Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Upacara Labuhan, Tradisi Panembahan Senopati yang Masih Lestari

Kompas.com - 24/05/2022, 09:00 WIB
Febi Nurul Safitri ,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

  • Penobatan Sultan
  • Tingalan Panjenengan atau ulang tahun Sultan (Labuhan Alit)
  • Peringatan hari “Windo” penobatan Sultan atau setiap delapan tahun (Labuhan Ageng)

Selain itu, ada beberapa jenis Upacara Labuan yang dikenal masyarakat Yogyakarta, di antaranya:

  • Pisusung Jaladri Bhekti Pertiwi
  • Labuhan dari para nelayan
  • Labuhan khusus umat Hindu
  • Labuhan dari Yayasan Hendrodento
  • Labuhan Pen Chu

Meski terdapat beberapa jenis, Upacara Labuhan pada dasarnya memiliki tujuan yang sama, yaitu memohon kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat.

Baca juga: Apa Itu Upacara Abhiseka?

Prosesi Upacara Labuhan

Bagi Kasultanan Yogyakarta, Upacara Labuhan identik dengan membuang benda-benda keraton ke Laut Selatan, Gunung Lawu, Gunung Merapi maupun tempat khusus lainnya.

Beberapa benda yang biasa dilarung atau dihanyutkan ke air di antaranya:

  • Potongan kuku milik Sri Sultan selama setahun
  • Potongan rambut Sri Sultan selama setahun
  • Benda bekas berupa payung milik Sri Sultan
  • Layon sekar atau bunga kering sisa sesaji pusaka yang dikumpulkan selama setahun
  • Barang lain yang berbahan dasar kain

Secara umum, Upacara Labuhan dilaksanakan dengan melabuh uburampe yang sudah disiapkan.

Uburampe yang akan dilabuh berupa nasi tumpeng, jajan pasar, buah-buahan, dan berbagai macam bunga.

Setelah uburampe dilabuh, biasanya masyarakat akan memperebutkan uborampe dengan  menceburkan diri ke pantai. 

Sebagian masyarakat percaya bahwa uborampe yang sudah dilabuh dapat membawa berkah.

Pada saat Labuhan Ageng, pakaian Sultan juga akan dilabuh. Selain itu, benda-benda yang dilabuh dibagi menjadi empat bagian untuk dilabuh di empat tempat berbeda, yaitu di Pantai Parangkusumo, Gunung Merapi, Gunung Lawu, dan Dlepih Kahyangan.

Sedangkan pada saat Labuhan Alit, benda-benda yang dilabuh dibagi menjadi tiga bagian untuk dilabuh di Pantai Parangkusumo, Gunung Merapi, dan Gunung Lawu.

Baca juga: Tradisi Rebo Wekasan: Asal-usul, Tujuan, dan Ritualnya

Labuhan Masyarakat Parangtritis

Masyarakat Parangtritis memiliki waktu tersendiri untuk melakukan Upacara Labuhan.

Biasanya, mereka melakukan Labuhan setiap tanggal 5 dan 6 Mei sampai Juni, atau setelah panen.

Pada hari Senin Pon, masyarakat memasang sesaji di tempat keramat, seperti Makam Syaikh Belabelu, Makam Syaikh Maulan Maghribi, dan di Cepuri. 

Kemudian, pada hari Selasa Wage diadakan Bhekti Pertiwi dengan membawa sesaji dan doa bersama.

Labuhan juga dilaksanakan dengan cara melabuh uburampe yang sudah disiapkan. Masyarakat Parangtritis meyakini bahwa selama rutin melakukan upacara ini, maka desa mereka akan dijaga oleh Kanjeng Ratu Kidul.

Berdasarkan kepercayaan masyarakat sekitar Parangtritis, bila upacara Labuhan tidak dilakukan, maka dapat mengakibitkan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti berkurangnya hasil laut, atau laka laut.

 

Referensi :

  • Jalil, Abdul. (2015). Memaknai Tradisi Upacara Labuhan dan Pengaruhnya terhadap Masyarakat Parangtritis. El Harakah, 71(1), 101-113.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com