KOMPAS.com - Pergantian tahun selalu dirayakan dengan suka cita oleh semua orang di seluruh dunia.
Biasanya, pergantian tahun Masehi yang berlangsung dari tanggal 31 Desember hingga 1 Januari dirayakan dengan pesta meriah, membuat resolusi, dan lain sebagainya.
Lalu, bagaimana sejarah perayaan tahun baru Masehi bermula?
Perayaan pergantian tahun atau tahun baru telah dilakukan oleh masyarakat Mesopotamia pada sekitar 2000 SM.
Mereka merayakan pergantian tahun saat matahari tepat berada di atas katulistiwa, yang sekarang bertepatan pada tanggal 20 Maret.
Perayaan tradisional seperti itu disebut Nowruz, yang sampai saat ini masih dilakukan di beberapa negara Timur Tengah.
Setelah itu, peradaban di seluruh dunia juga tercatat merayakan tahun baru yang didasari oleh berbeda peristiwa.
Misalnya di China, tahun baru ditandai ketika terjadi bulan baru kedua setelah titik balik matahari pada musim dingin.
Baca juga: Sejarah Penggabungan Tahun Jawa dan Islam
Perayaan tahun baru pada 1 Januari pertama kali dilakukan pada 46 SM, pada masa kekuasaan diktator Republik Romawi, Julius Caesar.
Kala itu, Julius Caesar mengganti penanggalan Romawi yang terdiri dari 10 bulan (304 hari), yang dibuat oleh Romulus pada abad ke-8 SM.
Dalam mendesain kalender baru, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi asal Alexandria, Mesir.
Sosigenes menyarankan agar penanggalan baru dibuat berdasarkan revolusi matahari, seperti yang dilakukan orang Mesir kuno.
Setelah itu, 1 Januari resmi ditetapkan sebagai hari pertama tahun, di mana satu tahun terdiri atas 365 seperempat hari.
Baca juga: Dugderan, Tradisi Sambut Ramadan di Semarang
Nama Januari diambil dari nama dewa dalam mitologi Romawi, yaitu Dewa Janus, yang memiliki dua wajah yang menghadap ke depan dan ke belakang.
Masyarakat Romawi meyakini bahwa Dewa Janus adalah dewa permulaan sekaligus dewa penjaga pintu masuk.