Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Hari Raya Nyepi

Kompas.com - 03/03/2022, 08:00 WIB
Lukman Hadi Subroto,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Nyepi adalah hari besar bagi umat beragama Hindu, yang dirayakan setiap Tahun Baru Saka.

Tahun baru tersebut jatuh pada hitungan Tilem Kesangga, yang merupakan hari di mana dewa-dewa melakukan penyucian diri di tengah samudra.

Berbeda dengan hari raya agama lain yang umumnya dirayakan secara meriah, pada hari raya Nyepi, seluruh kegiatan ditiadakan.

Pada hari Nyepi, umat Hindu menjauhi segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia dan mendekatkan diri kepada Isa Sang Hyang Widhi Wasa dengan mengevaluasi diri dan meditasi.

Di Indonesia, Nyepi ditetapkan sebagai libur nasional berdasarkan Keputusan Presiden Indonesia Nomor 3 tahun 1983.

Baca juga: Empat Fase Perkembangan Agama Hindu di India

Sejarah Nyepi

Sejarah Hari Raya Nyepi berasal dari zaman India kuno, yang digambarkan sering terjadi konflik sosial dan fisik yang berkepanjangan.

Pada masa itu, terdapat suku seperti Saka (Scythia), Yueh-ci (Tiongkok), Yavana (Yunani), Malava (India), dan Pahlava (Parthta).

Suku-suku tersebut terus berada dalam pusaran konflik berkepanjangan yang disebabkan oleh perebutan wilayah-wilayah yang subur.

Wilayah subur tersebut sangat berharga karena dapat menunjang kehidupan jangka panjang para suku yang bertikai.

Meski konflik mereka terjadi dalam kurun waktu sangat lama, ada kalanya terjadi masa damai atau gencatan senjata.

Masa gencatan senjata tersebut menimbulkan akulturasi dan sinkretisme, yang berujung pada perdamaian.

Baca juga: Pembagian Kasta dalam Masyarakat Hindu

Perdamaian tersebut terjadi setelah bangsa Saka menaklukan suku-suku lainnya dan menduduki berbagai wilayah.

Bangsa Saka, yang menginginkan kedamaian, akhirnya fokus pada kegiatan selain perebutan wilayah.

Bangsa Saka kemudian memulai tahun Saka pada 78 Masehi, saat menobatkan Chashtana sebagai raja.

Sehingga, tahun pertama Saka dimulai pada 78 Masehi, sementara bulan pertama tahun Saka adalah Caitra, yang bertepatan antara bulan Maret hingga April.

Perjuangan bangsa Saka tersebut menginspirasi Raja Kaniskha I (127-150) dari Dinasti Kushan, yang kemudian mengadopsi sistem penanggalannya.

Raja Kaniskha I tidak hanya mengadopsinya kalender Saka sebagai sistem penanggalan kerajaannya, tetapi juga berperan besar dalam penggunaan tahun Saka secara luas.

Tahun baru Saka inilah yang kemudian diperingati di seluruh negeri dengan cara bertapa, brata, dan samadhi, atau disebut hari Nyepi di Indonesia.

Baca juga: Wujud Akulturasi Budaya Lokal dengan Hindu-Buddha

Aturan Nyepi

Nyepi berasal dari kata sepi, yang berarti sunyi atau senyap. Bagi umat Hindu, hari raya Nyepi memiliki makna sebagai hari kebangkitan, pembaruan, toleransi, kebersamaan, kerukunan, dan kedamaian.

Dalam memperingati Tahun Baru Saka atau hari raya Nyepi, umat Hindu memiliki empat aturan atau Catur Brata Nyepi, yaitu:

  • Amati Geni, pantangan atau larangan bagi umat Hindu untuk menyalakan api, listrik, cahaya, atau apapun yang bersifat amarah seperti api.
  • Amati Lelanguan, larangan untuk berfoya-foya atau bersenang-senang secara berlebihan saat perayaan Nyepi.
  • Amati Lelungan, larangan untuk bepergian dan diwajibkan untuk berdiam diri di rumah.
  • Amati Karya, larangan untuk bekerja selama hari raya Nyepi berlangsung selama 24 jam.

Baca juga: Agama Apa yang Pertama Kali Ada di Dunia?

Rangkaian hari raya Nyepi

Dalam pelaksanaan hari raya Nyepi, umat Hindu memiliki beberapa rangkaian acara, sebagai berikut.

