KOMPAS.com - Kekaisaran Romawi adalah sebuah periode dari kekuasaan Romawi Kuno yang berlangsung dari 31 SM hingga 476 M.
Sebelum menjadi kekaisaran, Romawi sempat berbentuk kerajaan lalu berubah menjadi republik.
Sama seperti pemerintahan yang berdiri sebelumnya, ibu kota Kekaisaran Romawi terletak di Roma.
Pada 117 M, Kekaisaran Romawi mencapai masa keemasan dan tumbuh menjadi kekaisaran terbesar di dunia dengan populasi mencapai 20 persen dari total populasi dunia kala itu, serta menguasai wilayah seluas 5 juta persegi.
Namun, sejak akhir abad ke-2, Kekaisaran Romawi mulai menunjukkan tanda-tanda kemunduran hingga akhirnya runtuh pada tahun 476.
Baca juga: Peradaban Romawi Kuno: Asal-usul, Karakteristik, dan Kondisi Geografis
Sebelum berdirinya kekaisaran, bentuk pemerintahan Romawi adalah republik, yang berkuasa dari 509 SM hingga 27 SM.
Daerah kekuasaan Republik Romawi meliputi seluruh Eropa, Afrika Utara, dan Timur Tengah.
Setelah berabad-abad berdiri, Republik Romawi akhirnya runtuh karena perang saudara dan beberapa peristiwa lainnya.
Salah satu peperangan yang menandai berakhirnya Republik Romawi adalah Pertempuran Actium pada 31 SM.
Dalam pertempuran itu, Markus Antonius, seorang jenderal Romawi Kuno, berhasil menguasai Mesir setelah diberi hak oleh Oktavianus, anak angkat Julius Caesar (penguasa terakhir Republik Romawi).
Namun, tersiar kabar bahwa Markus Antonius akan memberikan hadiah Kota Roma kepada Cleopatra, penguasa Mesir, yang juga kekasihnya.
Baca juga: Peninggalan Peradaban Romawi Kuno
Oktavianus marah mendengar kabar itu, lalu mengirimkan pasukannya untuk menaklukkan Mesir dan terjadilah Pertempuran Actium pada 31 SM.
Pertempuran ini dimenangkan pasukan Oktavianus, sementara Antonius dan Cleopatra akhirnya bunuh diri.
Setelah perang berakhir, Oktavianus mendeklarasikan dirinya sebagai Kaisar Romawi pertama dengan gelar Kaisar Octavianus Augustus atau Kaisar Agustus.
Setelah Kaisar Augustus mendeklarasikan berakhirnya perang saudara, Kekaisaran Romawi mengalami periode di mana perluasan daerah, kedamaian, dan kemakmuran ekonomi terasa di seluruh penjuru kekaisaran.
Pada 117 M, Kekaisaran Romawi mencapai masa keemasan dan tumbuh menjadi kekaisaran terbesar di dunia kala itu.
Pada masa itu, tentara romawi mencapai kekuatan puncaknya dengan jumlah mencapai 150.000 pasukan dan tidak ditemukan intervensi dari kekuasaan asing.
Baca juga: Kerajaan Romawi: Sejarah, Raja-raja, dan Keruntuhan
Sementara di bidang ekonomi, kemampuan produksi, perdagangan, dan pemanfaatan sumber daya alam Romawi juga mencapai puncaknya.
Hal itu ditandai dengan kemakmuran yang terjadi di setiap sudut Mediterania. Orang-orang dengan mudah mendapatkan makanan, memiliki akses ke tempat hiburan, dan dapat bergerak bebas tanpa takut terjadi penganiayaan.
Pekerjaan juga dapat dicari dengan mudah di masa kejayaan ekonomi Kekaisaran Romawi.
Kekaisaran Romawi memiliki bentuk pemerintahan monarki dengan dipimpin oleh seorang kaisar.
Kaisar Romawi memiliki berbagai peran dalam pemerintahannya, seperti kepala pemerintahan, kepala negara, pemimpin legislatif, panglima tertinggi, pemimpin keagamaan, dan hakim agung.
Sebagai kepala pemerintahan, kaisar memiliki kekuasaan untuk menegakkan hukum, mengelola harta negara, dan mengawasi pekerjaan umum.
Baca juga: Perang Yarmuk, Perang Pembuka Islam Melawan Kekaisaran Romawi
Kaisar juga berperan sebagai kepala negara yang mengatur hubungan diplomatik dengan kerajaan atau negara lain.
Selain itu, Kaisar Romawi berperan sebagai perumus undang-undang dan mengajukan undang-undang.
Di bidang militer, Kaisar Romawi berperan sebagai komandan militer tertinggi yang memiliki kewenangan mengatur legiun, menunjuk pimpinan militer, dan menyatakan perang.
Dalam bidang keagamaan, kaisar mewakili Romawi dan rakyatnya di hadapan para dewa. Kaisar juga memiliki kendali terhadap administrasi atas agama Romawi.
Sedangkan di bidang hukum, Kaisar Romawi memiliki kendali atas keputusan atas semua hukum.
Setelah dua abad mengalami periode yang relatif damai dan minim ekspansi kekuatan militer, pada sekitar abad ke-3, Kekaisaran Romawi dihadapkan pada sebuah krisis karena terjadinya perang saudara yang mengancam kekaisaran.
Salah satu penyebab krisis itu adalah tidak adanya suatu sistem yang pasti dalam mengatur pergantian kekuasaan.
Baca juga: Peradaban Romawi Kuno dan Yunani Kuno, Apa Bedanya?
Antara tahun 235-284, Kekaisaran Romawi dipimpin oleh 25 Kaisar Militer atau (Soldier-Emperor), yang kebanyakan tewas dibunuh dalam konflik perebutan kekuasaan.
Periode krisis Kekaisaran Romawi mereda setelah Diokletianus menjadi kaisar dengan masa kekuasaan antara 284-305.
Namun, luas wilayah Romawi yang mencapai 6,5 juta kilometer persegi membuat Kaisar Diokletianus mengalami kesulitan dalam menjalankan pemerintahan.
Adapun beberapa kesuliannya adalah sebagai berikut.
Kaisar Diokletanius menilai Kekaisaran Romawi tidak akan bisa bertahan apabila dipimpin dalam satu pemerintahan saja.
Pada 395, Kaisar Theodosius akhirnya membagi kekaisaran menjadi dua, yaitu Kekaisaran Romawi Barat yang berpusat di Roma dan Kekaisaran Romawi Timur yang berpusat di Konstantinopel.
Baca juga: Runtuhnya Kekaisaran Romawi
Pada kenyataannya, pembagian kekaisaran justru mendorong keruntuhan Romawi. Segera setelah kematian Theodosius, kekacauan terjadi dan berbagai provinsi Roma penuh dengan kekuasaan bangsa asing.
Pemerintahan Roma di barat mengalami keruntuhan pada 476, usai dikalahkan oleh orang-orang Barbar.
Runtuhnya kekaisaran Romawi Barat berakibat pada krisis sosial ekonomi dan sang kaisar tidak lagi memiliki kekuatan politik.
Singkatnya, Kekaisaran Romawi benar-benar runtuh pada tahun 476 akibat serangan Suku Barbar yang dipimpin oleh Odoacer.
Sementara Romawi Timur atau Kekaisaran Bizantium yang berpusat di Konstantinopel justru semakin makmur dan tidak tersentuh oleh serangan dari manapun hingga sekitar seribu tahun kemudian.
Referensi: