidenan dibentuk kembali.
Pemerintah kolonial Belanda yang saat itu dipimpin oleh Van Der Capellen membuat kembali sistem karesidenan melalui Peraturan Komisaris Jenderal No. 3 tanggal 9 Januari 1819 yang dimuat dalam Staatsblad No. 16 tahun 1819.
Saat itu, dibentuk beberapa karesiden di Pulau Jawa yang terdiri dari Banten, Jakarta, Bogor, Priangan, Krawang, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, Kedu, Yogyakarta, Surakarta, Jepara dan Juana, Surabaya, Pasuruan, Besuki, Banyuwangi, Madura dan Sumenep, Rembang, serta Gresik.
Di era penjajahan Belanda, residen menjadi penguasa tertinggi sekaligus mewakili pemimpin tertinggi di Indonesia.
Residen memiliki kekuasaan yang meliputi legislatif, eksekutif, dan yudikatif yang mambuatnya memiliki wewenang tak terbatas.
Baca juga: Gusti Nurul, Putri Mangkunegaran yang Menolak Pinangan Soekarno
Berikut adalah beberapa wilayah karesidenan yang dibentuk oleh kolonialisme dan imperialisme Belanda:
Karesidenan | Daerah |
Bantam/Banten | Kabupaten Serang, Kota Serang, Kota Cilegon, Pandeglang, dan Lebak. |
Batavia | Jakarta, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Bekasi, Kota Bekasi, Karawang, Purwakarta, dan Subang serta dikurangi ditambah Kawedanan Jonggol. |
Buitenzorg/Bogor | Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Sukabumi, Kota Sukabumi, Cianjur ditambah Kawedanan Jonggol. |
Priangan/Bandung | Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Bandung Barat, Sumedang, Garut, Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, Ciamis, dan Pangandaran. |
Cirebon | Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan. |
Pekalongan | Kabupaten Pekalongan, Kota Pekalongan, Brebes, Tegal, Kota Tegal, Pemalang, dan Batang. |
Semarang | Kabupaten Semarang, Kota Semarang, Kendal, Kota Salatiga, Demak, Grobogan/Purwodadi. |
Jepara | Kabupaten Jepara, Pati, Rembang, Kudus, Blora. |
Banyumas | Kabupaten Banyumas, Cilacap, Purbalingga, dan Banjarnegara. |
Kedu | Kabupaten Magelang, Kota Magelang, Purworejo, Kebumen, Wonosobo, Temanggung. |
Surabaya | Kota Surabaya, Kabupaten Gresik, Sidoarjo, Mojokerto, Kota Mojokerto, dan Jombang. |
Bojonegoro | Kabupaten Bojonegoro, Tuban, dan Lamongan. |
Madiun | Kabupaten Madiun, Kota Madiun, Magetan, Ngawi, Ponorogo, Pacitan. |
Kediri | Kabupaten Kediri, Kota Kediri, Nganjuk, Blitar, Kota Blitar, Tuluangagung, dan Trenggalek. |
Malang | Kabupaten Malang, Kota Malang, Kota Batu, Pasuruan, Kota Pasuruan, Probolinggo, Kota Probolinggo, dan Lumajang. |
Besuki | Kabupaten Situbondo, Bondowoso, Jember, dan Banyuwangi. |
Referensi: