KOMPAS.com - Pelaksanaan politik etis yang paling dirasakan dalam pergerakan nasional bangsa Indonesia adalah pada bidang pendidikan atau edukasi.
Pada dasarnya, politik etis merupakan politik balas budi yang lahir melalui gagasan tokoh Belanda, Conrad Theodor (C. Th.) Van Deventer dan Pieter Brooshooft, pada periode 1900-an.
Penderitaan yang dirasakan rakyat pribumi selama masa tanam paksa dan berlanjut hingga diterapkannya sistem ekonomi liberal di Hindia Belanda, melatarbelakangi lahirnya politik etis.
Gagasan tentang politik etis itu dituangkan Van Deventer melalui sebuah tulisan berjudul Een Eereschlud (satu utang kehormatan) yang dimuat di majalah De Gids pada 1989.
Baca juga: Tokoh-tokoh Pelopor Politik Etis
Melalui gagasan politik etis ini, Van Deventer ingin membuka mata pemerintah kolonial Belanda agar lebih memperhatikan nasib rakyat pribumi Indonesia.
Pemerintah kolonial Belanda dinilai harus memberikan kesejahteraan untuk rakyat Indonesia setelah membuat pribumi menderita selama bertahun-tahun.
Politik etis resmi diterapkan setelah Ratu Wihelmina yang baru naik takhta, mengumumkan kebijakan itu dalam pidatonya pada 17 September 1901.
Ratu Wihelmina menyatakan bahwa pemerintah Belanda memiliki panggilan moral dan uang budi kepada bangsa Indonesia.
Kebijakan politik etis itu kemudian dirangkum dalam tiga gagasan atau dikenal juga sebagai Trias Van Deventer yang terdiri dari:
Meski dilatarbelakangi oleh cita-cita mulia untuk membalas budi kepada rakyat Indonesia, tidak semua gagasan dari politik etis memberikan dampak positif bagi pribumi.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.