Hubungan tersebut terbukti menjadikan keislaman di Huristak semakin bertambah kuat.
Baca juga: Kerajaan Klungkung: Sejarah, Raja-raja, dan Keruntuhan
Meski Indonesia telah dijajah bangsa Belanda sejak awal abad ke-17, Kerajaan Huristak masih dapat hidup damai hingga abad ke-19.
Pemerintah Hindia Belanda baru masuk ke wilayah kerajaan pada sekitar 1840, ketika Kali Omar duduk di singgasana.
Kendati demikian, Kerajaan Huristak tidak takluk, tetapi justru mendapatkan pengakuan dari Belanda.
Pada 1885, Sutan Palaon bahkan mendapatkan pengakuan sebagai raja yang membawahi sejumlah wilayah di Padang Lawas.
Pengakuan seperti ini terus didapatkan raja-raja Huristak, bahkan hingga masa pendudukan Jepang.
Bahkan kerajaan ini menjadi penyuplai makanan bagi Tentara Republik Indonesia ketika melawan Belanda dan Jepang.
Rajanya, Patuan Barumun, juga terjun memimpin peperangan hingga menaklukkan pasukan Jepang.
Oleh Patuan Barumun, pasukan Jepang yang kalah lantas diminta membuat jembatan di Tapanuli Selatan.
Kerajaan Huristak mampu bertahan hingga Indonesia merdeka dan bergabung dengan NKRI pada 1947.
Sutan Managor, yang meneruskan takhta Patuan Barumun, kemudian meneruskan kerajaan secara adat dan budaya.
Pada 2002, tampuk kekuasaan diteruskan oleh Patuan Nagalan Hasibuan, yang memimpin hingga 2015.
Setelah itu hingga saat ini, Kerajaan Huristak diwakilkan kepada Patuan Tondi Hasibuan.
Referensi: