Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biografi Guru Amin, Ulama dan Pejuang dari Kalibata

Kompas.com - 05/07/2022, 14:30 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

Sumber laduni.id

KOMPAS.com - Guru Amin adalah seorang ulama sekaligus pejuang yang pernah memimpin para santri dan pemuda melawan Belanda di Kalibata.

Pada masa kemerdekaan, ia menjadi anggota KNIP dan Dewan Perumus Persiapan Proklamasi Kemerdekaan.

Selain itu, Guru Amin aktif berkegiatan di organisasi Nahdlatul Ulama (NU) dan Partai Masyumi.

Pada 1950, Guru Amin diminta oleh menteri agama saat itu, KH Masykur, untuk membentuk penghulu (sekarang Kantor Urusan Agama) di sekitar Jakarta, Bekasi, Tangerang, serta Karawang, dan menjadi ketuanya.

Guru Amin juga sempat diminta menjabat sebagai Ketua Mahkamah Islam Tinggi (MIT) di Solo, Jawa Tengah, tetapi menolak karena tidak mendapat restu dari sang ibu.

Baca juga: Partai Masyumi: Pembentukan, Ideologi, Tokoh, dan Pembubaran

Masa muda

KH Raden Muhammad Amin atau akrab disapa Guru Amin lahir di Kebayoran Lama, Jakarta, pada 3 Juni 1901.

Ia merupakan putra KH Raden Muhammad Ali atau Guru Ali dari Jatinegara, dan Maryam.

Sewaktu kecil, Guru Amin tinggal di Kalibata Pulo dan belajar tentang ilmu agama dari sang ayah.

Sepeninggal ayahnya pada 1913, ia berguru kepada sang kakak, KH Zainudin atau Guru Ending, disamping mempelajari sendiri kitab-kitab peninggalan ayahnya.

Setelah menguasai kitab-kitab tersebut, Guru Amin menggantikan posisi sang ayah sebagai pengajar fikih Fathul Mu'in di Masjid Salafiyah Kalibata Pulo yang didirikan oleh ayahnya.

Selain itu, Guru Amin juga pernah berguru kepada Guru Marzuqi Cipinang Muara, Guru Mansur Jembatan Lima, Guru Abdurrahim Kuningan, dan Syaikh Mukhtar At-tharid Bogor.

Pada usia 18 tahun, Guru Amin menikah dengan Fatimah, dan dikaruniai 19 orang anak.

Dua di antaranya adalah KH Hasbullah Amin yang pernah menjadi anggota DPRD DKI Jakarta dari Partai Nu dan Makmum Amin, mantan Asisten Keungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Baca juga: Biografi Guru Abdurrazak, Singa Podium dari Betawi

Menjadi pengajar

Guru Amin bekerja sebagai pedagang bahan bangunan yang sering berbelanja bahan material dari Bekasi.

Setiap menempuh perjalanan Kalibata-Bekasi, ia kerap menginap di salah satu mushala di sana.

Sembari menginap, Guru Amin kerap membantu mengoreksi murid pengajian yang sedang mengaji.

Akhirnya, ulama setempat mengundang masyarakat lain untuk menghadiri acara pengajian dengan harapan dapat bertemu Guru Amin dan belajar kepadanya.

Dari situlah, Guru Amin banyak mendapat murid baru, yang tersebar dari Bekasi, Cikampek, Cikunir, dan Cabangbungin, yang kemudian menjadi santrinya di Pesantren Unwanul Huda.

Baca juga: Sejarah Pondok Pesantren dan Perjuangan Kemerdekaan

Pejuang dari Kalibata

Selain dikenal sebagai tokoh agama Islam, Guru Amin juga seorang pejuang yang pernah memimpin para santri dan pemuda melawan Belanda di Kalibata.

Meski pengikut Guru Amin banyak yang gugur, perjuangannya juga merepotkan Belanda.

Bahkan, sejak pertempuran di Kalibata, Guru Amin sering dicari oleh Belanda, tetapi berhasil lolos.

Pada 1946, Guru Amin pindah ke Cikampek setelah menyadari bahwa kondisi di Kalibata sudah tidak lagi kondusif.

Dua tahun kemudian, ia kembali ke Kalibata dan menemukan kediamannya telah diobrak-abrik.

Di sisi lain, kedatangannya kembali disambut sangat baik oleh masyarakat setempat. Guru Amin juga kerap mendatangi rumah-rumah warga untuk bersilaturahmi.

Namun, kegiatan kunjungannya sempat membuat Belanda curiga bahwa ia sedang melakukan mobilisasi massa.

Akibatnya, Guru Amin dilarang keluar rumah kecuali mengajar di Pesantren Unwanul Huda.

Baca juga: Pesantren Sidogiri, Pondok Pesantren Pertama di Indonesia

Kiprah politik

Pada masa kemerdekaan, Guru Amin menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan anggota Dewan Perumus Persiapan Proklamasi Kemerdekaan bersama Soekarno, Mohammad Hatta, Abdul Kahar Muzakkir, Moh Yamin, Soepomo, dan masih banyak lagi.

Bersama para tokoh nasional, ia sering mengadakan rapat penting di rumah Soekarno, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta Pusat.

Setelah perang kemerdekaan, Guru Amin sempat diminta menjabat sebagai Ketua Mahkamah Islam Tinggi (MIT) di Solo, Jawa Tengah, tetapi menolak karena tidak mendapat restu dari sang ibu.

Pada 1950, Menteri Agama KH Masykur meminta bantuannya untuk membentuk penghulu (sekarang Kantor Urusan Agama atau KUA) di sekitar Jakarta, Bekasi, Tangerang, dan Karawang.

Guru Amin merekrut santrinya dan dalam waktu singkat terbentuk 22 penghulu di 22 kecamatan di Jakarta dan sekitarnya.

Guru Amin kemudian diminta untuk menjabat sebagai Kepala Penghulu untuk mengawasi kepala-kepala KUA.

Di samping itu, Guru Amin juga disibukkan dengan kegiatan di organisasi NU dan Partai Masyumi.

Baca juga: Tokoh-tokoh Pendiri Nahdlatul Ulama

Wafat

Guru Amin tutup usia pada 31 Agustus 1965 dan jenazahnya dimakamkan di Komplek Unwanul Huda dekat Masjid Guru Amin, Jalan Raya Pasar Minggu, Kalibata.

Sesuai Keputusan Gubernur Nomor 565 Tahun 2022 tentang Penetapan Nama Jalan, Gedung, dan Zona dengan Nama Tokoh Betawi dan Jakarta, nama Guru Amin dijadikan nama Jalan KH Guru Amin, menggantikan Jalan Raya Pasar Minggu.

Karya Guru Amin

Guru Amin wafat dengan meninggalkan beberapa karya, sebagai berikut.

  • Kitab Badi'atul Fikriyah
  • Kitab Mudzakaratul Ikhwan
  • Kitab Riyadhul Abrar
  • Kitab Hidayatul Ikhwan
  • Kitab Sabilal Mubtadi

 

Referensi: 

  • Majalah Risalah NU Edisi 123. (2021). Majalah Risalah NU Edisi 123, Mewujudkan Kebenaran dalam Kebersamaan. Edisi 123. Tahun XIV. 1443 H. 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com