Melasti

Pada upacara Melasti, manusia harus dibersihkan dari segala kotoran fisik maupun pikiran agar sejahtera.

Umat Hindu mengelilingi area sesaji caru dengan membawa obor untuk melaksanakan prosesi peleburan berbagai sifat gelap (keburukan) dalam diri manusia dan semesta pada rangkaian upacara Tawur Agung Kesanga di Pura Agung Giri Natha, Semarang, Jawa Tengah, Rabu (2/3/2022). Upacara yang diselenggarakan secara terbatas di tengah pandemi COVID-19 itu untuk memohon kesejahteraan dan keselarasan alam semesta sekaligus sebagai simbol penyucian diri sehari sebelum Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1944.ANTARA FOTO/AJI STYAWAN Umat Hindu mengelilingi area sesaji caru dengan membawa obor untuk melaksanakan prosesi peleburan berbagai sifat gelap (keburukan) dalam diri manusia dan semesta pada rangkaian upacara Tawur Agung Kesanga di Pura Agung Giri Natha, Semarang, Jawa Tengah, Rabu (2/3/2022). Upacara yang diselenggarakan secara terbatas di tengah pandemi COVID-19 itu untuk memohon kesejahteraan dan keselarasan alam semesta sekaligus sebagai simbol penyucian diri sehari sebelum Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1944.

Upacara ini menggunakan arca petima dan barong sebagai simbol pemujaan Ida Sang Hyang Widhi Wasta.

Petima dan barong kemudian diarak menuju sumber air untuk menerima pembersihan dan air suci kehidupan.

Tawur Kesanga

Upacara Tawur Kesangan dilaksanakan sehari sebelum hari Nyepi, dengan melakukan persembahan kepada para bhuta berupa caru.

Caru dipersembahkan agar para bhuta tidak menurunkan sifatnya pada hari raya Nyepi. Upacara ini dimaknai sebagai cara menghilangkan unsur-unsur jahat dari diri manusia.

Baca juga: Masuknya Hindu-Buddha ke Nusantara

Nyepi

Pada hari Nyepi, seluruh umat Hindu diwajibkan untuk berdiam diri dan mengekang segala hawa nafsunya.

Umat Hindu mengarak ogoh-ogoh di Kampung Bali Blimbingsari, Banyuwangi, Jawa Timur, Rabu (2/3/2022). Ogoh-ogoh yang menjadi simbol roh jahat itu diarak keliling kampung untuk mensucikan lingkungan sebelum menghadapi  Hari Raya Nyepi.ANTARA FOTO/BUDI CANDRA SETYA Umat Hindu mengarak ogoh-ogoh di Kampung Bali Blimbingsari, Banyuwangi, Jawa Timur, Rabu (2/3/2022). Ogoh-ogoh yang menjadi simbol roh jahat itu diarak keliling kampung untuk mensucikan lingkungan sebelum menghadapi Hari Raya Nyepi.

Hal ini bertujuan supaya pikiran manusia bisa introspeksi atas segala perbuatan buruknya pada masa yang lalu.

Ngembak Geni

Tahap akhir dari perayaan Nyepi adalah Ngembak Geni, yang ditandai dengan aktivitas kembali berjalan normal.

Namun, sebelum itu, dilakukan dulu sembahyang dan pemanjatan doa kepada Hyang Widhi untuk kebaikan di tahun yang baru.

Biasanya, hari Ngembak Geni juga dimanfaatkan umat Hindu untuk mengunjungi sanak saudara untuk saling bertemu dan bermaafan.

Baca juga: Apa Itu Upacara Abhiseka?

Tradisi Nyepi di Bali

Hari Raya Nyepi di Bali dilaksanakan dengan peraturan Nyepi seperti pada umumnya.

Namun, tradisi Nyepi di Bali identik dengan arak-arakan ogoh-ogoh, yang dilaksanakan sehari setelah hari Nyepi.

Tradisi ogoh-ogoh di Bali sudah dimulai sejak 1980-an. Ogoh-ogoh pada mulanya diarak mengelilingi desa dengan membawa obor menuju Sema, atau tempat persemayaman umat Hindu.

Setelah selesai mengelilingi desa, ogoh-ogoh kemudian dibakar dengan diiringi gamelan khas Bali, Bleganjur Patung.

 

Referensi:

  • S. Pendit, Nyoman. (2001). Nyepi: Kebangkitan, Toleransi, dan Kerukunan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com