KOMPAS.com - Nyepi adalah hari besar bagi umat beragama Hindu, yang dirayakan setiap Tahun Baru Saka.
Tahun baru tersebut jatuh pada hitungan Tilem Kesangga, yang merupakan hari di mana dewa-dewa melakukan penyucian diri di tengah samudra.
Berbeda dengan hari raya agama lain yang umumnya dirayakan secara meriah, pada hari raya Nyepi, seluruh kegiatan ditiadakan.
Pada hari Nyepi, umat Hindu menjauhi segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia dan mendekatkan diri kepada Isa Sang Hyang Widhi Wasa dengan mengevaluasi diri dan meditasi.
Di Indonesia, Nyepi ditetapkan sebagai libur nasional berdasarkan Keputusan Presiden Indonesia Nomor 3 tahun 1983.
Baca juga: Empat Fase Perkembangan Agama Hindu di India
Sejarah Hari Raya Nyepi berasal dari zaman India kuno, yang digambarkan sering terjadi konflik sosial dan fisik yang berkepanjangan.
Pada masa itu, terdapat suku seperti Saka (Scythia), Yueh-ci (Tiongkok), Yavana (Yunani), Malava (India), dan Pahlava (Parthta).
Suku-suku tersebut terus berada dalam pusaran konflik berkepanjangan yang disebabkan oleh perebutan wilayah-wilayah yang subur.
Wilayah subur tersebut sangat berharga karena dapat menunjang kehidupan jangka panjang para suku yang bertikai.
Meski konflik mereka terjadi dalam kurun waktu sangat lama, ada kalanya terjadi masa damai atau gencatan senjata.
Masa gencatan senjata tersebut menimbulkan akulturasi dan sinkretisme, yang berujung pada perdamaian.
Baca juga: Pembagian Kasta dalam Masyarakat Hindu
Perdamaian tersebut terjadi setelah bangsa Saka menaklukan suku-suku lainnya dan menduduki berbagai wilayah.
Bangsa Saka, yang menginginkan kedamaian, akhirnya fokus pada kegiatan selain perebutan wilayah.
Bangsa Saka kemudian memulai tahun Saka pada 78 Masehi, saat menobatkan Chashtana sebagai raja.
Sehingga, tahun pertama Saka dimulai pada 78 Masehi, sementara bulan pertama tahun Saka adalah Caitra, yang bertepatan antara bulan Maret hingga April.
Perjuangan bangsa Saka tersebut menginspirasi Raja Kaniskha I (127-150) dari Dinasti Kushan, yang kemudian mengadopsi sistem penanggalannya.
Raja Kaniskha I tidak hanya mengadopsinya kalender Saka sebagai sistem penanggalan kerajaannya, tetapi juga berperan besar dalam penggunaan tahun Saka secara luas.
Tahun baru Saka inilah yang kemudian diperingati di seluruh negeri dengan cara bertapa, brata, dan samadhi, atau disebut hari Nyepi di Indonesia.
Baca juga: Wujud Akulturasi Budaya Lokal dengan Hindu-Buddha
Nyepi berasal dari kata sepi, yang berarti sunyi atau senyap. Bagi umat Hindu, hari raya Nyepi memiliki makna sebagai hari kebangkitan, pembaruan, toleransi, kebersamaan, kerukunan, dan kedamaian.
Dalam memperingati Tahun Baru Saka atau hari raya Nyepi, umat Hindu memiliki empat aturan atau Catur Brata Nyepi, yaitu:
Baca juga: Agama Apa yang Pertama Kali Ada di Dunia?
Dalam pelaksanaan hari raya Nyepi, umat Hindu memiliki beberapa rangkaian acara, sebagai berikut.
Pada upacara Melasti, manusia harus dibersihkan dari segala kotoran fisik maupun pikiran agar sejahtera.
Upacara ini menggunakan arca petima dan barong sebagai simbol pemujaan Ida Sang Hyang Widhi Wasta.
Petima dan barong kemudian diarak menuju sumber air untuk menerima pembersihan dan air suci kehidupan.
Upacara Tawur Kesangan dilaksanakan sehari sebelum hari Nyepi, dengan melakukan persembahan kepada para bhuta berupa caru.
Caru dipersembahkan agar para bhuta tidak menurunkan sifatnya pada hari raya Nyepi. Upacara ini dimaknai sebagai cara menghilangkan unsur-unsur jahat dari diri manusia.
Baca juga: Masuknya Hindu-Buddha ke Nusantara
Pada hari Nyepi, seluruh umat Hindu diwajibkan untuk berdiam diri dan mengekang segala hawa nafsunya.
Hal ini bertujuan supaya pikiran manusia bisa introspeksi atas segala perbuatan buruknya pada masa yang lalu.
Tahap akhir dari perayaan Nyepi adalah Ngembak Geni, yang ditandai dengan aktivitas kembali berjalan normal.
Namun, sebelum itu, dilakukan dulu sembahyang dan pemanjatan doa kepada Hyang Widhi untuk kebaikan di tahun yang baru.
Biasanya, hari Ngembak Geni juga dimanfaatkan umat Hindu untuk mengunjungi sanak saudara untuk saling bertemu dan bermaafan.
Baca juga: Apa Itu Upacara Abhiseka?
Hari Raya Nyepi di Bali dilaksanakan dengan peraturan Nyepi seperti pada umumnya.
Namun, tradisi Nyepi di Bali identik dengan arak-arakan ogoh-ogoh, yang dilaksanakan sehari setelah hari Nyepi.
Tradisi ogoh-ogoh di Bali sudah dimulai sejak 1980-an. Ogoh-ogoh pada mulanya diarak mengelilingi desa dengan membawa obor menuju Sema, atau tempat persemayaman umat Hindu.
Setelah selesai mengelilingi desa, ogoh-ogoh kemudian dibakar dengan diiringi gamelan khas Bali, Bleganjur Patung.
Referensi: